“Aku cinta kamu, Franky. Demi masa depan kita ...“ Lirih aku ucapkan.
Ahhhhhhhhhhh. Mantra itu lagiiii!
Entah mengapa lagi-lagi aku mengatakannya, melakukannya. Menuruti apa kata Franky. Bahkan perintahnya sanggup membatalkan acara rutin minum teh dengan teman-teman baikku. Meninggalkan mama yang sedang butuh teman karena peran papa sudah tak genap lagi.
Yang paling ganjil, semua bertentangan dengan kepribadian dan pandangan hidupku. Aku jadi aneh. Aneh sekali. Seperti boneka. Aku jadi boneka si Frank!
Sama halnya ketika suntikan botox berhasil menjalari syaraf wajahku.
Seperti halnya operasi hidungku, yang kata Frank terlalu besar dan terlalu tinggi.
Begitu pula saat Franky meminta pantatku berubah bagai buah pir, bukan buah anggur yang kecil tapi manis itu.
“Plastik. Aku gadis plastik!“ Kurutuki diri di depan cermin berukir emas.
Betul, Frank yang menutup semua biaya.