Mohon tunggu...
Eddy Pepe
Eddy Pepe Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Betawi Bekasi Asli.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Meningitis (5 Tamat)

27 April 2012   06:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:03 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nesin dan Rosma memandang Rara. Tangan Rara penuh jarum dan kabel-kabel yang dihubungkan dengan mesin, begitu juga dada Rara. Rosario yang terkalung di leher Rara masih ada di sana. Rosma mengusap wajah Rara.

Dingin.

Tidak ada reaksi apa pun.

Nesin berdiri kaku. Tangan kirinya disandarkan pada tempat tidur Rara, tangan kanannya mengelus-elus kaki Rara.

"Kami sungguh mencintaimu Rara," suara Nesin tersedak. "Kamu adalah mutiara cinta kami," kelu hati Nesin.

Siang itu, dokter akan melepas semua mesin peralatan medis. Nesin dan Rosma diminta untuk keluar, nanti setelah semua dilepaskan, Rara akan diletakkan di ruang khusus dan kedua orangtua boleh terus menjaga dan menemani Rara. Nesin dan Rosma keluar dari ruang perawatan, kembali bergambung dengan sanak saudaranya yang telah menunggu.

Nesin menceriterakan semua yang disampaikan dokter kepada keluarganya. Keluarga menerima apa pun keputusan Nesin. Rosma duduk dengan duka yang mendalam. Seorang saudara perempuan Rosma selalu mendampingi Rosma. Masa penantian pun terasa semakin berat. Semua keluarga telah memasrahkan Rara pada kekuasaan Sang Pencipta. Mereka berdoa bersama.

Beberapa saat kemudian perawat memberi tahu bahwa Rara sudah dipindah ke ruang khusus. Orang tua boleh menunggu di ruang tersebut, bisa dua atau tiga orang. Rosma bersama dua wanita saudaranya masuk ke ruang khusus tempat Rara. Sementara Nesin masih ditemani beberapa saudaranya menunggu di ruang tunggu.

Rara masih tenang lelap tanpa kesadaran. Wajah beningnya menunjukkan kedamaian. Tidak ada lagi jarum-jarum yang menancap di tangannya, di dadanya. Hanya ada satu jarum infus yang mensuplai makanan cair ke dalam tubuhnya, dan satu jarum yang menghubungkan detak jantung pada sebuah monitor kecil yang letaknya di dinding di atas kepala. Tiga wanita yang menemani Rara membeku. Mata mereka tak lepas memandang ke tubuh kecil yang tergeletak tanpa daya. Nafas Rara panjang dan teratur. Detak nadinya terlihat di monitor. Lemah, namun terus berdetak.

Matahari mulai miring ke barat. Cahayanya jatuh di atas dedaunan yang tumbuh di sekitar rumah sakit. Lewat kaca jendela tempat Rara dirawat, tampak bayang-bayang pepohonan jatuh ke rumput di lapangan sempit yang berada di sisi rumah sakit tersebut. Udara di dalam ruang rawat tersebut sejuk dingin karena penyejuk ruangan bekerja optimal. Bunda mengenakan jaket agar dingin ruangan tidak menusuk. Selama Rara di rawat, Bunda selalu berjaga. Wajah kelihatan lesu karena lelah. Tidurnya kurang, makannya pun tak teratur. Karena semangatnya yang tinggi untuk menemani Rara sajalah yang membuat Bunda tetap bertahan, tidak jatuh sakit. Sesaat Bunda tertidur, namun segera terjaga lagi.

Sore hari, kedua saudara wanita Rosma harus meninggalkan ruangan, Nesin masuk bersama saudara yang lain. Rosma harus makan dulu. Sementara Rosma makan di ruang tunggu, Nesin dan seorang saudaranya menunggu Rara yang masih diam membeku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun