Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kamu Percaya Ada Naga di Danau Toba?

15 November 2023   02:19 Diperbarui: 15 November 2023   03:29 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adakah naga di danau Toba? (Dok.Gana)

Adakah di antara kalian yang sudah pernah ke danau Toba? Pasti seru sekali ceritanya, sudah pernah berada di tempat yang indah dari bagian Indonesia  barat. Jika belum, adakah di antara kalian yang bermimpi pergi ke sana suatu hari nanti? Belajar dari kesalahan yang aku lakukan selama tinggal di tanah air lalu harus pindah ke Jerman: jangan hanya ke luar negeri, ke luar kota atau ke luar pulau jangan sampai terlewatkan.

Asal Muasal Danau Toba

Seorang warga Jerman yang aku kenal berkali-kali bercerita bahwa dia sudah pernah ke Danau Toba. Itu waktu zamannya menpar RI Joop Ave. Yang ikut trip satu pesawat dari Jerman ke sana. Luar biasa. Dari Sumatra, mereka ke Jogja dengan kereta api. Perjalanan berakhir di Bali, di mana mereka terkesima dijamu bak raja-raja padahal orang biasa, oleh Raja Bali dan keluarganya. Iri pakai banget. Aku melongo "Ngaku jadi orang Indonesia, sudah ke luar negeri tapi kok, belum pernah ke Danau Toba?" Ngeres.

Akhirnya, aku ngobrol sama suami dan meminta pengertian anak-anak bahwa liburan ke Indonesia dalam rangka menjenguk eyang putri (red: ibuku), salah satu agenda wajib yang harus dikunjungi adalah Danau Toba!

"Kamu tahu, anak-anak bakalan bosan diajak ke sana. Jauh, lho, buk." Suamiku memperingatkanku. Memang suamiku paling malas untuk melakukan perjalanan darat yang melelahkan, apalagi jalannya kelak-kelok.

"Kamu tahu, pak, Danau Toba itu indah dan ajaib, ada ceritanya. Lagian sekarang sudah jadi 10 Bali baru. Itu destinasi keren yang dipromosikan negaraku. Kita harus ke sana." Aku mencoba membujuk suamiku yang ganteng itu, supaya ada "value" yang bisa aku jual hingga membuat keluarga kami terbujuk ke danau terbesar di Indonesia ini, daripada ke Bali atau Mangga Dua.

Waktu kecil, aku memang suka membaca buku cerita rakyat. Almarhum bapak selalu membeli buku untuk kami dan memenuhi lemari buku kami. Di antara kalian, ada yang tahu hikayat Danau Toba?

Begini ceritanya, dari baca-baca, aku tahu: Zaman dulu ada seorang pemuda bernama Toba. Selain meladang, pekerjaan pemuda yatim piatu itu adalah mencari ikan. Selain dimakan sendiri, ia menjualnya. Suatu hari, Toba memancing ikan. Kail pancingnya berhasil nyangkut di mulut seekor ikan yang besar, sesuai harapannya. Ikan aneh berwarna kuning keemasan itu diamatinya. Poop up! Tak dinyana, ikan berubah menjadi seorang perempuan cantik. Akhirnya, mereka menikah. Namanya princess, selalu ada syarat. Toba harus menjaga rahasia bahwa Putri adalah seekor ikan. Hingga di kemudian hari, mereka dikarunia anak laki-laki yang diberi nama Samosir. Kecil-kecil anak, kalau sudah besar menjadi onak. Samosir tumbuh menjadi pemuda yang malas, manja dan nakal. 

Gemes pasti jadi orang tua. Suatu ketika, Samosir disuruh ibunya, mengantar makanan ke ayahnya yang ada di ladang. Di perjalanan, ia lelah dan istirahat sampai memakan sebagian dari bekal yang dibawanya. Toba sangat marah. Sudah seharian lelah bekerja dan lapar, hanya mendapatkan jatah makanan dan minuman yang sedikit. Saking marahnya karena si anak tidak amanah, ia mengumpat bahwa Samosir adalah anak keturunan ikan. Karena takut dimarahi sang ayah, Samosir lari ke ibunya dan mengadu. Tentu saja Putri murka, sebab Toba melanggar janji. Ia pegang tangan Samosir. Merekapun menghilang. Di tanah mereka berpijak, muncul air dari dalam bumi hingga menggenangi lembah tempat mereka tinggal sampai menjadi sebuah danau. 

Yup, danau Toba! Sejak itu, pulau di tengah-tengah danau, lantas disebut penduduk sebagai pulau Samosir. Itu sebagai penanda bahwa di sanalah Samosir dan ibunya berdiri untuk terakhir kalinya hingga menghilang. Legenda yang luar biasa arif dan bijaksana: pertama, rajinlah bekerja. Kedua, peganglah janji. Ketiga, didiklah anak sebaik mungkin sejak dini. Keempat, penyesalan akhir tiada guna! Tuh, keren banget legenda danau Toba dan pulau Samosir, bukan. Masak nggak dibela-belain ke sana?

Mencari agen travel di internet

Kami nggak kenal siapapun yang tinggal di Medan atau Danau Toba, yang bisa ditanyai bagaimana caranya ke danau Toba. Danau itu luas, pastinya kami ingin mendapatkan lokasi terbaik. Di bagian utara? Area selatan? Wilayah timur? Atau daerah barat danau? Suamiku mempercayaiku untuk mengatur perjalanan ke sana. Selain bisa saja lebih murah karena aku orang Indonesia, aku bisa lebih luwes bertanya dalam bahasa Indonesia, walaupun suamiku juga bisa, sih tapi agak kaku. Lewat internet, aku menemukan 3 agen wisata. Itu bagus. Dengan begitu, aku bisa  membandingkan, mana yang terbaik untuk kami berempat.

Akhirnya, aku memutuskan untuk mengambil agen yang terakhir. Alasan pertama, karena agen pertama sangat kurang ramah. Dari kalimat yang dikirim sebagai jawaban pertanyaanku, aku bertanya pada hati. Diriku mengatakan "Ini uangku, aku bebas menggunakannya dan berhak mendapatkan pelayanan terbaik dari awal hingga akhir. Ini orang kayak nggak butuh pelanggan baru. Terus, kok hatiku nggak sreg." Agen yang kedua, harganya kemahalan. Agen ketiga, selain namanya sangat indah (Lovely) dan merayu sugesti, antara harga dan tur yang ditawarkan sepadan. Agen terakhir memiliki staf perempuan yang ramah dan sabar dalam menjawab pertanyaanku. Maklum, aku ini cerewet pakai banget. Hahaha, sadar diri. Alasan terakhir karena agen ketiga adalah satu-satunya yang memberikan hadiah gratis Ulos. Yah, ibuk-ibuk dikasih iming-iming hadiah pasti serbu, dong. Itupun tertera dalam itinerary. Kain tradisional masyarakat Batak ini tentunya aku buru dan menjadi souvenir mantab karena dibuat tangan-tangan terampil ekonomi kreatif. Sebab lain, mungkin saja aku ini benar diberikan anugerah Tuhan untuk bisa membaca masa depan. Berlaga peramal. Tapi dugaanku tepat, kawan. Selama 5 hari 4 malam tur, hanya ada kesan positif bersama agen ketiga ini. Puas! Sopir sekaligus guide yang kami sebut sebagai Jet Lee Medan ini luar biasa mengawal kami:

  • Menyetirnya aman.
  • Penampilannya bersih dan rapi.
  • Keterangan yang diceritakan selama perjalanan lengkap.
  • Sayang dan ingat anak dan istri.
  • Baik, ramah dan murah senyum.
  • Rajin ibadah dan ingat Tuhan.
  • Pandai bersyukur.

Mungkin satu pesan sangat singkat kepada agen tur ketiga yang kami pilih tadi; untuk menanyakan kepada wisatawan apakah ada alergi makanan tertentu, kan ada, tuh, orang alergi; putih telur, kacang atau udang. Orang Jerman begitu, tuh. Lantas sebaiknya, ada pilihan makanan sebelum dihidangkan. Kadang ada orang yang tidak menyukai pedas, ada vegetarian, ada orang yang tidak makan nasi tapi roti dan seterusnya. Sayang kalau makanan sudah capek-capek dimasak dan dihidangkan di meja, malah tidak dimakan karena kurang komunikasi.

