“Banyak mbak. Agramas, bus-bus Jakartanan itu pokoknya. Truk sekarang juga banyak yang pakai telolet,” jelas si anak yang nampaknya jadi ketua dari anak-anak ini.
“Tak weruhi vidioku mbak -aku liatin vidioku, mbak-”
“Punyaku juga banyak Mbak”
Anak-anak itu lantas memperlihatkan hape-hapenya kepada saya. Saya sebenarnya hanya ingin melihat salah satu saja. Tapi antusiasme anak-anak itu memperlihatkan hasil vidio-vidio mereka, membuat saya tak tega menolaknya. Akhirnya pagi itu saya cukup lama menghabiskan waktu demi melihati vidio-vidio mereka.
Duhh dek, ampun. Kalian sebegitunya ngefans dengan klakson telolet ya?
Nyaris semua galeri mereka penuh foto bus telolet. Dan vidionya juga penuh dengan klakson bus telolet yang bermacam-macam dengan latar belakang pengambilan gambar yang berbeda-beda tapi masih di sekitaran Wonogiri kota.
Sejenak saya terdiam, membatin dan merasa kok anak-anak ini nggak penting banget ya? Kenapa orang tuanya nggak melarang mereka? Ini kan bisa berbahaya, kalau tiba-tiba tak sengaja kesrempet bus bagaimana?
“Hoy, bus woy!” teriak salah seorang anak yang langsung membuat anak-anak di depan saya bubar. Menghambur mendekat ke jalan raya. Mengacungkan jempol dan siaga dengan kameranya.
Sebuah bus besar mengklasonkan teloletnya. Anak-anak itu pun girang bukan kepalang. Padahal telolet bus itu hanya singkat tapi mereka sudah bisa terbahak-bahak bahagia. Sayangnya, karena tadi tak cukup fokus menyiapkan kamera, saya jadi ketinggalan memvidio anak-anak itu.
“Lagi, woy, lagi!” Anak-anak yang lain berteriak heboh, saat sebuah bus di belakang deretan mobil-mobil yang lalu lalang mulai terlihat samar-samar.
Anak-anak itu bersiap, berjajar di pinggir jalan sembari tentu saja, mengacungkan jempol. Saya sudah bersiap dengan kamera kini.