Mohon tunggu...
Furqan Cholish
Furqan Cholish Mohon Tunggu... Auditor - Mahasiswa

Ilmu Tanpa Amal Bagaikan Pohon Tak Berbuah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tazkiyat Al-Nafs

12 November 2024   07:45 Diperbarui: 12 November 2024   07:54 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

a. Jiwa al-Ammarah

Jenis jiwa pertama adalah jiwa al-ammarah. Istilah nafs al-ammarah (jiwa al-ammarah) diambil dari ayat Al-Qur’an berikut ini.(Q.S. Yusuf [12]: 53):

وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya:

Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Pada firman Allah di atas, terdapat penggalaan ayat yang artinya berbunyi, “Sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan.” Nafs berarti jiwa, ammarah secara etimologi berasal dari kata kerja amara yang berarti memerintahkan atau mendorong, sedangkan kata al-sui (            ) yang terdapat pada ayat di atas berarti keburukan atau kejahatan. 

Jadi al-nafs al-ammarah (jiwa al-ammarah) adalah jiwa yang selalu mendorongkan hedonisme dengan dua perspektif. Pertama, hedonisme melahirkan etika bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang mendatangkan kepuasan, kelezatan, dan kenikmatan seksual. Kedua, hedonisme adalah keinginan, dorongan, atau hasrat untuk melakukan kepuasan, kelezatan, dan nikmat seksual. Jiwa al-ammarah melahirkan cita rasa tentang baik dan buruk, salah dan benar, serta perlu dan tidak perlu berdasarkan keinginan hawa nafsu semata.

Penycian jiwa tidak hanya membwa efek pada penyembuhan penyakit hati, tetapi juga menjauhkan manusia dari sifat-sifat kebinatangan, yakni membawa kedamaian, kebahagian, kesejukan hati, dan kesehatan mental yang merupakan syarat menjadi pribadi yang dekat dengan Allah. 

Allah tidak dapat didekati oleh manusia yang jiwanya kotor karena Allah maha suci. Penyucian jiwa merupakan tawaran Allah kepada manusia untuk meraih al-falah, yaitu kemenangan, keberuntungan, dan kebahagiaan. Menerima tawaran ini atas menolaknya merupakan hak manusia. Mereka yang menerima akan beruntung dan mereka yang menolak akan rugi, seperti disebutkan pada ayat Al-Qur’an berikut ini.(Q.S.Asy-Syams[91]: 9-10)

قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَاۖ ۝٩  وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَاۗ ۝١٠

Artinya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun