Aku pulang ke kosan dengan kepala penuh tanda tanya. Anak yang hilang? Terus siapa yang ketok-ketok jendela aku? Semakin aku mikir, semakin nggak enak perasaanku.
Malamnya, semuanya *terulang lagi*. Ketukan itu muncul tepat jam 11 malam. Kali ini lebih keras, lebih cepat. "Tok-tok-tok-tok!" Aku langsung nyalain HP buat rekam suara, tapi begitu aku mendekat ke jendela, suara itu berhenti. Sunyi. Hening banget, sampai aku bisa denger detak jantung sendiri.
Aku nggak tahan lagi. Dengan gemeteran, aku buka tirai jendela. Dan di sana... aku ngeliat wajah pucat, dengan mata kosong, melotot ke arah aku dari luar jendela. Rambutnya panjang, acak-acakan, dan mulutnya menganga seperti mau teriak.
Aku langsung mundur jatuh ke lantai, HP aku terpental. Pas aku coba lari keluar, pintu kamar nggak bisa kebuka, kayak ada yang nahan dari luar. Aku teriak sekenceng-kencengnya, tapi nggak ada yang dateng.
Tiba-tiba, suara berbisik itu muncul lagi, tapi kali ini lebih jelas. *"Mas, mau temenan sama aku nggak..."*
Aku langsung baca doa apa aja yang aku inget. Dan anehnya, tiba-tiba suara itu hilang. Lampu nyala lagi. Pintu kamar kebuka sendiri. Tapi pas aku liat keluar... nggak ada siapa-siapa.Â
Esok paginya, aku nekat datengin ibu kos. Dengan suara gemeter, aku cerita semuanya. Tapi reaksi dia bikin aku makin merinding.
"Mas, saya udah kasih tau, kan? Penghuni lama di sini nggak suka diganggu. Coba aja bawa bunga atau makanan kecil ke kamar. Dia cuma mau ditemenin."Â
Serius? Aku harus kasih sesajen buat makhluk itu? Aku nggak tau lagi mau ngapain. Tapi yang jelas, aku mulai sadar... rumah ini bukan cuma tempat tinggal aku. Ada 'mereka' juga di sini.Â
Dan mereka nggak akan pernah pergi.
______&______