Mohon tunggu...
Nur Rohmi Aida
Nur Rohmi Aida Mohon Tunggu... lainnya -

ingin berkeliling dan mendapati segala hal keindahan yang dimiliki bumi ini...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Om Telolet Om Dan Sepenggal Cerita Anak-Anaknya Suatu Hari

22 Desember 2016   00:18 Diperbarui: 22 Desember 2016   00:33 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi om telolet om. (masduy/Instagram)


Juni 2016

"Anak-anak ini, pada ngpain?" batin saya merasa aneh. Untuk kesekian kalinya saya melihat penampakan beberapa bocah di pinggiran jalan raya sembari memegang HP seolah menyoting jalanan.


Saking setiap kali saya pulang kampung pemandangan itu kerap saya temui di antara jalanan Wonogiri-Nguter-Sukoharjo-Solo, saya jadi penasaran, sesungguhnya apa yang anak-anak itu lakukan?

Maka di suatu kesempatan, saya menghampiri beberapa orang anak di pinggiran jalan arah kartasuro. 

Anak-anak itu memandang saya aneh ketika saya mengerem mendadak di dekat mereka. Saya pun mengerutkan kening dengan ekspresi tak kalah aneh ketika memandang pada hp-hp yang mereka arahkan ke jalanan, sembari satu tangan teracung-acung.

"Kalian ngapain?" tanya saya penasaran.

"Nyari bus telolet, Mbak!" ujar mereka.

"Ha??? Maksudnya?" saya sama sekali tidak paham.

"Bus telolet, Mbaakkk," kata seorang anak yang lain dengan pandangan yang seolah berkata, "Masa lo nggak tahu sih?"

"Bus telolet itu apa?" saya memang tidak dong sama sekali.

"Bus yang klaksonnya telolet," ujar si anak sembari hpnya tetap fokus mengarah ke jalan. Saya berfikir sejenak.

"Memangnya ada ya?"

"Ada,"

Saya berfikir lagi. Sepertinya sejauh ini saya tidak pernah dengar bus berbunyi telolet.

"Kenapa busnya bunyi telolet?" saya makin penasaran.

Anak-anak itu saling pandang. Tampaknya mereka juga tidak mengerti kenapa. Mereka lantas berlari menyebar meninggalkan saya ketika sebuah bus besar lewat. Hanya tinggal seorang anak yang bersedia menjawab saya. itupun dengan ekspresi yang asal tebak.

"Ya...ya... ya biar safety mbak,"

"Hahh?? apa hubungannya?" saya tetap tidak dong

"Ya kan, kalau ada klaksonnya jadi safety," jawab si bocah lagi. saya makin mengerutkan kening. Ahh, jawaban si bocah tidak memuaskan.

Teman-teman anak ini saya lihat mendekat ke jalan raya, lantas kembali mengacungkan jempol pada bus besar yang lewat. Tapi kemudian mereka nampak kecewa saat bus itu melenggang begitu saja. Mereka pun kembali menghampiri saya.

"Hla terus, Ini kalian vidio bus gitu?" saya masih mencoba memahami yang terjadi.

"Iya," jawab mereka kompak.

"Buat apa?"

"Ya, nggak papa mbak," jawab seorang anak

"Di uplod di youtube, Mbak!" jawab seorang anak yang lain lagi,

"Hahh??? youtube? kalian yang uplod?" tanya saya.

"Nggak mbak, kakak-kakak itu," tuding mereka pada segerombolan anak SMA di sebuah warung HIK. Saya jadi berfikir jangan-jangan anak-anak ini hanya dimanfaatkan anak-anak muda itu untuk nyari duit di youtube? Pikir saya terlalu jauh.

"Kalian dibayar?"

"Nggak mbak, buat koleksi aja," saya jadi garuk-garuk kepala. Sebuah bus lewat lagi. Anak-anak itu berlari lagi, mengacungkan jempol lagi, kemudian saat bus itu begitu saja berlalu mereka melengos kecewa lagi.

"Hah, nggak bunyi!" seru mereka. Disini saya baru ngeh, apa yang sebenarnya mereka lakukan. Rupanya anak-anak ini mengacungkan jempol supaya si sopir bus membunyikan klakson yang katanya bunyinya telolet itu. Padahal saya sempat mengira , ini anak-anak mengacungkan jempol untuk nyari tumpangan macam si Kipli yang mengacungkan jempol buat keliling dunia dengan jari. Eh ternyata,.. Hemm...

"Jadi, aku kalau nyari di youtube nyarinya vidio kalian apa?" tanya saya kemudian sembari menghidupkan motor lagi. Saya melirik ke arah jam HP. Percakapan dengan anak-anak ini rupanya cukup membuat saya terlambat masuk.

"Ya cari aja bus telolet mbak!" ujar mereka bebarengan. Alamak, telolet lagi... 

Saya pun kembali menjalankan motor yang kali ini diliputi rasa penasaran ingin secepatnya mengecek youtube dan mencari tahu apa sebenarnya bus telolet. 

Telolet... telolet....hemm, hari itu saya dibuat merasa oon dihadapan anak-anak usia 10 tahunan 

Akhir Juni 2016

Kembali saya pulang kampung. Dan ketika kembali lagi ke Solo, di sebuah jalan depan jembatan timbang Wonogiri riuh anak-anak beramai-ramai memvidio jalanan. Kali ini saya sudah tahu apa yang anak-anak itu lakukan. Memvidio bus telolet. Tapi saya tetap terketuk untuk menghentikan motor menghampiri mereka.

"Kalian bikin vidio bus telolet?" tanya saya retoris.

Expresi anak-anak itu sama seperti beberapa anak di jalan Kartasuro sebelumnya. Memandang saya aneh.

Tapi kemudian seorang anak mendekati saya, yang lantas diikuti yang lainnya. "Iyo mbak. Mbak mau vidio bus telolet juga?"

Nyaris saya tergelak dengan pertanyaan polosnya. Tapi saya tahan. Duhh dek, kakak sudah seanggun ini, masa iya mau ngacungin jempol, lari-lari ngejar bus sembari bikin vidio telolet. Batin saya narsis.

“Kakak ke sini bukan mau vidio bus telolet. Tapi mau memvidio kalian?” ujar saya membuat anak-anak itu terbengong sesaat.

“Memvidio kita?” tanya mereka aneh.

“Iya, nanti kalian vidio bus telolet, terus aku vidio kalian,” ujar saya lantas mulai mengeluarkan kamera pocket dari tas.

“Bus yang bunyi telolet itu apa aja?” tanya saya mengalihkan perhatian mereka yang masih nampak belum mengerti.

“Banyak mbak. Agramas, bus-bus Jakartanan itu pokoknya. Truk sekarang juga banyak yang pakai telolet,” jelas si anak yang nampaknya jadi ketua dari anak-anak ini.

“Tak weruhi vidioku mbak -aku liatin vidioku, mbak-”

“Punyaku juga banyak Mbak”

Anak-anak itu lantas memperlihatkan hape-hapenya kepada saya. Saya sebenarnya hanya ingin melihat salah satu saja. Tapi antusiasme anak-anak itu memperlihatkan hasil vidio-vidio mereka, membuat saya tak tega menolaknya. Akhirnya pagi itu saya cukup lama menghabiskan waktu demi melihati vidio-vidio mereka.

 Duhh dek, ampun. Kalian sebegitunya ngefans dengan klakson telolet ya?

Nyaris semua galeri mereka penuh foto bus telolet. Dan vidionya juga penuh dengan klakson bus telolet yang bermacam-macam dengan latar belakang pengambilan gambar yang berbeda-beda tapi masih di sekitaran Wonogiri kota.

Sejenak saya terdiam, membatin dan merasa kok anak-anak ini nggak penting banget ya? Kenapa orang tuanya nggak melarang mereka? Ini kan bisa berbahaya, kalau tiba-tiba tak sengaja kesrempet bus bagaimana?

“Hoy, bus woy!” teriak salah seorang anak yang langsung membuat anak-anak di depan saya bubar. Menghambur mendekat ke jalan raya. Mengacungkan jempol dan siaga dengan kameranya.

Sebuah bus besar mengklasonkan teloletnya. Anak-anak itu pun girang bukan kepalang. Padahal telolet bus itu hanya singkat tapi mereka sudah bisa terbahak-bahak bahagia. Sayangnya, karena tadi tak cukup fokus menyiapkan kamera, saya jadi ketinggalan memvidio anak-anak itu.

“Lagi, woy, lagi!” Anak-anak yang lain berteriak heboh, saat sebuah bus di belakang deretan mobil-mobil yang lalu lalang mulai terlihat samar-samar.

Anak-anak itu bersiap, berjajar di pinggir jalan sembari tentu saja, mengacungkan jempol. Saya sudah bersiap dengan kamera kini.

“Tinnn” hanya satu dentuman klakson biasa dari bus itu. Tak sesuai harapan, anak-anak itu melengos kecewa.

Tapi kemudian mereka tertawa-tawa lagi, bercanda entah mencandakan apa. Disitu kemudian saya jadi ikut tersenyum. Ahh, rasanya anak-anak pengejar telolet tak terlalu buruk kok. Sekilas mereka memang terlihat tak terlalu melakukan hal-hal penting. Tapi justru setidaknya anak-anak ini menjadi punya interaksi dengan teman-teman sebayanya. Memanfaatkan hape tapi tetap tak menjadi anak-anak gadget minded. Yah, dan saya bersyukurnya, hape anak-anak ini tidak dipenuhi dengan gambar-gambar tak senonoh ataupun vidio-vidio tak layak lainnya. Hape mereka full berisi vidio bus.

“Kenapa sih, kalian suka vidio bus telolet?” tanya saya penasaran.

“Lha kekinian lho, mbak!”

“What?” saya terkikik. Anak-anak ini rupanya tau juga istilah kata kekinian.

“Nanti di sekolah ditunjukin ke temen-temen mbak,” ujarnya kemudian. Lantas saya jadi terkenang, dulu jaman saya SD trendnya itu koleksi kertas binder. Saling bertukar bahkan sampai ke anak-anak SD sekolah lain. Dan paling seneng itu kalau dapet kertas binder merk harvest. Yeah, sejenak saya jadi paham rasanya mengikuti trend kekinian ala anak-anak.

“Bus lagi, bus lagi!” teriak mereka lagi. Lantas menghambur lagi. Kali ini mereka girang bukan main. Klakson bus telolet mendengung cukup panjang. Duhh anak-anak, sebegitu sederhananya kebahagiaan kalian.

“Yahh, aku belum dapet vidio kalian!”ujar saya kecewa. Lagi-lagi saya ketinggalan memvidio.

“Mbak, vidio kita bayar lho mbak!” ujar si anak ketua.

“Hee???” Saya mendadak shock mendengar pernyataan barusan.

“Hooh mbak, bayar!”

“Bayar mbak, bayar!” rajuk mereka. Glekk, alamak, saya musti jawab apa coba?

“Aku ra nduwe duit dikk, -aku nggak punya uang-” mendadak adem panas. Bisa tekor nih bayarin anak-anak sebegitu banyaknya.

“Yuh mbak, Rp. 2000 wae mbak. Jajake es teh tog aja buat kita-kita –bayarin es teh aja” Ujar mereka memelas.

Gubrak. Waduh, ni anak-anak nggak tega nolak sebenernya. Tapi kalau diturutin sama saja mendidik yang tidak baik. Antara pengin ngakak, panik, dan bingung melakukan apa.

Untungnya tak beberapa saat kemudian, Agra Mas melenggang dari kejauhan.

“Dek, dek Agra Mas dek! Telolet” seru saya menduding ke arah datangnya bus. Anak-anak itupun langsung menghambur. Dalam hati saya bersyukur luar biaasa. Wkwkwk. Untung saja. Sebelum anak-anak itu kembali saya lantas mendekat ke arah motor saya, mulai menaikinya dan lantas mengucapkan salam perpisahan ke adek-adek telolet.

“Yah, mbak, yahhh. Es teh mbak,” ujar mereka.

Saya hanya tersenyum. “Bye dek,”

Ujar saya lantas kabur. Hahaha

21 Desember 2016

350x350-3c7d6c54c9b9e2cc27f5419d9228fb28-585ab5797097738430925952.jpg
350x350-3c7d6c54c9b9e2cc27f5419d9228fb28-585ab5797097738430925952.jpg

Jagad sosial media mendadak tenar dengan Om Telolet Om. Tak tanggung-tanggung, dunia internasional pun ikut menyambutnya dengan riuh. Akun-akun orang Indonesia menteloleti siapapun dengan kata Om Telolet Om. Meme-meme pun berkeliaran memenuhi timeline dengan parodi-parodi Om telolet Om. 

Memandang Hape, membuka timeline sosial media, saya hanya bisa terkikik-kikik, geli, dan ingat lagi dengan bocah-bocah telolet yang saya temui beberapa bulan lalu.

Ahh, dek, Hari ini sederhananya bahagia kalian merebak ke penjuru dunia. Mendinginkan Indonesia yang beberapa hari terakhir ini terasa panasnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun