Perawat datang tergesa, langsung memeriksa keadaan Rara. Perawat bahkan berlari memanggil dokter yang berjaga.
Ruang rawat khusus Rara disibukkan. Dokter dan perawat sibuk memacu jantung Rara agar tetap berdenyut. Nesin dan Rosma berdiri membeku di sisi ruangan. Rencana Allah sungguh misteri. Nesin dan Rara masih melihat bagaimana Rara menarik nafas terakhir.
Pecahlah tangis di ruang khusus itu. Rosma menangis tinggi, memeluk Rara yang telah diam untuk selamanya. Nesin berdiri mematung sambil merangkul Rosma.
Dokter dan perawat membereskan peralatan dan membiarkan Nesin dan Rosma bersama tubuh Rara yang diam. Teriakan Rosma mengejutkan keluarga yang menunggu di ruang tunggu. Dua di antara mereka masuk ke ruang rawat Rara. Kemudian seorang dari mereka keluar lagi menyampaikan apa yang terjadi dengan Rara. Serentak mereka menghubungi siapa saja yang mereka kenal, menyampaikan kabar bahwa Rara telah mencapai keabadian kekal. Rara telah bersatu dengan para kudus di Surga, melayang bersama malaekat di rumah Bapa yang kekal.
Isak tangis Rosma meluluhkan siapa pun yang mendengar.
"Bunda, Rara sudah tenang bersama Yesus. Mari kita siap-siap untuk pulang membawa tubuh Rara," bisik Nesin sambil bergetar. Air mata tak kuasa lagi ditahan. Nesin pun bata-bata.
Rosma mengangguk.
"Ayah, Bunda ingin memeluk Rara terus, untuk yang terakhir kali," isak Rosma. Rosma tidak melepaskan pelukannya.
Perawat datang untuk mebereskan jenasah Rara.
"Bapak dan Ibu tunggu di depan saja ya, kami akan merapikan Rara," seorang perawat mempersilahkan Nesin dan Rosma untuk meninggalkan ruangan.
"Tidak suster. Saya akan terus memeluk Rara. Saya yang menggendong ke tempat persiapan tersebut," isak Rosma tak mau melepas anaknya. Rosma menggendong Rara, dibantu oleh perawat dan diikuti Nesin menuju ruang tempat merapikan jenasah.