Mohon tunggu...
Frumend Oktavian
Frumend Oktavian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Don't forget to be happy#🤗🫡⚽

#FrutaMin BL:Katakan saja begini; Jika saja Engkau jatuh(cinta/terluka) - (kepada/karena) siapapun atau apapun, cobalah untuk menulis sesuatu, apa pun saja itu, Menulislah!..Barangkali dengan menulis Engkau akan tetap terus jatuh. Ya, jatuh dalam pelukan cinta yang paling tulus lalu bangkit dengan luka yang telah sembuh dengan mulus dalam tulisan yang pernah Engkau Tulis; Sendiri.#

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Upaya Pencegahan Bunuh Diri

2 Februari 2024   13:00 Diperbarui: 28 Februari 2024   19:13 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengantar      

            Tidak ada seorang manusiapun yang bebas dari penderitaan, walaupun bentuk dan kadarnya berbeda-beda bagi masing-masing orang. Dalam kehidupan dewasa ini yang selalu saja diselimuti dengan pelbagai masalah dan penderitaan, terdapat salah satu permasalahan serius yang sedang dihadapi manusia yakni permasalahan yang berhubungan dengan rendahnya kadar apresiasi manusia atas nilai-nilai kehidupan. Hal ini begitu nampak dalam aksi bunuh diri yang sangat marak terjadi sebagai salah satu model perilaku penyimpangan atas nilai dan makna hidup dari keseluruhan eksistensi hidup manusia.

            Fenomena bunuh diri yang terjadi sejatinya merujuk pada perbuatan memusnahkan diri karena berhadapan dengan suatu perkara yang dianggap tidak bisa ditangani. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dengan itu dapat mengakhiri suatu proses kehidupan manusia. Aksi-aksi bunuh diri yang terjadi hingga saat ini menampakkan efek dari keterbatasan manusia tentang dirinya, makna hidup dan relasinya dengan orang lain. Manusia seringkali memiliki pemahaman yang keliru tentang berbagai persoalan hidup yang dialami. Bagi manusia, persoalan hidup yang dialaminya seakan-akan menjadi sebuah masalah yang begitu berat dan tidak bisa teratasi yang lebih jauh dapat membuat manusia sendiri merasa cemas, gelisah, putus asa, kecewa, stres dan depresi bahkan sampai mengarahkan pikirannya pada tindakan bunuh diri.

          Organisasi Kesehatan Dunia/WHO (World Health Organization)  mencatat setiap 40 detik, satu orang di suatu tempat di dunia meninggal karena bunuh diri. Jika melihat angkanya, lebih dari 800 ribu orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun. Indonesia berada di urutan ke-114 dari seluruh negara di dunia dengan angka kematian tertinggi akibat bunuh diri. Laporan Bank Dunia menunjukkan, tingkat bunuh diri di Indonesia mencapai 2,4 per 100 ribu penduduk. Artinya, terdapat  dua orang yang melakukan bunuh diri dari setiap 100 ribu penduduk di Indonesia. Rasio ini cenderung stabil sejak 2014 hingga 2019. Sedangkan menurut data kepolisian di Indonesia, pada tahun 2020 dilaporkan terdapat 671 orang yang melakukan tindakan bunuh diri dan dari data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2021 mencatat, terdapat total 5.787 kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri.

         Perilaku bunuh diri tidak terbatas oleh budaya, kelas sosial, gender, atau etnisitas tertentu. Fenomena ini terjadi di seluruh dunia. Dalam koridor pemahaman ini dapat diamati bahwa aksi-aksi nekat bunuh diri yang terjadi akhir-akhir ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dewasa, tetapi juga oleh sebagian remaja yang tampaknya menjadikan bunuh diri sebagai sebuah alternatif utama yang dipilih untuk mengatasi pelbagai masalah kehidupan.

