"Rara mandi dulu ya, sayang. Biar Bunda yang pangku," bisik Rosma ketika perawat hendak memandikan jenasah Rara. Rosma tetap memangku Rara sementara petugas memandikan jenasah Rara.
Selesai dimandikan, Rara dibawa ke ruang jenasah. Ayah membawa pakaian Rara. Sementara itu Bunda berganti pakaian karena seluruh pakaiannya basah ketika memandikan Rara.
"Rara pakai baju ini dulu ya, sayang. Nanti di rumah baru kamu ganti baju malaekat," bisik Ayah sambil menyerahkan pakaian Rara kepada petugas.
Hari bergerak terus. Matahari pagi merah menyebar sinarnya.
Di rumah Rara keluarga dibantu tetangga telah menyiapkan tempat untuk menyambut kepulangan Rara. Tenda besar telah berdiri di halaman rumah. Bangku-bangku telah di tata untuk menampung tamu yang akan mengantar tubuh Rara. Banyak orang sudah berdatangan, mereka semua hadir untuk mengantar Rara. Mengantar tubuh Rara kembali ke pelukan bumi, dan mengantar jiwa Rara menuju rumah abadi di Surga.
Kereta jenasah telah siap di depan kamar jenasah. Tubuh Rara akan dibawa pulang, sebelum dikebumikan. Ketika petugas mendorong tempat tidur untuk menempatkan Rara, Rosma menolak.
"Jangan gunakan itu. Biarlah Rara saya pangku sampai di rumah," ujar Rosma. Petugas jadi bingung, namun segera mengerti akan keinginan Rosma. Dibantu Nesin, Rosma menggendong Rara menuju kereta jenasah. Kemudian Rosma naik ke kereta jenasah sambil terus menggendong Rara.
Di dalam kereta jenasah Rosma dan Nesin duduk berjejer memangku Rara yang mulai dingin. Dua anggota keluarganya duduk di seberang menghadap ke arah Nesin dan Rosma. Jadilah Rara seakan dipangku oleh empat orang.
Kereta jenasah membunyikan sirene, bergerak meninggalkan rumah sakit. Hati Nesin dan Rosma luluh lantak mendengar raungan sirene. Perjalan terasa lancar, karena jalan di pagi itu masih lengang. Perjalanan pulang terasa begitu cepat. Mereka telah memasuki pemukiman penduduk.
Ketika kereta jenasah melintas, hampir setiap orang memandang nanar. Kereta jenasah berjalan perlahan. Sekali-sekali sirena bergema mengudara, menyampaikan berita duka, mengabarkan kedatangan Rara ke rumahnya. Memasuki halaman rumah, Rosma dan Nesin merasa heran, begitu banyak orang yang telah menanti Rara.
"Rara, coba lihat. Tamu-tamu banyak sekali, semua menunggu kamu," ujar Bunda sambil mengoyang-goyang tubuh Rara. "Mereka semua mencintai kamu, Ra. Tetapi kenapa kamu diam saja," lanjut Bunda.