Betul, karena perubahan dalam tubuhku, kontrak yang kuterima seperti hujan emas. Pundi-pundiku kian terisi.
Betul, fansku tambah banyak dan makin terkenal saja.
Bukan, ternyata bukan itu yang ingin kuraih. Aku ingin jadi diriku sendiri! Apa adanya, bukan mengada-ada apa yang sebenarnya tiada.
Uhhhhhhh .... Kadang aku lelah tapi tetap saja tak sanggup menghilangkan mantra yang Franky gaungkan padaku selalu “Demi masa depan kita.“
*
Hingga datanglah sebuah koma dalam jiwaku. Mama seperti membaca pikiranku. Perempuan yang beberapa waktu lalu pernah jadi mama tercantik dan tersibuk sedunia itu mendatangi kamarku. Nggak biasanya ...
“Kamu beneran seneng dan serius sama Franky?“ Mama memijat kakiku. Waktu kecil, mama memang biasa menyentuh kaki-kakiku di atas kasur, sebelum tidur. Kebiasaan yang menghilang saat aku beranjak dewasa.
“Cinta mati, mah.“ Mataku terpejam. Senyumku melebar, sebentar kemudian, menciut.
“Maksudmu cinta bersyarat?“
“Kok bilang gitu, ma?“ Mataku terbuka. Kaget dengan pertanyaan mama barusan.