Sekilas tentang Bunuh Diri 

            Kamus Umum Bahasa Indonesia mendefinisikan bunuh diri sebagai tindakan sengaja mematikan diri sendiri. Secara Etimologi bunuh diri (suicide) dapat didefinisikan sebagai upaya seseorang untuk menghilangkan nyawanya sendiri dengan sengaja. Kata suicide berasal dari kata Latin sai  yang berarti diri (self), dan kata ceadere yang berarti membunuh (to kill). Bunuh diri adalah usaha menghilangkan nyawa sendiri secara aktif atau pun dengan diam diri yang dapat menyebabkan kematian. Bunuh diri merupakan sebuah tindakan bebas yang dilakukan atas suatu keputusan dan pilihan pribadi dengan berbagai pertimbangan walaupun tidak matang dan salah. Bunuh diri merupakan pembunuhan langsung diri sendiri berdasarkan otoritas sendiri. Bunuh diri dalam hal ini juga berarti orang atau subyek sendiri yang dengan tahu dan mau mematikan dirinya sendiri tanpa ada campur tangan dari pihak lain atau dari otoritas luar.

Faktor Penyebab Bunuh Diri 

  • Faktor Psikologis

            Keadaan psikologis yang kurang stabil dalam diri seorang individu dapat mengakibatkan lahirnya ide atau gagasan untuk melakukan bunuh diri. Ide bunuh diri ini muncul karena adanya berbagai macam persoalan dan tekanan dalam hidup seorang individu, baik itu tekanan sosial, ekonomi, budaya, politik   dan sebagainya. Terdapat dua faktor psikologis yang menyebabkan terjadinya aksi bunuh diri:

1. Depresi

Depresi menjadi salah satu faktor yang paling dominan dalam tindakan bunuh diri. Depresi adalah salah satu kondisi emosional yang ditandai dengan keputusasaan, kegelisahan, perasaan bersalah dan tak berguna, isolasi diri, susah tidur, dan hilangnya semangat terhadap aktivitas yang sering dilakukan. Depresi sering kali terjadi karena ketidakmampuan seseorang dalam menanggapi serta mengatasi persoalan dalam hidupnya. Persoalan-persoalan tersebut misalnya disebabkan oleh faktor keluarga yang tidak harmonis, ditolak dalam lingkungan sosial teman sebaya, menjadi korban buli dari teman-teman dalam lingkungan sekolah, persoalan cinta dan sebagain.

Depresi yang berat menjadi salah satu penyebab terjadinya bunuh diri. Depresi timbul karena konsep diri yang keliru sehingga membuat seorang merasa tidak diinginkan, tidak berharga dan tidak seorang pun mengasihi mereka. Depresi pada pelaku biasanya ditandai oleh tiga hal utama yakni; pandangan yang negatif pada diri dan masa depan, adanya pengulangan ide bunuh diri dan pikiran ambivalen dan distorsi kognitif yang membuat seseorang tidak bisa berpikir tentang solusi lain yang lebih baik.

2. Lemahnya Sistem Pengontrolan Diri

  Bunuh diri seringkali terjadi karena lemahnya sistem pengontrolan diri. Seorang tidak mampu mengontrol dirinya yang kemudian ia terjebak dalam perilaku bunuh diri. Manusia terkadang menanggapi sebuah persoalan bukan berdasarkan pada realitas yang ada, tetapi cenderung mendasarkan diri pada bentuk pergolakan batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang keliru. Dalam artian ini bahwa seorang yang melakukan bunuh diri tidak lagi mempertimbangkan dampak atau akibat yang diperoleh dari keputusan dan tindakan yang diambil. Tindakan bunuh diri yang dilakukan tanpa pertimbangan rasional yang matang menurut hemat penulis disebabkan oleh lemahnya sistem pengontrolan diri. Manusia tidak mampu mengontrol dirinya dalam mengatasi persoalan dalam kehidupannya.

  • Faktor Sosial

Tidak dapat dimungkiri bahwa faktor eksternal seperti situasi sosial dalam keluarga dan juga masyarakat merupakan salah satu penyebab tindakan bunuh diri. Berikut ini beberapa situasi sosial yang berdampak pada tindakan bunuh diri:

1. Keluarga

            Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi timbulnya masalah-masalah sosial. Upaya menanggulangi masalah-masalah dalam keluarga menjadi sangat penting dan merupakan bagian dari tanggung jawab bersama. Idealnya keluarga mesti menciptakan kebahagiaan dengan mengurangi ketegangan, kekecewaan, puas terhadap seluruh keadaan atau bersikap terbuka dan menerima keberadaan dirinya baik secara fisik, mental, emosi dan sosial. Sebab hal yang paling penting yang dibutuhkan seorang individu dalam proses pembentukan jati dirinya adalah pengakuan dari orang-orang terdekat mereka yakni orangtua dan keluarga mereka.

            Namun tak dapat dimungkiri juga bahwa hal tersebut sedikitnya berbeda bagi sebagian individu. Artinya bahwa terdapat sebagian besar di antaranya yang kurang bahkan tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari keluarganya. Hal ini disebabkan oleh pelbagai persoalan dan situasi yang tidak harmonis dalam kehidupan keluarga. Situasi ketidakharmonisan dalam keluarga, baik itu antara suami dan istri maupun antara orang tua dan anak-anak.

           

  • Motif Tindakan Bunuh Diri 

1. Sebagai Bentuk Terhadap Penolakan Diri

      Penolakan terhadap kualitas diri seringkali membawa seseorang pada aksi bunuh diri, misalnya keadaan cacat secara fisik. Mesikipun tak banyak kasus yang tercatat bahwa motif bunuh diri dengan keadaan cacat secara fisik yang membuat seseorang tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan orang lain. Ketidakmammpuan seorang individu dalam menyesuaikan dirinya yang tidak menerima keadaan fisik yang dialami ini  yang  kemudian menurut hemat penulis menjadi salah satu penyebab bunuh diri.

      Setiap manusia pasti pernah mengalami kegagalan dalam hidupnya. Hal ini merupakan petanda bahwa manusia bukanlah makhluk yang sempurna, yang tidak pernah mengalami kegagalan dalam hidupnya. Namun tak dapat dimungkiri bahwa seringkali kegagalan membawa seseorang pada tindakan yang diluar dari nalar manusia. Kemudian prediksi terhadap masa depan yang keliru juga mengantar perasaan seseorang untuk melakukan aksi bunuh diri.

2. Sebagai Jalan Keluar Dari Penderitaan Hidup

      Pengelaman sakit, kehilangan oarang yang dicintai, pengelaman ditindas, diabaikan atau diasingkan merupakan beberapa hal yang seringkali mendatangkan penderitaan. Semua situasi dalam pengelaman hidup tersebut membawa manusia pada pemahaman akan penderitaan hidupnya. Dengan itu manusia diharapkan mampu mengintegrasikan dan mendamaikan pelbagai pengelaman hidup demi tercapainya kedamaian.

      Seringkali yang menjadi penyebab dari penderitaan adalah kesepian. Orang yang mengalami kesepian sebenarnya mengalami penderitaan secara kejiwaan. Kesepian yang mendalam dalam diri seseorang disebabkan oleh keterpisahannya dari orang lain secara khusus dengan orang-orang yang dikasihinya, misalnya keluarga atau sahabat. Kesepian seringkali membuat orang menjadi pribadi yang tidak semangat dan juga selalu diliputi perasaan sedih. Perpaduan pelbagai situasi batin yang kurang menentu kemudian membawa seseorang pada penyakit depresi.

      Selain kesepian sakit yang berkepanjangan juga bisa menjadi penyebab orang melakukan bunuh diri. Penyakit yang dialami dilihat sebagai siksaan hidup yang kemudian membuat orang merasa dirinya kurang mampu dan kemudian membuat seseorang juga kehilangan harapan dan menjadi kecewa. Artinya bahwa berbagai macam persoalan hidup akan dilihat sebagai sesuatu yang sulit dan tidak memiliki jalan keluar. Kehidupan memang akan terasa sulit ketika tidak memiliki tujuan dan harapan untuk mencita-citakan sesuatu dalam diri. Sehingga seringkali penderitaan dijadikan sebagai alasan bagi seorang melakukan bunuh diri. Padahal penderitaan mestinya dipandang sebagai jalan menuju kepada keutamaan diri dengan berjuang sebagai suatu kewajiban dalam memaknai hidup.

3. Putus Cinta

Jatuh cinta menjadi pengelaman yang tak terelakan bagi manusia. Namun seringkali pengelaman jatuh cinta ini membawa banyak  pengaruh dalam kehidupan seorang individu baik itu pengaruh positif maupun negatif. Secara positif tentunya akan membawa individu itu sendiri pada kebahagiaan. Hal ini berlaku bagi seorang individu yang dalam artian ini sukses dalam hubungan asmara atau berelasi cinta dengan pasangannya. Namun menjadi hal yang tak terelakan juga bahwa terdapat sebagaian individu yang mengalami kegagalan dalam relasi cintanya. Kegagalan tersebut membawa seorang pada situasi stres, tidak percaya diri, dan selalu diliputi perasaan sedih bahkan sampai berujung pada keinganan untuk melakukan pencobaan bunuh diri.

