“Tinnn” hanya satu dentuman klakson biasa dari bus itu. Tak sesuai harapan, anak-anak itu melengos kecewa.
Tapi kemudian mereka tertawa-tawa lagi, bercanda entah mencandakan apa. Disitu kemudian saya jadi ikut tersenyum. Ahh, rasanya anak-anak pengejar telolet tak terlalu buruk kok. Sekilas mereka memang terlihat tak terlalu melakukan hal-hal penting. Tapi justru setidaknya anak-anak ini menjadi punya interaksi dengan teman-teman sebayanya. Memanfaatkan hape tapi tetap tak menjadi anak-anak gadget minded. Yah, dan saya bersyukurnya, hape anak-anak ini tidak dipenuhi dengan gambar-gambar tak senonoh ataupun vidio-vidio tak layak lainnya. Hape mereka full berisi vidio bus.
“Kenapa sih, kalian suka vidio bus telolet?” tanya saya penasaran.
“Lha kekinian lho, mbak!”
“What?” saya terkikik. Anak-anak ini rupanya tau juga istilah kata kekinian.
“Nanti di sekolah ditunjukin ke temen-temen mbak,” ujarnya kemudian. Lantas saya jadi terkenang, dulu jaman saya SD trendnya itu koleksi kertas binder. Saling bertukar bahkan sampai ke anak-anak SD sekolah lain. Dan paling seneng itu kalau dapet kertas binder merk harvest. Yeah, sejenak saya jadi paham rasanya mengikuti trend kekinian ala anak-anak.
“Bus lagi, bus lagi!” teriak mereka lagi. Lantas menghambur lagi. Kali ini mereka girang bukan main. Klakson bus telolet mendengung cukup panjang. Duhh anak-anak, sebegitu sederhananya kebahagiaan kalian.
“Yahh, aku belum dapet vidio kalian!”ujar saya kecewa. Lagi-lagi saya ketinggalan memvidio.
“Mbak, vidio kita bayar lho mbak!” ujar si anak ketua.
“Hee???” Saya mendadak shock mendengar pernyataan barusan.
“Hooh mbak, bayar!”