Â
Salah satu langkah yang dapat ditempuh agar hukum perlindungan data pribadi dadalah dengan memperhatikan terlebih dahulu sistem peradilan itu sendiri. Menurut  Lawrence M. Friedman, ada lima faktor yang mempengaruhi efektivitas penegakan hukum dalam hal peradilan. Lima faktor tersebut ialah faktor peraturan hukum atau instrument, faktor aparat penegak hukum, faktor ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana, dan faktor kultural, atau budaya dan kebiasaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.[8]                                  Â
Â
- Dari faktor peraturan hukum atau instrument, memang Indonesia sudah memiliki peraturan terkait, yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang biasa disebut dengan singkatan UU ITE, yang kemudian Sebagian dari undang-undang tersebut mengalami perubahan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016. Pasal 26 dari UU ITE tersebut menyatakan bahwa:
- "Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundangundangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan."
- Pasal 32 memperjelas Pasal 26. Pasal 32 ayat 1 hingga ayat 3 menyatakan bahwa:
- (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
- (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
- (3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya. Namun, seiring perkembangan zaman maka sistem elektronik juga semakin berkembang, sehingga memunculkan hal-hal yang berada diluar UU ITE, alias tidak diatur oleh UU ITE.
- Pasal 48 menjelaskan mengenai tindak tegas berupa sanksi dari tindakan-tindakan pelanggaran hukum perlindungan data pribadi dalam Pasal 32 tersebut. Pasal 48 berbunyi:
- (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
- (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
- (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
- Namun ketentuan-ketentuan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut dinilai masih belum sebanding dengan pembobolan, pencurian dan penyalahgunaan data pribadi yang terjadi di era sekarang ini, meskipun sudah mengalami pembaharuan dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016. Sudah sepatutnya lembaga legislative selaku pembuat undang-undang mempertimbangkan lebih matang lagi mengenai tindakan tegas yang harus diambil dalam menghadapi bentuk-bentuk pelanggaran hukum ini, yang sudah berbeda dengan di era-era sebelumnya. Maka, ketentuan mengenai tindakan-tindakan pelanggaran yang menyangkut data pribadi dan ketentuan pemidanaannya, pastinya harus disesuaikan dengan kondisi sekarang ini dimana sistem teknologi menjadi semakin lebih kompleks.
- Jika dilihat dari segi aparat penegak hukum, Â masih banyak aparat penegak hukum yang masih belum sadar akan pentingnya menjaga data pribadi setiap orang dan masih banyak juga yang belum akrab dan benar-benar mengenali keadaan yang dipengaruhi oleh disrupsi teknologi, terlihat dari kurang masifnya penindakan kejahatan-kejahatan yang menyangkut data pribadi, seperti pembobolan atau penyalahgunaan. Aparat penegak hukum sudah sepatutnya menyadari pentingnya perlindungan data pribadi setiap orang, karena selain itu merupakan tanggungjawab negara dan tanggungjawab mereka, perlindungan data pribadi juga sangat berdampak terhadap keamanan setiap orang, dan jumlah atau tingkat kriminalitas. Secanggih apapun teknologi sebagai pembantu aparat penegakhukum, dan sebaik apapun kemampuan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kejahatan terkait data pribadi, jika aparat penegak hukum tersebut masih belum memiliki kesadaran, atau memiliki kesadaran yang kurang untuk menindaklanjutinya, maka kejahatan tersebut tidak akan dapat ditindaklanjuti sampai tuntas, sehingga hukum perlindungan data pribadi sangat sulit untuk diterapkan dengan baik di tengah-tengah maraknya disrupsi teknologi.
- Jika dilihat dari segi faktor ketersediaan fasilitas dan sarana prasarana, sudah sepatutnya para penegak hukum diperlengkapi dengan fasilitas dan sarana prasarana yang sesuai atau memadai untuk menangani permasalahan perlindungan data pribadi yang timbul dari sistem disrupsi teknologi ini. Sekarang ini, cara atau metode pencurian dan penyalahgunaan data pribadi menjadi semakin baru oleh karena teknologi yang semakin berkembang. Oleh karena itu, sangat diperlukan fasilitas dan sarana prasarana yang terbaru, yang sangat sesuai dengan era sekarang ini atau "kekinian", untuk menangani permasalahan yang sudah sangat modern.
- Jika dilihat dari faktor budaya, maka sudah jelas bahwa masih banyak orang dari berbagai macam masyarakat di Indonesia yang masih belum benar-benar menyadari, memperhatikan, dan memahami betapa pentingnya menjaga data pribadi sebaik mungkin dan cara-caranya. Masih banyak juga yang belum menyadari bahwa data pribadi benar-benar menyangkut dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan seseorang sehingga harus dihormati dan tidak boleh dicuri apalagi disalahgunakan. Oleh karena itu, sangat penting bahkan sebenarnya menjadi kewajiban bagi negara untuk menyediakan sarana edukasi secara mendalam, menyeluruh, dan merata bagi masyarakat terkait penjagaan data pribadi dan penghargaan terhadap data pribadi orang lain, sehingga setiap orang baik dari kalangan bawah maupun dari kalangan sama-sama menyadari bahwa data pribadi diri sendiri maupun data pribadi orang lain bukanlah suatu hal yang sepele dan bisa dipermainkan, dan menaati peraturan yang berlaku terkait perlindungan data pribadi. Jika masyarakat menyadari pentingnya perlindungan data pribadi, maka masyarakat itu sendiri akan berpartisipasi atau terlibat dalam upaya perlindungan data pribadi. Maka, jika kelima faktor tersebut dan implementasinya sudah diperhatikan dan diurus dengan baik, maka akan mudah unruk mendukung berjalannya penerapan hukum perlindungan data pribadi di tengah disrupsi teknologi.
Â
PENUTUP
Â
Kesimpulan
Â
- Â Â Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dalam Pasal 1 butir 22 Â mengartikan data pribadi sebagai data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.
- Terjaminnya perlindungan dan keamanan data pribadi merupakan tanggung jawab negara Indonesia, karena keamanan dan perlindungan merupakan hak setiap orang sebagai rakyatnya, sesuai dengan pasal 28D ayat 1 yang berbunyi:
- Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Oleh karena itu, perlindungan data pribadi juga memiliki hukum yang mengaturnya, seperti Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
- Â Â Disrupsi teknologi berdampak pada hukum perlindungan data pribadi dan penegakannya. Sistem teknologi yang berkembang dari waktu ke waktu memaksa para pembuat hukum untuk mencermati lebih lagi undang-undang yang sudah dibuat, dan para penegak hukum untuk lebih lagi mencari cara agar peraturan-peraturan yang berlaku tersebut tetap bisa ditegakkan ditengah kerumitan-kerumitan yang ada. Namun di sisi lain, baik pembuat hukum maupun penegak hukum, bahkan masyarakat sendiri, sama-sama tidak menunjukkan kesiapan untuk menghadapi hal ini. Undang-undang yang sudah dibuat dan disahkan belum memadai untuk menuntaskan permasalahan terkait data pribadi yang muncul di era sekarang ini. Para penegak hukum sendiri belum memberikan fokusnya secara penuh dan belum diperlengkapi lebih lagi untuk menerapkan hukum terhadap para pelaku pencurian dan penyalahgunaan data pribadi orang lain, termasuk diperlengkapi lewat fasilitas dan sarana prasarana. Masyarakat sendiri juga belum menyadari dan memahami betapa pentingnya menjaga data pribadi mereka dan menghargai data pribadi orang lain dengan tidak mencuri dan menyalahgunakannya. Maka untuk mengatasi ketiga masalah tersebut, sudah seharusnya para pembuat hukum lebih memperhatikan pembuatan undang-undang atau peraturan, dan penyesuaiannya dengan kondisi sekarang ini, dan para penegak hukum sudah seharusnya memberi perhatian penuh terhadap upaya penindakan para pelaku pelanggaran. Edukasi terhadap masyarakat juga harus ditingkatkan lebih lagi dan dilaksanakan secara merata atau menyeluruh, sehingga masyarakat sendiri akan ikut terlibat dalam upaya penjagaan atau perlindungan data pribadi. Semua itu dapat dilakukan untuk mendukung keberjalanan penerapan hukum perlindungan data pribadi ditengah maraknya disrupsi teknologi
Â
Â
Â