“Asal kamu menuruti semua syarat-syarat yang ia ajukan, itukah makna cinta yang kalian elu-elukan?“
“Mama nggak seneng ya, Lea main operasi?“ Merajuk. Aku merajuk. Dulu, kalau aku merajuk, mama menghadiahiku coklat Milka isi kacang mete dan wajahku berubah.
“Sejak kamu lahir sampai sebelum kamu operasi ini-itu, mama mencintaimu apa adanya, sayang.“
“Mama lihat kan, makin banyak tawaran iklan karena Lea berubah. Temen Lea tambah banyak, Ma. Lihat saja facebook, twitter sama instagram Lea. Follower-nya banyak lho, ma, ratusan ribu.“
“Yakin, kamu bahagia? Kalau iya, terserah kamu, Lea ... kamu sudah dewasa. Sebentar lagi umurmu 25. Mama hanya takut kamu kebablasan dan tak bisa mundur meski satu langkahpun. Mama sayang kamu, Lea. Mama nggak ingin kehilangan anak mama tersayang.“
Aku yakin, Mama bermaksud baik. Ia ingin meyakinkan bahwa cinta tetap masih bisa memilih yang terbaik. Tapi tidak akan pernah terjadi kalau berdua dengan Franky yang dominan bahkan kadang, cenderung kasar!
“Udah, ah ... Lea capek, Ma ... mau tidur.“ Mama diam seribu bahasa. Mama menunduk, lalu cepat-cepat meninggalkanku. Kulihat wajahnya masih bisa tersenyum tapi mama tak bisa bohong. Ada rasa tak suka yang mama pendam di sana.
Kututup pintu.
Ruangan kamarku sepi. CD yang aku putar, sudah terhenti. Aku merenung mencerna kalimat mama yang menari-nari di bejana otakku. “Ah, mama ....“