Nggak salah ketika mereka lewat rumah kami, mereka mampu berujar, "Aku pernah masuk di rumah ini dan makan di sana." Banyak tamu, banyak rejeki. Betul?
5. Meminta izin ketika membangun atau merenovasi rumah
Sebelum membangun pagar rumah, kami harus ada izin dari pemda. Setelah mengajukan surat dan meeting di kantor beliau, beliau menyanggupi untuk sidak dulu sebelum izin turun.
Begitu beliau melihat-lihat lokasi di mana pagar akan dibangun, kami jadi tahu bahwa jika ingin membangun pagar, pemilik rumah hanya wajib meminta izin kepada tetangga sebelah kanan dan sebelah kiri, bukan tetangga belakang rumah atau seberang rumah.
Ingat, tetangga seberang rumah suka ribut kann. Nggak perlu izin dia dan izin dari tetangga kanan-kiri keluar. Surat izin dari pemda juga sudah terbit, kalau ada apa-apa bisa ditunjukin tetangga yang rewel. Aman.
Sedangkan adab bertetangga menurut Islam itu salah satunya adalah tidak boleh membangun tanpa seizin tetangga. Takutnya kalau pagar terlalu tinggi bisa menghalangi sinar matahari ke tempat tetangga. Atau pagar menghalangi pemandangan indah dari rumah tetangga.
Tetangga dalam arti 40 rumah ke depan, 40 rumah ke belakang, 40 rumah ke samping (tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh). Berarti kalau di tempat saya bisa sedesa lantaran penduduknya sedikit. Hehehe.
6. Menjenguk jika ada yang sakit
Sekalipun nggak diundang ke pesta ultah atau pesta pernikahan tetangga, nggak menyurutkan hati kami untuk selalu jadi baik. Namanya budaya Jerman yang lebih suka kualitas daripada kuantitas.
Pembatasan siapa yang diundang sudah jadi hal yang biasa. Nah, kalau ada yang sakit, biasanya jarang ada orang yang menjenguk. Paling banter kirim kartu semoga lekas sembuh alias "Gute Besserung."
Kalau di tempat saya di kampung dulu, sebelum corona, kalau ada yang sakit datanglah orang se-RT, se-kelas atau se-kantor. Rame. Di Jerman tidak begitu.