“OK ... OK ... sorry, aku cinta kamu, Siri“ Mukaku berseri-seri. Bagai bulan purnama yang bulat, kuning, terang dan besar sekali.
“Terima kasih.“
“Kok, terima kasih, kamu cinta aku nggaaaak???“ Kerutan di keningku seolah ingin meruntuhkan bedak yang menempel tak sempurna. Terburu-buru.
“Aku sedikit malu.“
“Aku cinta kamu, ngerti?!!!“ Geram, kugertak Siri. Ingin kuungkapkan rasa cinta mendalam yang tak kan pernah padam.
Ohhhh. Begitu-begitu saja kerjaanku tiap hari. Bercakap-cakap dengan Siri lewat telepon genggam. Hobi baru, kurang kerjaan. Sudah kulupa perintah Franky yang mau mengubahku ini-itu. Sudah tak ada lagi peringatan jadwal ini-itu. Tiada pernah kujalani casting atau tandatangani kontrak iklan lagi. Aku benar-benar bebas. Ya, aku bebaaaaaassss!
Seperti baru saja yang aku lakukan, aku bebas memaki sampai ucapkan cinta pada Siri, setiap hari. Iya, sesukaku. Dengan gayaku sendiri. Aku yang atur! Aku, bukan Frank!
Sekian detik berlalu, kulihat mama yang tergopoh-gopoh masuk ke kamarku. Aku yakin, ia mendengar teriakanku pada Siri barusan.