      Bunuh diri menjadi salah satu jalan pada saat individu mengalami putus cinta, terutama kaum remaja. Berdasarkan data yang diperoleh dari Komnas Perlindungan Anak (KPAI), sekitar 80% korban bunuh diri di Indonesia adalah remaja. Putus cinta menjadi faktor penyebab bunuh diri di kalangan remaja yang paling tertinggi, selanjutnya disusul oleh masalah ekonomi, lalu keharmonisan keluarga  dan permasalahan di lingkungan sekolah.

      Pemahaman yang keliru tentang cinta dapat mengakibatkan seorang individu terjebak dalam pikiran dan perasaannya. Misalnya menurunnya tingkat kepercayaan diri, diliputi perasaan sedih, stres dan akhirnya depresi. Ketidaksanggupan kaum individu dalam menghadapi dan menanggapi situasi tentang persoalan asmara inilah yang dapat membawa seorang pada ide untuk melakukan bunuh diri. Di sini bunuh diri dijadikan sebagai pelaraian atas kegagalannya dalam menjalani kisah cintanya.

Upaya Pencegahan  Fenomena Bunuh Diri  

1 . Upaya Pencegahan Bunuh  Diri oleh Diri Sendiri

      Diri sendiri juga menjadi pencegah bunuh diri. Dalam artian ini bahwa seorang individu di dalam dirinya memiliki kemampuan dan kapasitas akal budinya dapat membantu dirinya sendiri dalam meminimalisir fenomena bunuh diri. Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya yakni; Pertama, tanamkan semangat hidup. Seorang individu pada tataran pemahaman ini diharapkan dengan tegas dan pasti berdasarkan kemampuan akal budinya untuk  menolak tindakan bunuh diri.

       Kedua, selalu berpikir positif. Individu perlu untuk mengawasi pikiran mereka dan diharapkan tidak terpengaruh oleh pikiran negatif baik itu dari luar (lingkungan) maupun dari dalam (diri sendiri). Lebih lanjut, dalam dirinya individu harus tetap berupaya agar tidak melemahkan diri sendiri dengan selalu berpikir bahwa mereka tidak mampu menghadapi segala persoalan yang ada, tetapi sebaliknya secara pribadi mereka harus menanamkan keyakinan bahwa mereka mampu menghadapi segala persoalan dan masalah yang ada.  Ketiga, sikapi masalah dengan ketenangan jiwa. Semua tantangan dan masalah dalam hidup tentunya ditemui oleh siapapun di dunia ini, menghindar dari masalah dan tantangan yang ada bukanlah cara yang terbaik. Ketika individu semakin terbiasa mengatasi masalah maka ia juga akan semakin mudah melalui hambatan yang terjadi dalam hidupnya dan akan berkembang pesat dalam menjalani proses kehidupan di masa mendatang.

2. Upaya Pencegahan Bunuh  Diri oleh Keluarga

      Dalam hubungannya dengan fenomena bunuh diri, anggota keluarga dapat berpartisipasi dalam mengupayakan pencegahan bunuh diri secara efektif, yaitu sebagai berikut; pertama, kenali tanda-tanda percobaan bunuh. Kemudian mencari tahu masalah penyebab, alasan dan motif dari tindakan ingin bunuh diri. Lalu, keluarga membantu mengarahkan individu untuk keluar dari masalah yang dihadapinya dan menuntun jalan hidup individu pada tujuan hidupnya.

       Kedua, membina hubungan yang erat dan harmonis. Dalam pemahaman ini di dalam lingkungan keluarga, individu tidak boleh dikucilkan, dipandang rendah dalam kehidupan keluarga serta berusaha untuk  tidak membanding-bandingkan diri mereka dengan anggota keluarga yang lain. Ketiga, tunjukan solidaritas keluarga ingin menolong ketika individu ada dalam masalah. Keempat, anggota keluarga harus bisa menjadi pendengar yang baik bagi individu yang sedang bermasalah. Kelima, keluarga harus bersedia membantu dan mengajarkan cara penyelesaian masalah kepada individu yang bersangkutan secara bertahap.

