Mohon tunggu...
Nur Rohmi Aida
Nur Rohmi Aida Mohon Tunggu... lainnya -

ingin berkeliling dan mendapati segala hal keindahan yang dimiliki bumi ini...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Om Telolet Om Dan Sepenggal Cerita Anak-Anaknya Suatu Hari

22 Desember 2016   00:18 Diperbarui: 22 Desember 2016   00:33 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi om telolet om. (masduy/Instagram)

“Tinnn” hanya satu dentuman klakson biasa dari bus itu. Tak sesuai harapan, anak-anak itu melengos kecewa.

Tapi kemudian mereka tertawa-tawa lagi, bercanda entah mencandakan apa. Disitu kemudian saya jadi ikut tersenyum. Ahh, rasanya anak-anak pengejar telolet tak terlalu buruk kok. Sekilas mereka memang terlihat tak terlalu melakukan hal-hal penting. Tapi justru setidaknya anak-anak ini menjadi punya interaksi dengan teman-teman sebayanya. Memanfaatkan hape tapi tetap tak menjadi anak-anak gadget minded. Yah, dan saya bersyukurnya, hape anak-anak ini tidak dipenuhi dengan gambar-gambar tak senonoh ataupun vidio-vidio tak layak lainnya. Hape mereka full berisi vidio bus.

“Kenapa sih, kalian suka vidio bus telolet?” tanya saya penasaran.

“Lha kekinian lho, mbak!”

“What?” saya terkikik. Anak-anak ini rupanya tau juga istilah kata kekinian.

“Nanti di sekolah ditunjukin ke temen-temen mbak,” ujarnya kemudian. Lantas saya jadi terkenang, dulu jaman saya SD trendnya itu koleksi kertas binder. Saling bertukar bahkan sampai ke anak-anak SD sekolah lain. Dan paling seneng itu kalau dapet kertas binder merk harvest. Yeah, sejenak saya jadi paham rasanya mengikuti trend kekinian ala anak-anak.

“Bus lagi, bus lagi!” teriak mereka lagi. Lantas menghambur lagi. Kali ini mereka girang bukan main. Klakson bus telolet mendengung cukup panjang. Duhh anak-anak, sebegitu sederhananya kebahagiaan kalian.

“Yahh, aku belum dapet vidio kalian!”ujar saya kecewa. Lagi-lagi saya ketinggalan memvidio.

“Mbak, vidio kita bayar lho mbak!” ujar si anak ketua.

“Hee???” Saya mendadak shock mendengar pernyataan barusan.

“Hooh mbak, bayar!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun