Mohon tunggu...
Fri Dolin Siahaan
Fri Dolin Siahaan Mohon Tunggu... mahasiswa -

Advokat

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kajian Filsafat Hukum Terhadap Legal Standing

11 Januari 2016   15:44 Diperbarui: 11 Januari 2016   16:19 5140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sering terdengar pada ungkapan masyarakat bahwa filsafat merupakan bidang yang membingungkan, aneh, rumit, sulit dipahami atau dikerjakan bagi orang yang kurang kerjaan. Pendapat-pendapat yang demikian itu tidak dapat dibenarkan, karena selama kita masih hidup secara sadar dan dapat menggunakan pikiran, kemauan dan rasa maka kita tidak dapat terhindar dari kegiatan berfilsafat dan senantiasa berfilsafat. Jikalau ada orang yang begitu mengutamakan akal atau rasio maka orang itu memiliki pandangan filsafat rasionalisme. Dengan demikian, maka sebenarnya filsafat itu mudah untuk dimengerti.

Kegiatan kefilsafatan itu ialah merenung, tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan. Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun sesuatu sistem pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun memahami diri kita sendiri.

Filsafat itu bisa datang sebelum dan sesudah ilmu. Filsafat ada ketika manusia berangkat dari kesadaran yang disebut dengan tahu menuju kepada pengetahuan yang selanjutnya beranjak kepada bentuk ilmu, yang kemudian menjadi pengetahuan lanjutan. Filsafat menelusuri tentang segala sesuatu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Oleh karena itu filsafat memiliki orientasi untuk mempelajari alur cipta dari ciptaan Tuhan semesta alam.
Untuk sampai dimuka pintu filsafat hukum, kita harus tahu jalannya dalam konstelasi filsafat. Filsafat itu terbagi atas tiga cabang utama yakni:

1. Ontologi, mempersoalkan adanya segala sesuatu yang ada, ens, being, l’etre.gambarannya dapat terkesan pada pertanyaan-pertanyaan seperti berikut: “apakah manusia itu? Apa yang dikatakan adil?, apa ada itu?, apa yang dimaksud dengan warna putih”. Ini semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang timbul bagi semua orang yang hidup dalam kesadaran, tetapi tidak mudah dijawab. Kalau dihubungkan dengan ilmu, apa yang merupakan ada atau “being” dari ilmu itu. Umpamanya yang merupakan ada pada ilmu hukum yaitu norma (patokan).

2. Epistimologi, secara garis besar membahas segenap proses dalam usaha memperoleh kebenaran pengetahuan. Cuplikan yang tampil dalam upaya epistemologi memperoleh kebenaran dengan pembahasannya terhadap asal, syarat, susunan, metode, dan validitas pengetahuan. Secara umum kebenaran terbagi atas empat jenis kebenaran, yaitu kebenaran religius, kebenaran filosofis, kebenaran estetis dan kebenaran ilmiah.

3. Aksiologi, merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan tentang nilai. Persoalan utama pada nilai tersebut ada pada hakikat nilai itu sendiri, kriterianya dan keberadaan suatu nilai. Nilai dapat diartikan sebagai sifat yang melekat. Sifat yang melekat ini berkaitan dengan persoalan baik atau jahat dan indah atau buruk.

Dari konstelasi bidang-bidang filsafat itu masih tersisa pertanyaan yang belum terjawab, yaitu dimana letak filsafat hukum?. Menurut Carl Joachim Friedrich, filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat umum, karena dia menawarkan refleksi filosofis mengenai landasan hukum umum. Objek dari filsafat hukum tidak lain adalah hukum itu sendiri, hukum berkaitan erat dengan norma-norma yang mengatur perilaku manusia.

Sementara pembahasan mengenai perilaku manusia ada pada etika. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat tingkah laku yang disebut etika. Maka pada hakikatnya filsafat hukum merupakan filsafat yang mengkaji hukum secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut sebagai hakikat hukum atau merupakan filsafat yang mengkaji hukum secara filosofis. Dari uraian tersebut kalau diibaratkan dapat dikatakan bahwa filsafat nilai kedudukan sebagai genus, etika sebagai species dan filsafat hukum sebagai subspecies.

Sebagaimana kita pahami bahwa kegiatan dalam filsafat itu berupa perenungan sedalam-dalamnya untuk sampai kedapa intinya. Dengan hasil renungan kita itu, kita dapat merasakan hidup yang lebih sadar sebagai manusia. Dengan kesadaran kita itu, kita dapat mengetahui keunggulan dan kelemahan kita serta batas-batasnya.

Menurut Prof. DR. Saldi Irsa, SH dengan memahami filsafat hukum akan dapat dipetik tiga kemanfaatan, yaitu :
1. Manfaat ideal;
2. Manfaat praktis;
3. Manfaat riil.

Manfaat ideal yang dapat ditemui oleh orang yang mempelajari filsafat hukum terutama terhadap pemahamannya tentang eksistensi manusia dan kemanusiaannya dalam dinamika kehidupan. Sementara manfaat praktis dengan mengkaji filsafat hukum, dapat membuat setiap manusia menggali, mengolah, dan memanfaatkan setiap potensi atau sumber daya yang baik ada, baik yang ada dalam diri ataupun yang terdapat diluar dirinya, melalui gerak menuju tingkat kehidupan yang lebih baik dari masa sebelumnya. Akan adanya pembagian waktu, yakni masa: masa lalu, saat ini, akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun