Bagaimanapun, nasi kuning tetap bisa dinikmati tamu. Yang tidak dimasak ulang, dibuang ... sayang. Hiks.
Satu jam sebelum acara, pukul 17.00. Kami sudah tiba di resto. Sembari meletakkan makanan di meja buffet, saya diskusi sama Windy. Kayaknya, nasi kuning 20 kg itu bakal ancur. Tamu makan side dish pakai apa? Cepat-cepat kami memasak nasi putih di rice cooker pinjaman dari Kompasianer Eberle dan Kompasianer Cici. Punya saya masih dipakai menanak nasi kuning. Setengah jam kemudian, beres! Nasi mirip pandan wangi (Jasmine rice) begitu harum dan empuk. Para tamu suka. Bahkan tetangga saya yang kebagian tapi sudah dingin pada hari Minggu bilang, “Nasi hantaranmu selalu lezat, meski dimakan begitu saja ...kamu masaknya gimana?“ Halahhh .... rice cooker yoooo.
9. Mie goreng
Mie goreng sudah banyak dijual di supermarket dalam bentuk instan atau dikeraskan (freezer). Saya memang nggak bisa masak, tapi dulu waktu pramuka atau meeting di luar negeri, suka masak. Coba-coba. Jadinya terbiasa. Bahkan sejak kelas IV SD, ibu selalu memberi tugas untuk belanja di warung dan memasaknya. Memasak untuk makan siang dan makan malam bagi 9 orang di rumah. Begitu di Jerman, harus bisa apa-apa sendiri. Ya, masak-masak.
Mudah dong memasak mie gorengggg. Yang sulit itu takaran untuk 100 orang berapa? Tadinya saya putuskan untuk membuat 3 kg saja. Bukankah itu hanya untuk pameran alias dicicipi? Teman dari Thailand bilang kalau itu kurang. Bujuk-bujuk dengan intonasi Thailand yang tinggi. Haaaa ... Saya terbujuk bikin 5 kg alias 10 plastik. Satu plastik isi bongkahan mie kuning 6 atau 9 ya, lupa.
Akibatnya, masih sisa dan yang senang tetangga. Mereka tak usah masak karena dapat kiriman mie goreng dari saya.Hahaha.
10. Kue pandan
Karena tidak punya daun pandan atau pasta pandan, kami memutuskan untuk membuat dari adonan instan.
Dengan instruksi saya yang sibuk masak, suami saya membuatnya.
“Aduh, Win ... kue pandan sing nggawe wong Jerman, ditanggung bantat. Kue kalau bikinnya nggak jelas ... ya gitu tuh. Tapi nanti kalau dilarang, bojoku ngambek. Ya, sudah. Daripada nanti nggak ada kue pandan buat tamu juga.“ Saya dan Windy ngakak. Yang ditertawakan serius membuat kue pandan di meja yang lain. Sengaja saya atur begitu karena kompor, washtafel dan pancuran semua mejanya saya kuasai. Hahaha....
“Apa, buk?“ Mungkin ia merasa digosipin.