Jadwal Tur 4 hari 3 malam

Tiba di Bandara Kuala Namu International Airport, Medan dari Kuala Lumpur. Nggak banyak antrian turis asing seperti di Jakarta. Suamiku senang sekali. Ia paling nggak sabar berdiri bagai ular, seperti di bandara Soekarno -- Hatta. Tak berapa lama, urusan visa beres, kami menuju hotel yang sudah kami booking dengan hotels dot com. Di situs itu kami mengumpulkan poin supaya bisa mendapatkan hadiah menginap gratis di hotel. Misalnya, kalau menginap 10 kali akan dapat satu kali gratis untuk menginap.

1.Hari pertama, ke Parapat.

Komunikasi dengan sopir sekaligus guide tur kami melalui Whatsapp terjalin dengan baik dan lancar. Terima kasih, internet! Kalau pakai telepati, kadang aku bisa tapi aku nggak yakin dia nyambung. Wkwkwk. Memang tidak semua orang punya tenaga dalam ini.

Pagi habis sarapan, kami turun tanpa bagasi. Di depan hotel JW Marriot Medan, sopir sudah menjemput. Lega, karena sebelumnya, pakai acara dompet jatuh segala. Sopir dan porter hotel membantu memasukkan koper di dalam bagasi belakang mobil Inova. Jam sudah menunjukkan pukul 9.30 WIB. Semua sudah siap, saatnya tur dimulai. Sebelum berangkat, kami diselempangi ulos dan ada dokumentasi, untuk laporan pimpinan tur. Wah, kami bak model cover majalah Kartini, bergaya dengan wastra keren itu.

Mobil meluncur pelan tapi pasti. Masjid, kelapa sawit ... itu dua hal yang melekat di ingatanku, memandangi jendela kaca mobil yang kami kendarai. Anak-anak kecapekan, mereka tertidur. Nggak terasa pukul 12, kami sudah tiba di toko oleh-oleh terkenal "PATEN", di mana ada oleh-oleh Tongtong, Tung-tung, Pangpang dan Pingping dijual. Kacangnya, asli gilingan masyarakat setempat. UMKM yang memang kudu disokong kita para wisatawan.

Setelah mencicipi satu-persatu, aku beli 4 kotak dan satu kacang telor, kesukaanku zaman kecil. Walaupun ada promosi kalau beli satu set gift berisi 12 item akan mendapatkan 1 bungkus gratis, aku nggak ambil. Mikir berat di koper. Padahal kami ini akan melakukan perjalan selama 3 minggu. Repot. Akhirnya aku dan suami naik mobil. Anak-anak ngambek nggak mau turun, untung ada AC, nggak kepanasan.

Sembilanbelas menit kemudian, kami berhenti di rumah makan Padang. Aku kaget, nggak nyangka kalau makan di situ. Aku suka, tapi suamiku nggak suka karena menurutnya makanan di sana dihidangkan dingin (padahal nggak semua, kan ada sup). Sayang banget sudah banyak makanan tersaji di meja, lengkappp. Anak-anak malah makan pisang dan minum jus mangga saja lalu bermain dengan kucing putih yang tengkurap di lantai depan pintu. Untung suamiku mau aku bujuk untuk makan, malah sambil pakai tangan nggak pakai alat makan. Hahaha...

Sebelum melanjutkan perjalanan, aku ke toilet dulu. Aku mau ngakak karena di pintu bagian dalamnya, ada gambar yang memberi pesan, kalau ke toilet ya, buang hajat entah besar atau kecil tapi jangan main HP karena:

  • Duduk di kloset saja = 5 menit
  • Duduk di kloset + HP = 15 menit
  • Duduk di kloset + HP + Wifii = 55 menit
  • Duduk di kloset + HP + Wifii + listrik untuk batere = nggak ada batasnya.

Artinya, kalau kita mau buang hajat tapi disambi main HP, jadinya lama.

Perjalanan masih panjang, kami masuk mobil, menuju hotel Niagara. Sampai di hotel hampir pukul 3 sore. Selesai mengurus persyaratan check in, kami menuju kamar. Tempat menginap ini terkesan sepi, ke mana ya orang-orangnya? Sesudahnya? Kolam renang, donggg. Namanya orang Jerman, suka banget sama air. Aku sih, pengennya rebahan. Lha tripnya panjang banget nggak sampai-sampai dari Medan tadi. Hampir enam jam termasuk belanja oleh-oleh, makan dan istirahat.

Akhirnya kami benar-benar berada di kolam renang berwarna biru dengan pemandangan yang luar biasa indah. Ya ampun, danau Toba begitu hangat menyapa kami. Sayangnya, air di dalam kolam renang dinginnya minta ampun. Memang nggak ada pemanasnya. Terjawab sudah keherananku. Makanya nggak ada yang renang. Berita baiknya, kolam renang serasa milik kami berempat saja. Dua patung perempuan berpakaian adat tampak memancurkan air, menyejukkan.

Di seberang kolam, sebuah bangunan dengan arsitektur khas daerah setempat menarik untuk di amati. Warna atapnya warna-warni. Bangunan hotel berlantai 5 di seberang lainnya, punya atap khas Gadang.

Usai puas berenang, suamiku main drone. Dia punya surat menerbangkannya dari Jerman. Ia ingin melihat sekeliling hotel Niagara dari udara, tanpa jalan kaki. Ia utuslah burung besi kecil itu untuk mengitarinya. Sejam kemudian, kami jalan-jalan mengelilingi hotel. Kebunnya besaaaar sekali. Dari atas, cantik sekali kolam renang yang baru saja kami kunjungi.

Malamnya, kami makan di teras Boediman. Anak-anak menyukai pisang goreng keju coklat sebagai pencuci mulut, yang dihidangkan panas-panas. Kami tertidur nyenyak sampai pagi.

2.Hari kedua: Parapat -- pulau Samosir -- Parapat -- Taman Simalem

Hari begitu cepat berganti! Tepat pukul 10 pagi, kami tiba di Pelabuhan penyeberangan Ajibata. Itu hanya 15 menitan dari hotel. Kapal KM Murni sudah menunggu kami dengan setia. Mataku menangkap pemandangan sampah plastik yang nyangkut di tepi pelabuhan. Ban-ban bekas terpasang, pastinya supaya kapal yang merapat nggak terluka badannya. Aku ngakak, ternyata nggak hanya manusia yang menjadi penumpang, motor roda dua dan sepeda juga ikut.

Bukan Gana kalau nggak mampir ke toilet di manapun itu. Termasuk di dalam kapal. Ada WC jadul  di bagian paling bawah kapal. WC yang kata orang Jerman disebut Plumps Klo" karena hanya berupa lobang dan harus duduk jongkok kayak ratusan tahun lalu dilakukan oleh penduduk Jerman.

Akhirnya, kapal  berangkat juga. Tapi, ya ampun, bunyi musiknya kenceng banget kayak orang kondangan. Anak-anak pun segera pindah tempat duduk karena speaker mengarah kepada kami. Mereka duduk agak ke depan.

Aku perhatikan pelampung oranye yang ada di langit-langit kapal. Itu untuk pengaman kalau saja ada kejadian fatal. Ah, semoga aman. Aku ngeri membaca berita kapal yang menyeberang di sana, tenggelam. Walau kami bisa berenang, pasti dingin, ya. Dan takut kalau ada naganya yang lewat siap melahap. Benarkah di danau Toba ada naganya? Psst kata yang jualan di pasar, ada sih. Karena aku tahu legenda Baruklinting di Rawa Pening dan suka nonton film Holywood, aku percaya. Aku suka berfantasi.

"Bener di dalam danau Toba ada naganya?"Aku sangat ingin tahu legenda itu benar nyata atau hoax.

"Pssst ... jangan keras-keras. Dulu ada, sih." Kata si mbak yang jualan blazer dengan motif naga.

"Pak, aku yakin di dalam sana ada danau toba. Jangan renang ya, pak." Aku wanti-wanti suamiku.

"Renang? Nggak mau. Dingin. Bukan karena naga, bu. Kamu gila." Suamiku mengolok-olokku. Aku melengos. Bersikukuh, percaya pasti ada naganya di kedalaman air yang gelap.

Pukul 11.20 kami sudah sampai di desa Tomok, di mana legenda raja Sibutar berada. Di sana kami mendengarkan Asdo Jet Lee menceritakan kisah para raja. Menarik sekali waktu dia kasih tahu bahwa salah satu raja yang belum menikah, tapi di makamnya, ada patung perempuan. Itu adalah mantan kekasihnya, yang diguna-guna orang jahat untuk menjauhi sang raja dan menolak dinikahi. Saking cintanya, ia ingin supaya kalau wafat, ada patung jantung hatinya itu. Ulos sesuai warna kesukaan sudah ada di Pundak kami. Aku suka pink tapi karena T-shirt warna merah, lebih bagus pakai ulos kuning supaya kontras dan cetar tertangkap kamera. Anak bungsu pakai pink, anak nomor dua pakai merah, suami -- biru. Cakep banget. Sayang nggak boleh dibawa pulang. Ulos wajib dikembalikan wisatawan sembari nanti memasukkan uang sumbangan di kotak.


Puas menikmati wisata sejarah, aku minta Asdo untuk mencari anak-anak kampung. Kami sudah siap membagikan tas kain berisi permen dan boneka. Usai dibagikan, kami foto bersama. Aku gemes, karena ibu-ibu ngomel nggak dibagi. Yah, ini khusus untuk anak-anak. Hari yang menyenangkan melihat wajah anak-anak yang bersyukur mendapat kenangan yang bagi anak-anak Jerman adalah hal yang biasa.

Kami pun digiring ke jadwal tur berikutnya. Namun, melewati pasar tradisional adalah godaan yang paling menyesakkan dada. Belanjanya harus cepat padahal harus pakai nawar. Aku membeli rompi panjang dengan motif khas danau Toba, satunya Rp 150.000. Murah, ya. Mana bonus dipanggil "cantik" lagi sama tante penjualnya yang dagang. Di los berikutnya, aku beli blaser pendek yang memiliki motif keren, dengan harga yang sama. Ditambah satu sabuk dari manik-manik seharga Rp 50.000. Saking asyiknya shopping, aku baru sadar, keluargaku hilang!!! Untungnya ada ibu-ibu yang bilang mereka belok ke kiri, di mana ada obyek wisata budaya si Gale-Gale. Di sana, ada kursi dan meja ruang tamu yang terbuat batu. Di sebelah kiri tampak jajaran empat rumah kayu dengan atap khas gadang. Rumah keempat ada dua patung di depannya. Menurutku, obyek wisata ini bisa dibuat lebih menarik lagi. Misalnya dengan caf, di mana turis bisa mencicipi makanan dan minuman khas raja-raja atau izin memasuki rumah adat, seperti di Toraja (Tongkonan). Tempat wisata ini harus dipoles.

Tertulis di pengumuman, jika ingin menyaksikan patung Sigale-gale. Menari, bea Rp 100.000 (?). Rombongan turis berjumlah 15 orang yang kalau nggak salah dari perawakannya aku pikir Italia atau Spanyol tampak menari dipandu seorang penduduk lokal. Masing-masing memakai ikat kepala dan ulos. Mereka mengikuti gerakan tarian si bapak, sambil senyum dan ada yang ketawa. Aku senang banget menyaksikannya. Menurutku, itu akan menjadi memori manis yang nggak bakal dilupakan mereka kalau pulang ke negaranya. Bisa diceritakan kepada siapapun di sana dan tentunya, menjadi promosi supaya orang yang mendengarkan kagum dan ikut berkunjung suatu hari nanti. Anak-anak sudah bosan, ingin melanjutkan perjalanan. Aku pesan supaya mereka lihat sampai tuntas, karena pertunjukan begini hanya ada di sini. Mumpung di sana harus dinikmati dengan hati. Jangan keburu-buru. Guide sudah kupesan bahwa kami pakai kapal yang pukul 12 saja bukan 11. Sebabnya aku ingin menikmati sesuatu yang luar biasa di pulau Samosir.

Di pelabuhan, kapal belum datang. Aku sambi berkeliling mencari anak-anak kecil, untuk menghabiskan sisa boneka yang masih ada. Nggak berapa lama, kami masuk kapal Rodame". Di sanalah aku kembali membagi sisa boneka pada penumpang yang masih balita. Hampir sejam kami sampai juga ke seberang. Lagi-lagi suamiku pengen menerbangkan drone. Aku jalan-jalan disekitar bibir danau, membunuh bosan yang tak mau pergi.

Mataku memandang sesuatu. Ngakak, ada bus pink "Zahra Trans" dengan hiasan bantal Sponge Bob di jendela bagian depannya. Secara kebetulan, anakku yang nomor dua punya bantal untuk ilernya sejak bayi. Sekarang ia sudah berumur 18 tahun. Bayangin nggak sih, betapa lusuhnya boneka Sponge Bob yang sudah kucuci berapa juta kali.

Tas ransel isi kamera DSLR aku keluarkan. Kuambil foto keindahan yang ada. Ya ampun, dari angel manapun, danau Toba parasnya aduhai. Nggak nyesel jauh-jauh dari Jerman ke sana. Walaupun boleh dikata badan cuapeknya minta ampun dan tentunya, beanya nggak murah.

Di dalam perjalanan menuju hotel berikutnya, aku tersenyum melihat rombongan ibu-ibu berpakaian seragam merah-putih zaman SD di pick up bak terbuka. Mereka joget-joget gitu, deh. Ah, bahagianya.

Mobil berhenti. Ternyata sudah pukul 2 sore, kami harus makan siang. Lauknya ikan dan kering tempe. Ada sop tahu, sayur hijau dan tentunya nasi di hotel Atsari. Di seberang restoran hotel, pemandangan. Anak-anak nggak suka ikan. Untung masih doyan tempe. Maklum, aku selalu setok tempe di freezer. Secara berkala aku tampilkan mendoan sebagai lauk makan di rumah kami. Jadi nggak heran kalau mereka suka tempe, tahu dan krupuk. Namanya juga (separoh) anak Indonesia. Itu makanan berprotein nabati tinggi dan langka di Jerman.

Perut sudah terisi, tur lanjut ke daerah atas. Pukul 16.30 kami sampai di gardu pandang Simarjarunjung. Sayang berkabut karena hujan. Sungguh belum beruntung. Ya, sudah, kami minum bandrek yang terkenal di sana sebagai penglipur lara. Kaki kami menapaki jalan kecil ke caf. Sepi di dalam. Aku ngeri membayangkan pasca corona wisata Indonesia jatuh. Hanya kami berdua turis yang datang di caf itu. Padahal biasanya penuh!

Tak lama kemudian, kami pamit pada si ibu yang sudah meramu jahe tadi. Sebelum masuk mobil untuk meneruskan trip, aku tertarik melihat rombongan ibu-ibu dari Simalungun berbaju merah-merah yang sedang berjoget. Akupun ikut berjoget dan mengabadikannya dengan HP. Saking senengnya, aku posting di Instagram. Sehari langsung ditonton 229 orang. Promosi betapa kebahagiaan orang-orang Indonesia itu sederhana banget, aku harap mengena.


Mobil meluncur lagi. Di pinggir jalan banyak monyet! Pukul 16.44, kami lewat di Tiga Runggu. Asdo tanya apakah kami mau selfie di sebuah point yang menyediakan tempat yang instagramable dengan bentuk hati. Jadi. Fotonya bagus. Aku unggah di Instagram betulan, lho. Dari sana pasti pada yakin, Indonesia kaya! Alamnya indah memesona.

Nggak berapa lama, kami lanjutkan perjalanan lagi. Pukul 18.18, kami sampai di air terjun Si Piso-piso yang memiliki ketinggian 110 meter. Mobil parkir di depan gerbang. Aku segera turun dengan ransel isi kamera, suami dengan drone. Hanya dalam hitungan 3 menit, pemandangan bak surga itu lenyap! Gara-garanya ada wedus gembel yang datang terbawa angin. Jalannya cepat banget. Untung aku sigap, sudah foto. Karena kami kecewa hanya sebentar saja lihatnya, Asdo janji bahwa kami akan ke sana lagi untuk mengulanginya dan memiliki kesempatan berfoto-foto lagi.

Kami pun keliling warung-warung yang ada tapi nggak beli. Tujuan terakhir, ke resort Taman Simalem. Berangkat!

Saat berada di sana, sudah gelap dan dingin. Usai check in, kami langsung ke restoran hotel. Semua sudah diatur. Wow! Makan malam atas namaku, membuatku girang. Biasanya ada nama suami, ini namaku karena aku yang pesan hotel dan tur, walau duitnya punya suami. Hahaha.

Hot pot. Jenis makanan China itu yang menjadi hidangan di meja. Aku dengar bahwa pemilik resort punya kerjasama dengan orang Singapura. Tahu sendiri bahwa di sana hot pot menjadi masakan khas orang China yang banyak dijajakan di restoran atau warung atau dimasak di rumah. Paling heboh lagi karena aku bisa pesan es soda gembira. Jenis minuman yang waktu masih tinggal di Indonesia sangat aku gemari dan nggak bisa kutemukan di Jerman, kecuali bikin sendiri.

Memasuki resort ini aku merasa ada di hutan, alam bebas gitu. Berhektar-hektar tanah yang ditumbuhi pohon dan tanaman ini memang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal dan mancanegara yang ingin menikmati danau Toba dari ketinggian, yang memang sangat luar biasa cantiknya. Lebih indah dari kalender bergambar danau Toba yang pernah aku lihat. Ini asli. Allah memang Maha Pencipta.

Dulu sebelum datang ke hotel ini, aku heran, mengapa banyak orang membicarakan nyamannya dan puasnya tinggal di sana. Karena memang selain hotelnya cantik, pemandanganya luar biasa indah. Setelah kunjungan ini, aku tahu jawabannya.


Menginap di sana, mantab banget. Resort yang very recommended. Selain menikmati one tree hill, kita bisa ikut kegiatan tracking sampai air terjun pada pukul 10 pagi dan outdoor lainnya seperti naik sepeda dengan meniti satu tali. Ngeri-ngeri sedap! Di one tree hill, ada satu pohon yang tumbuh di sebuah bukit. Dari sanalah kita bisa melihat pemandangan dana Toba yang "wow". Di seberangnya, ada kapal bersandar. Aku berdiri di sana dan membayangkan aku ada di sana sendirian dan aku adalah Mrs. Jack Sparrow. Padahal banyak yang antri. Aku meloncat. Lompatanku dijepret suami dan guide. Aku melayang. Levitating.


Puas ternganga di sana, kami menuju Agromart and Cafe. Asdo berharap bahwa kami bisa menikmati perkebunan bio yang ada di resort. Sayang sekali petugas memberitahukan bahwa sedang ada perbaikan. Kami tidak diizinkan jalan-jalan di sana. Sebagai pengobat sakit hati, aku beli jus stroberi. Rasanya nendang. Produk lokal yang tanpa bahan kimia, rasanya joss. Tempat ini pernah mendapatkan penghargaan sertifikat keunggulan tahun 2018. Penghargaan terbaik itu ditujukan untuk mengakui properti yang selalu menerima penilaian tinggi di Trip Advisor.

Sebelum kembali ke mobil, aku membayar jus. Aku lihat biji bunga di meja kasir. Mau beli tapi aku nggak yakin apa diizinkan untuk memasuki wilayah negara Jerman. Nggak mau cari masalah lewat bea cukai negara orang.

3.Hari ketiga, dari Taman Simalem, ke Berastagi lalu Medan

Bangun pagi. Sunrise biasa pukul 5.30 tapi kami lihat, kok, nggak ada. Mungkin cuaca kurang cerah. Nggak mujur. Suami usul menginap di resort diperpanjang saja. Aku nggak mau. Mau ke Medan. Kembali ke kota itu, kami melewati jembatan yang sedang diperbaiki. Kondisinya memprihatinkan. Hatiku dag-dig-dug-der sambil berdoa. Slaman-slumun-slamet, bismillah.

Sembari nyetir, Asdo menerangkan bahwa setiap restoran memiliki istilah B1 dan B2. B1 itu Biang atau anjing. Sedangkan B2 itu babi.

Jam demi jam berlalu, kami tiba di Berastagi. Itu pasar dekat taman Mejuah-juah. Kami melihat sayuran dan buah-buahan seperti di pasar Bandungan. Sayang, tamannya sedang dalam perbaikan. Nggak boleh masuk. Biasanya, anak-anak menyukai naik kuda. Tapi di sana walau digelar banyak kuda, bahkan ada yang pink, anak-anak nggak mau. Kata mereka kudanya kasihan kecil-kecil. Namanya biasa naik kuda Jerman dan Hongaria yang gedeeee banget, mereka nggak tega. Padahal kuda-kuda di sana kayak aku, otot kawat balung wesi. Walaupun badannya kecil tapi kuat dan kencang larinya. Hahahaha. Ya, sudahlah. Yang jadi orang tua manut. Bisa menyelamatkan uang untuk bayar naik kuda, buat kebutuhan lain.

Kami jalan-jalan lagi ke kandang-kandang yang mengurung kelinci dan anjing kecil. Lucu-lucu. Anak-anak pengen beli. Aku geleng kepala. Repotttt.

Tadinya kami ada jadwal tur ke istana Maimun yang dibangun 1888. Karena sudah dua hari sebelumnya jalan-jalan sendiri, kami bilang ke guide nggak perlu ke sana tapi langsung ke hotel kami di bandara, untuk pagi-pagi berangkat ke Jakarta.

Berapa bea yang harus disiapkan?

Dari kisah jalan-jalan kami yang aku ceritakan tadi, ada di antara kalian yang akhirnya tertarik untuk berwisata ke danau Toba? Pasti pertanyaan soal biaya.

Beruntung bagi kalian yang tinggal di Indonesia. Pesawat dari rumah kalian ke Medan atau Sibolangit, pasti nggak sebanyak yang kami keluarkan dari Jerman ke Indonesia. Sudah jauh, mahal pula.

Harga yang dipatok agen travel pilihan kami adalah Rp 3.065.000/ Pax. Karena anak-anak umurnya sudah diatas 12 tahun, dihitung dewasa juga. Makanya waktu aku nawar diskon, nggak dikasih. Hahaha. Dasar ibuk-ibuk tukang nawarrrr. Maafkan.

Kalau kalian tanya untuk apa saja tiga jut aitu, aku coba rincikan. Bea sebesar itu ternyata untuk:

  • menginap dua kali hotel di Parapat - Niagara Hotel 4* (Superior Room) dan di Taman Simalem - tipe kamar Deluxe)
  • 2 kali makan pagi , 2 kali makan siang , 2 kali makan malam
  • Mobil Innova dengan AC
  • Driver juga selaku guide
  • bea masuk tempat wisata tujuan, bea parkirnya
  • air mineral selama perjalanan
  • souvenir ulos

Harga itu tidak termasuk:

  • Pengeluaran pribadi seperti laundry dan snack
  • Tiket pesawat
  • Asuransi
  • Tip driver

Tip? Bingung juga, sih memberikan tip kepada sopir sekaligus guide. Belum ada pengalaman. Hanya saja aku ingat, waktu di Raja Ampat, guide privat mintanya Rp 500.000 per hari untuk lokal dan Rp 600.000 per hari untuk orang asing. Jadi aku kira-kira sendiri berapa tips selama 3 hari tur, walau pastinya sopir sekaligus guide sudah mendapatkan honor dari agen tur. Ini uang saku. Menurut pengakuannya selama mengantar, dulu sebelum corona, dia bekerja sebagai sopir tetap. Sekarang setelah menikah dan mempunyai anak, lebih memilih untuk menjadi sopir lepas dari agen. Ia bisa bebas menentukan kapan bekerja dan kapan  berada di rumah.

Belakangan sepulang dari trip ke Jerman aku tanya pihak agen dan mereka memberi informasi bahwa di Medan biasanya tips guide Rp 40.000 per orang per hari. Tinggal mengalikan saja kemudian disesuaikan dengan pikiran dan hati kita. Wani piro?

***

Ya, sudah, setelah kalian tahu bagaimana pengalaman kami jauh-jauh dari Jerman datang ke Danau Toba dan apa saja yang sudah kami nikmati di sana, semoga kalian yang belum ke sana, tertarik untuk datang. Bunga mawar harum baunya, Indonesia banyak pulaunya. Nikmatnya jalan bersama keluarga, amboi indahnya Indonesia. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun