Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Bersama Guru "Berlayar" Asik di Tanjung Balai

9 Januari 2018   01:14 Diperbarui: 9 Januari 2018   23:46 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berlayar asik. Di atas kapal sejenis tongkang (Dok. F. Tanjung)

Libur akhir tahun 2017 yang lalu, pasti menyenangkan bagi siapa yang melakukannya. Meski di penghujung tahun cuaca sedikit kurang bersahabat, karena sudah masuk musim penghujan.

Perjalanan wisata atau traveling sudah barang tentu banyak persiapan yang dibawa. Selain bekal dan logistic juga obat-obatan seperti minyak aroma therapy, maupun obat anti mabuk.

Tidak jarang pula ada yang sedikit abai atau lupa yang membawa semacam obat seperti mengatasi kram, keseleo, atau nyeri otot lainnya.

Bagi saya hal itu merupakan suatu yang tidak boleh diabaikan. Kita tidak tahu bisa saja sewaktu berjalan,kaki bisa terkilir atau keseleo. Atau badan pegal karena lelah membawa tas besar sambil jalan. 

Biasanya dulu saya membawa balsem dan masuk ke dalam P3K praktis dalam perlengkapan. Tapi untuk saat ini saya ganti dengan produk baru dari PT. Eagle Indo Pharma, yaitu Geliga Krim.

Mengisi libur akhir tahun 2017, saya berkesempatan berkunjung ke Kota Tanjung Balai. Bersama isteri dan anak-anak berangkat dalam suatu rombongan para guru SMP dan SD YPMA (Yayasan Pesantren Modern Adnan), Medan.

Memiliki isteri sebagai guru tentu tidak lepas dari kegiatan acara liburan bersama tersebut. Yang mau tidak mau suami harus ikut. Begitu juga guru lainnya, ikut membawa suami atau isteri disamping anak-anaknya. Bahkan ada yang membawa orang tua/mertuanya.

Jelas sudah merupakan suatu rombongan besar. Lebih sekitar 60 orang yang ikut. Berangkat pagi sekitar jam 06.30 WIB (24/12/17) dengan menggunakan moda transportasi kereta api.

Menunggu keberangkatan di Stasiun Besar Kereta Api Medan (Dok. F. Tanjung)
Menunggu keberangkatan di Stasiun Besar Kereta Api Medan (Dok. F. Tanjung)
Calon penumpang lain sudah banyak yang menunggu sejak Shubuh di Stasiun Besar Kereta Api Medan. Begitu juga halnya guru-guru tersebut sudah banyak yang sampai.

Rasa kantuk dan letih sebenarnya masih hinggap di tubuh saya. Sebelum berangkat saya harus membersihkan rumah dan parit. Musim hujan di akhir tahun ini telah membuat halaman kotor oleh sampah yang terbawa air limpahan dari saluran drainase yang tersumbat.

Upaya bersih-bersih itu harus dilakukan agar sewaktu pulang tidak lagi repot membersihkannya. Memang sedikit melelahkan karena sampah-sampah dominan sampah plastik yang volumenya lumayan besar. Kemudian di kumpulkan ke dalam karung yang selanjutnya diletakan di tempat sampah.

Selanjutnya bersama isteri, saya  menyiapkan segala sesuatu yang perlu dibawa esoknya. Tidak lupa membawa mantel dan payung serta tak kalah penting Geliga krim yang baru dibeli dua hari lalu. Tidak lupa minyak aroma therapy untuk antisipasi masuk angin selama diperjalanan.

 "Bang, itu apa yang dipakai ke kakinya ?", tanya seorang guru perempuan kepada saya saat di dalam kereta api yang sudah jalan.

Saat itu saya mengeluarkan Geliga krim dan mengoleskannya di kaki, punggung dan tengkuk. Lalu dikusuk-kusuk (dipijat-pijat /diurut).

Mengatasi pegal dengan Geliga krim (Dok. F. Tanjung)
Mengatasi pegal dengan Geliga krim (Dok. F. Tanjung)
Kemudian saya terangkan, Geliga ini semacam obat mengatasi rasa pegal, nyeri otot, kram, keseleo dan nyeri otot lainnya. Berbentuk krim berwarna putih. Cukup oleskan secukupnya pada kaki atau tubuh yang terasa nyeri. Rasanya lembut dan hangat. Dan tidak lengket pada pakaian.

Sambil dibantu isteri untuk mengusuk pada bagian punggung dan tengkuk, saya jelaskan lagi Geliga krim ini juga cocok untuk perempuan dan anak-anak.

"Ini kemaren habis kerja berat sebelum berangkat. Jadi pegal-pegal linu sudah terasa sekarang", alasan saya menggunakan Geliga Krim sambil dibawa senyum.

Rupanya ada guru lain yang senyam-senyum melihat saya lagi dikusuk sama isteri.

"Nah..., ini baru isteri sayang sama suami", canda seorang guru perempuan yang sedang berjalan menuju toilet.

Cuaca yang mendung pada pagi keberangkatan itu ditambah dengan dinginnya AC sekarang jadi hangat oleh Geliga krim. Meresap lembut ke badan. Aroma mentholnya membuat nyaman terasa. Tak lama berselang saya terlelap untuk beberapa saat.


Tak terasa, sekitar jam 11.00 WIB kereta api telah sampai di Tanjung Balai. Sama dengan mobil, waktu tempuh dengan kereta api dari Medan ke Tanjung Balai sekitar 4,5 -- 5 jam. Itu sudah termasuk berhenti sejenak di beberapa stasiun untuk menurunkan dan menaikan penumpang.

Ini yang pertama kali saya berkunjung ke kota yang dijuluki juga Kota Kerang. Saat sampai cuaca tetap menunjukan awan mendung. Gerimis halus turun menyapa lembut.

Terlihat ramai sekali penumpang yang turun. Abang-abang becak motor (betor) sudah siap sedia mengantarkan calon penumpangnya.

Stasiun kereta api Tj. Balai. Terlihat becak motor yang siap membawa penumpang (Dok. F. Tanjung)
Stasiun kereta api Tj. Balai. Terlihat becak motor yang siap membawa penumpang (Dok. F. Tanjung)
Rombongan kami yang lumayan banyak menggunakan betor sebanyak 10 unit. Rata-rata satu betor berisi 4-5 orang. Bisa dibayangkan semacam iringan parade karnaval. Sisanya menggunakan mobil pribadi milik kepala sekolah.

Sampai di lokasi dan sesudah ishoma (istirahan-sholat-makan) kami bersiap menuju salah satu objek wisata pantai dan dermaga di Tanjung Balai. Sebenarnya ada usulan untuk pergi ke objek wisata titi panjang atau jembatan tabayang yang panjangnya sekitar 600 meter dan sebagai jembatan terpanjang  di Sumut.

Rencana tersebut dibatalkan dan diputuskan ke dermaga. Sesudah lepas Ashar, kami berangkat dengan menggunakan mobil pick-up terbuka. Mengingat banyaknya yang ikut, sebagian lagi menggunakan sepeda motor dan betor.

Namun sebelum berangkat, Pak Edo seorang Guru olahraga yang bertubuh sedikit gempal meminta Geliga krim kepada saya. Kaki dan punggung beliau juga pegal dan nyeri sehabis jalan kaki mengitari pasar dan sekitar sungai yang tak jauh dari rumah tempat menginap.

"Pak Daus, pinjamlah obat krim tadi ... pegal juga kakiku habis muter-muter tadi", katanya dengan logat khas Batak sambil sedikit meringis.

Lalu saya berikan Geliga krim kepadanya dan menerangkan cara pemakaiannya. Beliau mulai mengusuk pada pergelangan kaki dan betis. 

Pak Edo sedang mengusuk betis kakinya dengan Geliga krim. (Dok. F. Tanjung)
Pak Edo sedang mengusuk betis kakinya dengan Geliga krim. (Dok. F. Tanjung)
"Hangat dan lembut yaa...dan tidak lengket rasanya. Cepat juga reaksinya. Mulai agak ringan nih kaki," ujarnya setelah beberapa saat mengoles Geliga krim.

Setelah itu kami bersiap untuk berangkat. Pak Edo yang jadi sopir mobil pick-up yang dipinjam oleh tuan rumah ke familinya.

Jarak tempuh ke lokasi yang bernama Dermaga Panton tidak terlalu jauh. Sekitar 7 menit sudah sampai. Kalau berjalan kaki sekitar 20 menit.

Beruntung cuaca sore itu mulai cerah. Matahari mulai kelihatan.

Sampailah di Dermaga Panton yang namanya familiar di kalangan warga setempat. Dermaganya tidak besar dan diperuntukkan bagi kapal-kapal /bagan nelayan yang berukuran kecil menengah.

Posisi dermaga ini tidak jauh dari muara sungai dengan laut. Masih banyak hutan bakau diseputaran alur sungai yang berkedalaman sekitar 5-10 meter. Belum ada model atraksi wisata sepeti banana boat, bebek air, maupun home stay tempat penginapan.

Hal itu saya coba bincang-bincang dengan salah satu crew kapal di sana dan memang sudah ada dulu rencana demikian di kawasan ini.

"Rencana itu memang sudah ada dari dulu, Bang. Tapi belum juga sampai sekarang", ujar crew kapal dengan logat melayu yang kental sambil mengawasi karung-karung yang berisi kerang /kepah.

Cukup ramai suasana sore di dermaga tersebut. Kebanyakan kaum muda-mudi yang mengisi waktu liburannya. Ditambah lagi dengan rombongan kami yang cukup banyak.

Suasana sore Dermaga Panton, Tj. Balai. Para guru terlihat asik menikmati suasana sore. Terlihat sejumlah karung warna putih yang berisi kerang /kepah. (Dok. F. Tanjung)
Suasana sore Dermaga Panton, Tj. Balai. Para guru terlihat asik menikmati suasana sore. Terlihat sejumlah karung warna putih yang berisi kerang /kepah. (Dok. F. Tanjung)
Lalu ada tawaran dari pemilik kapal untuk jalan-jalan ke laut dengan kapal tongkangnya. Harga tawarannya sangat murah. Hitungannya 10 ribu rupiah perkepala dan anak-anak di hitung dua orang untuk satu kepala.

Setelah berembuk siapa saja yang ikut, maka ada sekitar 18 orang yang ikut (8 dewasa dan 10 anak-anak). Selebihnya yang tidak ikut menunggu di dermaga.

Awalnya yang mau ikut itu hanya  5 orang saja. Lalu saya coba meyakinkan peserta lain bahwa tidak perlu takut dan gamang saat di kapal. Cukup duduk santai dan tenang sudah aman. Lagian sore itu cuaca cerah dan angin pun bertiup tidak terlalu kencang.

Lalu saya ceritakan sedikit pengalaman saya yang pernah memancing di kapal seperti ini ditengah laut sewaktu di Padang. Ada juga perempuan dan anak-anak yang ikut.

Cukup lama juga meyakinkan. Setelah diberi penjelasan dari saya, 20 menit kemudian barulah banyak yang mau ikut.  

Lumayan banyak yang ikut "berlayar" ke arah muara laut yang berjarak sekitar 1 mil laut (1,8 km) dari dermaga.


Kapal mulai bergerak dengan laju tidak terlalu cepat dan tidak juga lambat. Prediksi saya sekitar 15 knot laju kapal. Memakai mesin mitsubishi, jadi suara yang keluar tidak terlalu keras.

Rasa cemas dan was-was di awal berangkat tidak lagi terlihat. Anak-anak pun terlihat gembira. Bagi ibu-ibu mulai terlihat senang.

Ibu-ibu lagi asik menikmati pemandangan di atas kapal. (Dok. F. Tanjung)
Ibu-ibu lagi asik menikmati pemandangan di atas kapal. (Dok. F. Tanjung)
Dari kejauhan burung camar dan bangau terlihat berkelompok terbang menuju pulang ke sarangnya. Beberapa kapal yang sedikit lebih besar dari tongkang terlihat berlabuh di tengah muara.

Sewaktu kapal kami mendekat melewatinya terlihat para ABK sedang memindahkan hasil tangkapan ikan ke kapal yang lebih kecil. Para crew kapal ini melihat kami dan melambaikan tangan. Lalu disambut pula dengan lambaian yang sama dari kami.

Ini merupakan ciri khas salam antar kapal nelayan di laut. Sama halnya dengan bus atau truk yang berpapasan di jalan yang saling mengklakson.

Tak lama berselang langit senja pelan menghampiri. Air laut mulai pasang. Temaram sunset meski sedikit mulai merona di batas cakrawala. Tak terasa ada 45 menit kami menikmati "berlayar".

Kapal sudah berbalik arah menuju dermaga. Terlihat wajah-wajah senang dan puas setelah berlayar sesaat. Kapal pun merapat dengan selamat ke dermaga. Dan kami bersiap menuju pulang ke penginapan.

 Sebelum makan malam, ada seorang anak remaja perempuan yang keseleo di pergelangan kakinya sewaktu turun dari mobil. Bareng isteri saya, ibunya yang juga guru mendatangi saya.  

"Ini Buk, oleskan saja disekitar pergelangan kakinya lalu di kusuk seperti biasa. Nanti kalau mau tidur diulangi lagi," ujar saya menerangkan cara pemakiannya kepada guru tersebut.

Dibantu isteri saya, anak remaja perempuan itu diobati dengan Geliga krim dengan cara dikusuk pelan. Kebetulan isteri juga paham akan otot dan jaringan tubuh karena latar pendidikan biologi.

Tak menyangka juga, obat pereda nyeri otot Geliga krim ini jadi banyak manfaat oleh beberapa peserta rombongan. Beruntung juga membawanya dan bisa membantu dalam kebersamaan.

Esoknya kami bersiap untuk balik pulang ke Medan. Sekitar jam 10 pagi sudah berangkat menuju stasiun kereta api Tanjung Balai. Karena jam 12 siang kereta akan berangkat.

Selesai sudah jalan asik sederhana ala guru-guru. Traveling dengan "berlayar" sejenak di Kota Kerang Tanjung Balai, Asahan- Sumut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun