Mataku memandang sesuatu. Ngakak, ada bus pink "Zahra Trans" dengan hiasan bantal Sponge Bob di jendela bagian depannya. Secara kebetulan, anakku yang nomor dua punya bantal untuk ilernya sejak bayi. Sekarang ia sudah berumur 18 tahun. Bayangin nggak sih, betapa lusuhnya boneka Sponge Bob yang sudah kucuci berapa juta kali.
Tas ransel isi kamera DSLR aku keluarkan. Kuambil foto keindahan yang ada. Ya ampun, dari angel manapun, danau Toba parasnya aduhai. Nggak nyesel jauh-jauh dari Jerman ke sana. Walaupun boleh dikata badan cuapeknya minta ampun dan tentunya, beanya nggak murah.
Di dalam perjalanan menuju hotel berikutnya, aku tersenyum melihat rombongan ibu-ibu berpakaian seragam merah-putih zaman SD di pick up bak terbuka. Mereka joget-joget gitu, deh. Ah, bahagianya.
Mobil berhenti. Ternyata sudah pukul 2 sore, kami harus makan siang. Lauknya ikan dan kering tempe. Ada sop tahu, sayur hijau dan tentunya nasi di hotel Atsari. Di seberang restoran hotel, pemandangan. Anak-anak nggak suka ikan. Untung masih doyan tempe. Maklum, aku selalu setok tempe di freezer. Secara berkala aku tampilkan mendoan sebagai lauk makan di rumah kami. Jadi nggak heran kalau mereka suka tempe, tahu dan krupuk. Namanya juga (separoh) anak Indonesia. Itu makanan berprotein nabati tinggi dan langka di Jerman.
Perut sudah terisi, tur lanjut ke daerah atas. Pukul 16.30 kami sampai di gardu pandang Simarjarunjung. Sayang berkabut karena hujan. Sungguh belum beruntung. Ya, sudah, kami minum bandrek yang terkenal di sana sebagai penglipur lara. Kaki kami menapaki jalan kecil ke caf. Sepi di dalam. Aku ngeri membayangkan pasca corona wisata Indonesia jatuh. Hanya kami berdua turis yang datang di caf itu. Padahal biasanya penuh!
Tak lama kemudian, kami pamit pada si ibu yang sudah meramu jahe tadi. Sebelum masuk mobil untuk meneruskan trip, aku tertarik melihat rombongan ibu-ibu dari Simalungun berbaju merah-merah yang sedang berjoget. Akupun ikut berjoget dan mengabadikannya dengan HP. Saking senengnya, aku posting di Instagram. Sehari langsung ditonton 229 orang. Promosi betapa kebahagiaan orang-orang Indonesia itu sederhana banget, aku harap mengena.
Mobil meluncur lagi. Di pinggir jalan banyak monyet! Pukul 16.44, kami lewat di Tiga Runggu. Asdo tanya apakah kami mau selfie di sebuah point yang menyediakan tempat yang instagramable dengan bentuk hati. Jadi. Fotonya bagus. Aku unggah di Instagram betulan, lho. Dari sana pasti pada yakin, Indonesia kaya! Alamnya indah memesona.
Nggak berapa lama, kami lanjutkan perjalanan lagi. Pukul 18.18, kami sampai di air terjun Si Piso-piso yang memiliki ketinggian 110 meter. Mobil parkir di depan gerbang. Aku segera turun dengan ransel isi kamera, suami dengan drone. Hanya dalam hitungan 3 menit, pemandangan bak surga itu lenyap! Gara-garanya ada wedus gembel yang datang terbawa angin. Jalannya cepat banget. Untung aku sigap, sudah foto. Karena kami kecewa hanya sebentar saja lihatnya, Asdo janji bahwa kami akan ke sana lagi untuk mengulanginya dan memiliki kesempatan berfoto-foto lagi.
Kami pun keliling warung-warung yang ada tapi nggak beli. Tujuan terakhir, ke resort Taman Simalem. Berangkat!
Saat berada di sana, sudah gelap dan dingin. Usai check in, kami langsung ke restoran hotel. Semua sudah diatur. Wow! Makan malam atas namaku, membuatku girang. Biasanya ada nama suami, ini namaku karena aku yang pesan hotel dan tur, walau duitnya punya suami. Hahaha.
Hot pot. Jenis makanan China itu yang menjadi hidangan di meja. Aku dengar bahwa pemilik resort punya kerjasama dengan orang Singapura. Tahu sendiri bahwa di sana hot pot menjadi masakan khas orang China yang banyak dijajakan di restoran atau warung atau dimasak di rumah. Paling heboh lagi karena aku bisa pesan es soda gembira. Jenis minuman yang waktu masih tinggal di Indonesia sangat aku gemari dan nggak bisa kutemukan di Jerman, kecuali bikin sendiri.