Akhirnya, kapal berangkat juga. Tapi, ya ampun, bunyi musiknya kenceng banget kayak orang kondangan. Anak-anak pun segera pindah tempat duduk karena speaker mengarah kepada kami. Mereka duduk agak ke depan.
Aku perhatikan pelampung oranye yang ada di langit-langit kapal. Itu untuk pengaman kalau saja ada kejadian fatal. Ah, semoga aman. Aku ngeri membaca berita kapal yang menyeberang di sana, tenggelam. Walau kami bisa berenang, pasti dingin, ya. Dan takut kalau ada naganya yang lewat siap melahap. Benarkah di danau Toba ada naganya? Psst kata yang jualan di pasar, ada sih. Karena aku tahu legenda Baruklinting di Rawa Pening dan suka nonton film Holywood, aku percaya. Aku suka berfantasi.
"Bener di dalam danau Toba ada naganya?"Aku sangat ingin tahu legenda itu benar nyata atau hoax.
"Pssst ... jangan keras-keras. Dulu ada, sih." Kata si mbak yang jualan blazer dengan motif naga.
"Pak, aku yakin di dalam sana ada danau toba. Jangan renang ya, pak." Aku wanti-wanti suamiku.
"Renang? Nggak mau. Dingin. Bukan karena naga, bu. Kamu gila." Suamiku mengolok-olokku. Aku melengos. Bersikukuh, percaya pasti ada naganya di kedalaman air yang gelap.
Pukul 11.20 kami sudah sampai di desa Tomok, di mana legenda raja Sibutar berada. Di sana kami mendengarkan Asdo Jet Lee menceritakan kisah para raja. Menarik sekali waktu dia kasih tahu bahwa salah satu raja yang belum menikah, tapi di makamnya, ada patung perempuan. Itu adalah mantan kekasihnya, yang diguna-guna orang jahat untuk menjauhi sang raja dan menolak dinikahi. Saking cintanya, ia ingin supaya kalau wafat, ada patung jantung hatinya itu. Ulos sesuai warna kesukaan sudah ada di Pundak kami. Aku suka pink tapi karena T-shirt warna merah, lebih bagus pakai ulos kuning supaya kontras dan cetar tertangkap kamera. Anak bungsu pakai pink, anak nomor dua pakai merah, suami -- biru. Cakep banget. Sayang nggak boleh dibawa pulang. Ulos wajib dikembalikan wisatawan sembari nanti memasukkan uang sumbangan di kotak.
Puas menikmati wisata sejarah, aku minta Asdo untuk mencari anak-anak kampung. Kami sudah siap membagikan tas kain berisi permen dan boneka. Usai dibagikan, kami foto bersama. Aku gemes, karena ibu-ibu ngomel nggak dibagi. Yah, ini khusus untuk anak-anak. Hari yang menyenangkan melihat wajah anak-anak yang bersyukur mendapat kenangan yang bagi anak-anak Jerman adalah hal yang biasa.
Kami pun digiring ke jadwal tur berikutnya. Namun, melewati pasar tradisional adalah godaan yang paling menyesakkan dada. Belanjanya harus cepat padahal harus pakai nawar. Aku membeli rompi panjang dengan motif khas danau Toba, satunya Rp 150.000. Murah, ya. Mana bonus dipanggil "cantik" lagi sama tante penjualnya yang dagang. Di los berikutnya, aku beli blaser pendek yang memiliki motif keren, dengan harga yang sama. Ditambah satu sabuk dari manik-manik seharga Rp 50.000. Saking asyiknya shopping, aku baru sadar, keluargaku hilang!!! Untungnya ada ibu-ibu yang bilang mereka belok ke kiri, di mana ada obyek wisata budaya si Gale-Gale. Di sana, ada kursi dan meja ruang tamu yang terbuat batu. Di sebelah kiri tampak jajaran empat rumah kayu dengan atap khas gadang. Rumah keempat ada dua patung di depannya. Menurutku, obyek wisata ini bisa dibuat lebih menarik lagi. Misalnya dengan caf, di mana turis bisa mencicipi makanan dan minuman khas raja-raja atau izin memasuki rumah adat, seperti di Toraja (Tongkonan). Tempat wisata ini harus dipoles.
Tertulis di pengumuman, jika ingin menyaksikan patung Sigale-gale. Menari, bea Rp 100.000 (?). Rombongan turis berjumlah 15 orang yang kalau nggak salah dari perawakannya aku pikir Italia atau Spanyol tampak menari dipandu seorang penduduk lokal. Masing-masing memakai ikat kepala dan ulos. Mereka mengikuti gerakan tarian si bapak, sambil senyum dan ada yang ketawa. Aku senang banget menyaksikannya. Menurutku, itu akan menjadi memori manis yang nggak bakal dilupakan mereka kalau pulang ke negaranya. Bisa diceritakan kepada siapapun di sana dan tentunya, menjadi promosi supaya orang yang mendengarkan kagum dan ikut berkunjung suatu hari nanti. Anak-anak sudah bosan, ingin melanjutkan perjalanan. Aku pesan supaya mereka lihat sampai tuntas, karena pertunjukan begini hanya ada di sini. Mumpung di sana harus dinikmati dengan hati. Jangan keburu-buru. Guide sudah kupesan bahwa kami pakai kapal yang pukul 12 saja bukan 11. Sebabnya aku ingin menikmati sesuatu yang luar biasa di pulau Samosir.
Di pelabuhan, kapal belum datang. Aku sambi berkeliling mencari anak-anak kecil, untuk menghabiskan sisa boneka yang masih ada. Nggak berapa lama, kami masuk kapal Rodame". Di sanalah aku kembali membagi sisa boneka pada penumpang yang masih balita. Hampir sejam kami sampai juga ke seberang. Lagi-lagi suamiku pengen menerbangkan drone. Aku jalan-jalan disekitar bibir danau, membunuh bosan yang tak mau pergi.