3.  Upaya Pencegahan Bunuh Diri oleh Masyarakat

      Selain memberikan andil dan mempengaruhi aksi-aksi bunuh diri, lingkungan masyarakat yang juga diyakini sebagai agen of change dapat membantu meminimalisir terjadinya fenomena bunuh diri dengan memperhatikan hal-hal berikut; pertama, masyarakat harus tanggap dalam memberi bantuan semampunya terutama bagi individu yang bermasalah dengan cara memberi hiburan agar mereka tidak tertekan dan stres dengan keadaan hidupnya. Kedua, masyarakat jangan membenci, menyindir dan mencaci maki individu yang telah  gagal  melakukan percobaan bunuh diri terutama bagi para remaja, melainkan masyarakat harus menghargai hidupnya dengan cara membantu mereka untuk keluar dari persoalan hidup yang sedang dialami.

      Ketiga, masyarakat harus mencari solusi untuk mencegah terjadinya fenomena bunuh diri dengan cara bekerja sama dengan lembaga rehabilitas. Masyarakat melalui lembaga rehabilitas ini hendaknya mengajarkan, menanamkan dan menumbuhkan semangat tentang arti kehidupan dengan cara menghargai kebebasan individu, namun kebebasan sewajarnya. Keempat, lembaga rehabilitas harus tetap membangun kerjasama  dalam menyembuhkan derita dari pasien dan harus mengobatinya secara signifikan tanpa kenal lelah.

4. Upaya Pencegahan Bunuh  Diri oleh Media Massa

     Media massa dalam kaitannya dengan fenomena bunuh diri, sejatinya memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya pencegahan bunuh diri dan peningkatan derajat kesehatan jiwa. Dalam hal ini, media massa tidak hanya berperan sebagai penyebar informasi namun juga sebagai sarana untuk menghapuskan stigma dan diskriminasi terhadap penyintas bunuh diri.Dalam jangka panjang, peran media massa dapat menjadi sangat signifikan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan kesehatan jiwa seseorang sehingga dapat menekan penyebaran angka bunuh diri. Meskipun pemberitaan mengenai bunuh diri tidak selalu memiliki efek langsung, namun dapat mempengaruhi pemikiran dan perilaku individu di masa depan. Oleh karena itu media massa dalam membantu mencegah fenomena bunuh diri sebaiknya melakukan hal-hal berikut; Pertama, laporan tentang bunuh diri perlu ditekankan bahwa setiap bunuh diri merupakan kerugian bagi masyarakat. Kedua, hati-hati menayangkan "celebrity suicide", jangan dianggap sebagai tindakan pahlawan. Berikan publikasi yang minimal terhadap hal tersebut. Ketiga, hindari memberikan penjelasan yang rinci tentang cara dan tempat bunuh diri, karena masyarakat ingin tahu dan melihat tempat tersebut dan mungkin pula melakukannya dengan motif dan cara yang sama. Bila terdapat tempat dengan risiko tinggi, maka media perlu menekankan bagaimana cara membuatnya lebih aman untuk mengurangi kejadian bunuh diri.

      Keempat, bunuh diri tidak terjadi karena faktor tunggal. Jangan menyalahkan korban, karena tindakan tersebut disebabkan oleh kombinasi berbagai penyebab. Tekankan bahwa gagal bercinta, tidak lulus ujian, gagal berangkat ke luar negeri bukan merupakan penyebab bunuh diri. Masyarakat perlu diberi informasi bagaimana cara menghindari tindakan bunuh diri. Kelima, pemberitaan bunuh diri di media massa merupakan beban yang memalukan bagi keluarga. Beritakan tanda-tanda yang perlu diwaspadai yaitu bencana sosial, masalah ekonomi dan gangguan jiwa (khususnya depresi). Pada situasi tersebut perlu adanya kerja sama yang erat dengan petugas kesehatan.

       Keenam, berikan penjelasan dampak bunuh diri kepada individu yang selamat, serta akibat terhadap individu itu sendiri baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jelaskan tentang miskonsepsi, budaya, keyakinan dan mitos tentang bunuh diri. Menumbuhkembangkan kewaspadaan dan mengubah pemikiran masyarakat merupakan salah satu dari tanggung jawab media dalam upaya pencegahan bunuh diri. Ketujuh, media lokal dapat memberikan informasi tentang "hotline service", pusat pencegahan krisis, pusat pengobatan keracunan, atau LSM yang dapat memberikan bantuan kepada individu dan keluarganya. Kedelapan, pemilihan kalimat seperti  "bunuh diri yang berhasil" atau  "bunuh diri yang lengkap" sangat berpengaruh dalam persepsi negatif masyarakat dalam upaya pencegahan terjadinya bunuh diri. Media massa perlu bekerja sama dengan petugas kesehatan sebelum menayangkan berita.

       Dalam Peraturan Dewan Pers 2019, yaitu ketika menulis tentang kejadian bunuh diri, media sebaiknya mengambil kesempatan untuk melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan bunuh diri dan bagaimana masyarakat bisa mendapatkan layanan terkait kesehatan jiwa dan pencegahan bunuh diri. Untuk hal ini, maka kerjasama lintas sektor antara Kementerian Kesehatan dengan Perhimpunan Media Massa baik cetak maupun elektronik, Persatuan Wartawan Indonesia, Dewan Pers dan pihak Kepolisian perlu dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat pusat, provinsi hingga ke tingkat kabupaten/kota.

5.  Upaya Pencegahan Bunuh Diri oleh Pihak Pemerintah

      Pemerintahan dalam hal sebagai penanggung jawab dalam menentukan kebijakan moral dalam kehidupan bersama dapat membantu mencegah fenomena bunuh diri yang sering terjadi dan ditemukan dalam keberlangsungan hidup bersama. Upaya-upaya pencegahan bunuh diri oleh pemerintah dapat dilakukan dengan cara yakni: pertama, menyiapkan program-program yang bersifat edukasi bagi ranah pendidikan maupun bagi masyarakat luas. Kedua, pemerintah bekerja sama dengan lembaga kesehatan melakukan upaya promosi kesehatan jiwa, pencegahan deteksi dini bunuh diri. Promosi kesehatan jiwa serta upaya pencegahan dan deteksi dini masalah gangguan jiwa dan perilaku bunuh diri sejatinya terintegrasi pada semua layanan puskesmas. Upaya promosi kesehatan jiwa, pencegahan dan deteksi dini bunuh diri di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi: komunikasi, informasi dan edukasi mengenai kesehatan jiwa dapat diberikan kepada pasien, keluarga pasien atau masyarakat di sekitar fasilitas pelayanan kesehatan

      Ketiga, pembatasan alat atau fasilitas yang dapat digunakan untuk bunuh diri. Salah satu penentu besar dalam tindak bunuh diri adalah akses yang dimiliki seseorang terhadap alat atau fasilitas yang dapat digunakan untuk bunuh diri. Identifikasi metode bunuh diri dari kasus-kasus terdahulu perlu dilakukan untuk membuat perencanaan pembatasan terhadap akses dan fasilitas yang dapat digunakan untuk bunuh diri. Pembatasan akses terhadap alat atau pemberian pelindung terhadap fasilitas yang dapat digunakan untuk bunuh diri merupakan pencegahan bunuh diri yang efektif, khususnya untuk bunuh diri yang bersifat impulsif karena akan memberikan tenggang waktu bagi pelaku untuk memikirkan kembali niat bunuh dirinya.

      Dari berbagai penjelasan di atas, pemerintahan dalam kaitannya dengan fenomena bunuh diri di mata hukum sejatinya telah mengatur undang-undang tentang perlakuan bunuh diri. Dalam Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), di mana orang yang melakukan bunuh diri tidak diancam dengan hukuman. Akan tetapi orang yang sengaja menghasut, menolong orang lain untuk melakukan bunuh diri dapat dikenakan pasal ini, apabila orang itu benar-benar mati. Selain itu organisasi masyarakat yang bekerja sama dengan pihak pemerintahan untuk pencegahan bunuh diri Indonesia telah memiliki organisasi yang khusus dibentuk untuk pencegahan bunuh diri, yaitu Into The Light. 

        Into the Light (ITL) Indonesia adalah sebuah komunitas berbasis orang muda dengan fokus sebagai pusat advokasi, kajian dan edukasi pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa di Indonesia. Into The Light Indonesia telah banyak melakukan kerja sama dengan berbagai universitas, komunitas lokal, organisasi kemasyarakatan, kementerian dan juga organisasi lainnya di tingkat nasional dan internasional yang memiliki perhatian dan kepedulian yang sama yakni mencegah dan meminimalisir fenomena bunuh diri.

Penutup

      Bunuh diri adalah fenomena yang sangat dekat dengan kehidupan manusia saat ini.  Bunuh diri merupakan suatu tindakan manusia di mana setiap orang dapat melakukannya. Tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh manusia pada pemahaman ini merupakan pilihan diri manusia itu sendiri. Hal ini dikarenakan bahwa setiap manusia bebas untuk menentukan pilihan di dalam kehidupannya, mengatur cara bertindak dan berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Aksi bunuh diri yang terjadi kemudian dilihat sebagai suatu model perilaku penyimpangan atas nilai dan makna hidup yang turut mengatasnamakan kebebasan manusia bahwa hidup itu sendiri lebih didominasi oleh serangkaian masalah yang mendatangkan penderitaan, karenanya manusia kemudian bebas untuk membunuh dirinya sendiri. Akan tetapi sejatinya manusia yang  adalah makhluk rasional yang di dalam dirinya mempunyai  akal budi yang kritis, manusia  sudah seharusnya mampu  menentukan kebebasan yang bertanggung jawab dalam dirinya tanpa harus mengorbankan nyawanya sendiri yakni dengan melakukan tindakan bunuh diri.

       Oleh karena itu dalam upaya meminimalisir terjadinya fenomena bunuh diri pelbagai persoalan hidup lainnya yang menimpa individu, pihak-pihak terkait dan terdekat seperti keluarga, masyarakat, sekolah, media massa, dan pemerintah harus mempunyai andil dan ikut berperan serta dalam mencegah persoalan hidup dan membantu mencari upaya solutif untuk menanggulangi fenomena bunuh diri. Sehingga dengan semua bantuan itu seorang individu mampu menerima dan mengolah persoalan-persoalan hidupnya dengan baik dan bahkan menjadikan semua persoalan tersebut sebagai sesuatu yang positif dan berdaya guna sebagai proses pendewasaan diri.

      Pada akhirnya semua usaha yang dilakukan untuk membendung terjadinya kasus bunuh diri didasari oleh kehendak untuk menciptakan kehidupan yang lebih kondusif, agar  darinya manusia akan mengalami kenyamanan, ketentraman dan kesejahteraan hingga mencapai titik kebahagiaan di dalam hidupnya.

 

Sumber Kepustakaan

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984.

B. Setiawan dkk., Ensiklopedi Nasional Indonesia Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2004.

Karl-Heinz Peschke, Etika Kristiani Jilid III Kewajiban Moral Dalam Hidup Pribadi, penerj. Alex Armanjaya, Yosef M. Florisan dan G. Kirchberger Maumere: Penerbit Ledalero, 2003.

Luluk Mukarromah  dan Fathul Lubabin Nuqul, "Dinamika Psikologi pada Pelaku Percobaan Bunuh Diri" Jurnal Psikoislamika, 11:2 Malang,  2011.

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2; Kenakalan Remaja Jakarta: CV Rajawali, 1986.

Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan  Keluarga Jakarta: Gunung Mulia, 1991.

Paul Budi Kleden, Membongkar Derita, Teodice: Sebuah Kegelisahan Filsafat dan Teologi, Maumere: Penerbit  Ledalero, 2006.

Yohanes  Paulus II,  Tentang Sakit dan Derita, ed. Richardus  M. Buka Maumere: Penerbit Ledalero, 2010.

Muhammad Kemaluddin Naufal, "Putus Cinta Menjadi Faktor Bunuh Diri di Kalangan Remaja", dalam https://www.kompasiana.com/kemalnaufal/62998ce8d263456bb36c02f2/putus-cinta-menjadi-faktor-bunuh-diri-di-kalangan-remaja, diakses pada 30, Januari, 2024.

Drg,Widyawati M.K.M, "Cegah Bunuh Diri, Perlu Peran Keluarga dan Media Massa" dalam https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180930/0428077/cegah-bunuh-diri-perlu-peran-keluarga-dan-media-massa/ , diakses pada 30, Januari 2024.Imaji, "Peran Jurnalis dan Media Massa dalam Penanggulangan Bunuh Diri" dalam https://imaji.or.id/peran-jurnalis-dan-media-massa-dalam-penanggulangan-bunuh-diri/ diakses pada 30 Januari 2024.

Cindy Mutia Annur, dalam, https://gaya.tempo.co/read/1504726/peringatan-wsdp-2021-setiap-40-detik-satu-  orang-tewas-karena-bunuh-diri/full&view=ok, diakses pada 30 Januari 2024

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun