Mohon tunggu...
Fri Dolin Siahaan
Fri Dolin Siahaan Mohon Tunggu... mahasiswa -

Advokat

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kajian Filsafat Hukum Terhadap Legal Standing

11 Januari 2016   15:44 Diperbarui: 11 Januari 2016   16:19 5140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Filsafat adalah orang yang cinta akan kebijaksanaan. Manusia hanya mencintai dan mencari kebijaksanaan, hanya Tuhanlah yg memiliki kebijaksanaan dan pengetahuan sepenuhnya. Filsafat hukum adalah ilmu tentang mencari kebijaksanaan, pengetahuan, dan kebenaran didalam hukum. Filsafat hukum memiliki tiga bagian yakni, ontologi, epistimologi, aksiologi. Filsafat hukum pun mengkaji legal standing yang merupakan bagian dari hukum itu sendiri, yang mencari letak legal standing didalam hukum untuk mencapai keadilan demi kepastian hukum.

kata kunci/ key word : Filsafat Hukum

A. Pendahuluan

Istilah filsafat berasal dari yunani kuno yakni philosophia dan philosophos yang berarti “orang yang cinta akan kebijaksanaan” atau “cinta akan pengetahuan”. Adalah pythagoras yang diduga menggunakan istilah filsafat pertama kali pada abad ke-6 SM. Istilah itu muncul ketika masyarakat yunani mengagumi kecerdasan dan menganggam dirinya sebagai ilmuan yang tahu segalanya. Karena itu lantas orang-orang menanyakan kepadanya, “apakah anda pemilik kebijaksanaan/pengetahuan?” terhadap pertanyaan tersebut pythagoras Cuma menjawab, “saya bukanlah pemilik kebijaksanaan atau pengetahuan, saya hanyalah pencinta dan pencari kebijaksanaan”. Selanjutnya ia menyatakan, “Tuhanlah pemilik kebijaksanaan dan pengetahuan itu”.

filsafat hukum merupakan suatu disiplin ilmu dengan kajian filsafat yang menjadi objeknya adalah hukum itu sendiri, dapat dikatakan induk dari ilmu hukum. Karena dari filsafat lah sebagai induk dari keilmuan kemudian muncul dan berkembang berbagai keilmuan, maka filsafat hukum juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan disiplin ilmu hukum.

Filsafat hukum adalah refleksi teoretis (intelektual) tentang hukum yang paling tua, dan dapat dikatakan merupakan induk dari semua refleksi teoretis tentang hukum. Filsafat hukum adalah filsafat atau bagian dari filsafat yang mengarahkan (memusatkan) refleksinya terhadap hukum atau gejala hukum. Sebagai refleksi kefilsafatan, filsafat hukum tidak ditujukan untuk mempersoalkan hukum positif tertentu, melainkan merefleksi hukum dalam keumumannya atau hukum sebagai demikian (law as such). Filsafat hukum berusaha mengungkapkan hakikat hukum dengan menemukan landasan terdalam dari keberadaan hukum sejauh yang mampu dijangkau oleh akal budi manusia.

Kajian filsafat hukum yang mengenalkan konsep ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Dapat digunakan untuk kerangka analisis dalam setiap permasalahan dan berbagai disiplin keilmuan. Dari ketiga konsep tersebutlah, sebuah disiplin keilmuan dapat berkembang. Terutama ranah epistemology, dapat memberikan kerangka berpikir bagi para ilmuwan dan peneliti guna pengembangan sebuah disiplin keilmuannya.

Perkembangan teori dan paradigma dalam semua disiplin keilmuan, tidak terlepas dari epistemology yang berkembang dalam filsafat ilmu. Kajian ilmu hukum atau studi hukum, juga tidak terlepas dari kerangka besar perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu. Misalnya, terbentuknya paradigma legal standing yang dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan perselisihan atau sengketa atau perkara di depan Mahmakah Konstitusi.

Dalam praktik ketatanegaraan modern telah dikenal prinsip pengujian konstitusional sebagai pemantauan dari negara hukum yang berkedaulatan rakyat. Pada umumnya, mekanisme pengujian hukum ini diterima sebagai cara negara hukum modern mengendalikan dan mengimbangi (check and balance) kecenderungan kekuasaan yang ada di genggaman para pejabat pemerintah untuk menjadi sewenang-wenang.

Dalam perkembangan didalam hukum timbul asas legal standing didalam praktek hukum di Indonesia. Legal standing adalah letak hak individu seseorang atau kelompok didalam hukum untuk melakukan gugatan yang merugikan dari individu tersebut atau kelompok untuk memperoleh hak-haknya demi keadilan.

B. Filsafat Hukum

Sering terdengar pada ungkapan masyarakat bahwa filsafat merupakan bidang yang membingungkan, aneh, rumit, sulit dipahami atau dikerjakan bagi orang yang kurang kerjaan. Pendapat-pendapat yang demikian itu tidak dapat dibenarkan, karena selama kita masih hidup secara sadar dan dapat menggunakan pikiran, kemauan dan rasa maka kita tidak dapat terhindar dari kegiatan berfilsafat dan senantiasa berfilsafat. Jikalau ada orang yang begitu mengutamakan akal atau rasio maka orang itu memiliki pandangan filsafat rasionalisme. Dengan demikian, maka sebenarnya filsafat itu mudah untuk dimengerti.

Kegiatan kefilsafatan itu ialah merenung, tetapi merenung bukanlah melamun, juga bukan berfikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan. Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun sesuatu sistem pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun memahami diri kita sendiri.

Filsafat itu bisa datang sebelum dan sesudah ilmu. Filsafat ada ketika manusia berangkat dari kesadaran yang disebut dengan tahu menuju kepada pengetahuan yang selanjutnya beranjak kepada bentuk ilmu, yang kemudian menjadi pengetahuan lanjutan. Filsafat menelusuri tentang segala sesuatu yang lalu, sekarang, dan yang akan datang. Oleh karena itu filsafat memiliki orientasi untuk mempelajari alur cipta dari ciptaan Tuhan semesta alam.
Untuk sampai dimuka pintu filsafat hukum, kita harus tahu jalannya dalam konstelasi filsafat. Filsafat itu terbagi atas tiga cabang utama yakni:

1. Ontologi, mempersoalkan adanya segala sesuatu yang ada, ens, being, l’etre.gambarannya dapat terkesan pada pertanyaan-pertanyaan seperti berikut: “apakah manusia itu? Apa yang dikatakan adil?, apa ada itu?, apa yang dimaksud dengan warna putih”. Ini semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang timbul bagi semua orang yang hidup dalam kesadaran, tetapi tidak mudah dijawab. Kalau dihubungkan dengan ilmu, apa yang merupakan ada atau “being” dari ilmu itu. Umpamanya yang merupakan ada pada ilmu hukum yaitu norma (patokan).

2. Epistimologi, secara garis besar membahas segenap proses dalam usaha memperoleh kebenaran pengetahuan. Cuplikan yang tampil dalam upaya epistemologi memperoleh kebenaran dengan pembahasannya terhadap asal, syarat, susunan, metode, dan validitas pengetahuan. Secara umum kebenaran terbagi atas empat jenis kebenaran, yaitu kebenaran religius, kebenaran filosofis, kebenaran estetis dan kebenaran ilmiah.

3. Aksiologi, merupakan cabang filsafat yang mempersoalkan tentang nilai. Persoalan utama pada nilai tersebut ada pada hakikat nilai itu sendiri, kriterianya dan keberadaan suatu nilai. Nilai dapat diartikan sebagai sifat yang melekat. Sifat yang melekat ini berkaitan dengan persoalan baik atau jahat dan indah atau buruk.

Dari konstelasi bidang-bidang filsafat itu masih tersisa pertanyaan yang belum terjawab, yaitu dimana letak filsafat hukum?. Menurut Carl Joachim Friedrich, filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat umum, karena dia menawarkan refleksi filosofis mengenai landasan hukum umum. Objek dari filsafat hukum tidak lain adalah hukum itu sendiri, hukum berkaitan erat dengan norma-norma yang mengatur perilaku manusia.

Sementara pembahasan mengenai perilaku manusia ada pada etika. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat tingkah laku yang disebut etika. Maka pada hakikatnya filsafat hukum merupakan filsafat yang mengkaji hukum secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut sebagai hakikat hukum atau merupakan filsafat yang mengkaji hukum secara filosofis. Dari uraian tersebut kalau diibaratkan dapat dikatakan bahwa filsafat nilai kedudukan sebagai genus, etika sebagai species dan filsafat hukum sebagai subspecies.

Sebagaimana kita pahami bahwa kegiatan dalam filsafat itu berupa perenungan sedalam-dalamnya untuk sampai kedapa intinya. Dengan hasil renungan kita itu, kita dapat merasakan hidup yang lebih sadar sebagai manusia. Dengan kesadaran kita itu, kita dapat mengetahui keunggulan dan kelemahan kita serta batas-batasnya.

Menurut Prof. DR. Saldi Irsa, SH dengan memahami filsafat hukum akan dapat dipetik tiga kemanfaatan, yaitu :
1. Manfaat ideal;
2. Manfaat praktis;
3. Manfaat riil.

Manfaat ideal yang dapat ditemui oleh orang yang mempelajari filsafat hukum terutama terhadap pemahamannya tentang eksistensi manusia dan kemanusiaannya dalam dinamika kehidupan. Sementara manfaat praktis dengan mengkaji filsafat hukum, dapat membuat setiap manusia menggali, mengolah, dan memanfaatkan setiap potensi atau sumber daya yang baik ada, baik yang ada dalam diri ataupun yang terdapat diluar dirinya, melalui gerak menuju tingkat kehidupan yang lebih baik dari masa sebelumnya. Akan adanya pembagian waktu, yakni masa: masa lalu, saat ini, akan datang.

C. Legal Standing

Salah satu prinsip yang penting di dalam perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keberadaan Mahkamah Kosntitusi yaitu sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi yang sedang diusung dan diperjuangkan oleh segenap komponen bangsa Indonesia.

Disamping itu, keberadaan Mahkamah Konsitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan antara lain oleh adanya berbagai pendapat dan pandangan serta tafsir ganda terhadap konstitusi.

Salah satu tugas dan kewenangan Mahkamah Kosntitusi seperti tersebut di atas yang memiliki daya tarik dan perhatian masyarakat secara luas adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengujian Undang-Undang, khususnya berkaitan dengan pengujian oleh kekuasaan kehakiman, perlu dibedakan antara istilah judicial review dan judicial preview. Review berarti memandang, menilai, atau menguji kembali, yang berasal dari kata re dan view. Sedangkan pre dan view atau preview adalah kegiatan memandangi sesuatu lebih dulu dari sempurnanya keadaan objek yang dipandang itu

Legal standing adalah keadaan dimana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan perselisihan atau sengketa atau perkara di depan Mahmakah Konstitusi. Legal standing adalah adaptasi dari istilah personae standi in judicio yang artinya adalah hak untuk mengajukan gugatan atau permohonan di depan pengadilan.

Sudikno Mertokusumo menyatakan ada dua jenis tuntutan hak, yakni:

1. Tuntutan hak yang mengandung sengketa disebut gugatan, dimana sekurang-kurangnya ada dua pihak. Gugatan termasuk dalam kategori peradilan contentieus (contentieus jurisdictie) atau peradilan yang sesungguhnya.

2. Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa disebut permohonan dimana hanya terdapat satu pihak saja. Permohonan termasuk dalam kategori peradilan volunteer atau peradilan yang tidak sesungguhnya.

Sejalan dengan pemikiran Sudikno maka tuntutan hak dari pemohon dalam pengujian undang-undang terhadap undang-undang dasar adalah tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa.

Kesatuan masyarakat hukum adat mempunyai dasar yuridis formal “kedudukan hukum” atau “Legal Standing”. Hal ini terjadi dan terkait dengan suatu kasus apabila hak-hak dan/atau kewenangan konstitusional kesatuan “masyarakat hukum adat” dirugikan oleh suatu Undang-Undang.

Menurut Pasal 51 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi :
1. Hak dan kewenangan Konstitusional yang diberikan UUD.
2. Pemohon dirugikan dengan berlakunya UU.

Legal standing sesungguhnya mirip dengan istilah tiada gugatan tanpa adanya kepentingan hukum atau disebut point d’ interest, point d’ action. Asas ini mengandung pengertian bahwa seseorang atau kelompok dikatakan dapat memiliki legal standing apabila terdapat kepentingan hukum yang dikaitkan dengan kepentingan kepemilikan atau kerugian langsung.

Dalam konteks Hak Asasi Manusia, Pasal 28 I ayat (3) UUD Negara RI 1945 menghormati “identitas budaya dan hak-hak masyarakat tradisional”. Begitu pula dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan prinsip otonomi daerah seluas-luasnya. Pasal 18 B UUD 1945 mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun demikian, apabila kerugian tersebut belum terjadi, akan tetapi dengan suatu penalaran yang wajar dapat diperkirakan kerugian konstitusional tersebut potensial akan terjadi, maka hal itu dapat diterima. Didalam merumuskan permohonan, setelah menguraikan adanya hak konstitusional yang diberikan dan kerugian yang dialami, wajib dipehatikan bahwa antara keduanya mutlak harus ada hubungan sebab-akibat (causal verband) mungkin saja terjadi, pemohon memang benar memiliki hak dan atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh Undang-Undang dasar 1945 dan pemohon juga mengalami kerugian, namun kerugian tersebut tidak ada hubungan sebab-akibat dengan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan, sehingga permohonannya tidak dapat diterima oleh Mahkamah Kosntitusi.

D. Analisis

Filsafat hukum adalah induk dari ilmu hukum di indonesia, keberadaan filsafat hukum yang mengolah hukum secara ilmiah pada tataran kefilsafatan sudah dirasakan cukum memadai. Filsafat hukum sendiri digunakan untuk kegiatan akal budi manusia untuk secara ilmiah mempelajari hukum yang berlaku di suatu negara atau masyarakat tertentu dengan tujuan untuk menemukan dan menawarkan penyelesaian terhadap masalh hukum konkret.

Dalam filsafat hukum kita hendak berfikir reflektif tentang hukum sebagai gejala yang dipranatakan oleh manusia. Filsafat hukum hendak mencari hakikat hukum, ingin mengetahui apa yang sebenarnya ada di balik norma-norma hukum, mencari yang tersembunyi didalam hukum, menyelidiki norma hukum sebagai pertimbangan nilai dan ponstulat hukum, sampai pada penyelidikan tentang dasar terakhir.

Dalam ciri yang lain, filsafat hukum juga memiliki sifat yang mendasar. Artinya, dalam menganalisis suatu masalah, kita diajak berfikir kritis dan radikal, universal. kritis maksudnya tajam, sementara radikal itu sampai kepada intinya, universal maksudnya keseluruhan, seperti objek filsafat hukum adalah hukum, hukum itu yang dikaji sampai pada intinya yang dinamakan hakikat.

Jadi di dalam legal standing atau kedudukan hukum, menurut filsafat hukum yang menjadi objeknya adalah hukum itu sendiri, yang dimana legal standing harus memiliki tiga (3) unsur asas di dalamnya, yakni:

1. Asas keadilan.
2. Asas kepastian hukum.
3. Asas kemanfaatan.

Dibentuk dan terbentuknya legal standing sebagai salah satu tujuan dari hukum di Indonesia yang adalah mengadaptasi dari istilah personae standi in judicio yang artinya adalah hak untuk mengajukan gugatan atau permohonan di depan pengadilan.

Legal standing dapat diartikan sebagai hak seseorang, sekelompok orang atau organisasi untuk tampil di pengadilan sebagai penggugat dalam proses gugatan (Civil Proceding) , disederhanakan sebagai hak gugat. Secara konvensional hak gugat bersumber pada filsafat hukum yang prinsip “tiada gugatan tanpa kepentingan hukum” (point d’interest point d’action). Kepentingan hukum (legal interest) yang dimaksud disini adalah merupakan kepentingan yang berkaitan dengan kepemilikan (propietary interest) atau kepentingan material berupa kerugian yang dialami secara langsung (injury in fact).

Menurut prof. Christopr Stone, legal standing memberikan hak gugat juga kepada suatu organisasi/lembaga swadaya masyarakat, untuk memberikan hak hukum kepada objek-objek alam seperti hutan, laut, sungai, gunung sebagai objek alam yang layak memiliki hak hukum dan adalah tidak bijaksana jika dianggap sebaliknya dikarenakan sifatnya yang inanimatif (tidak dapat berbicara) tidak diberikan suatu hak hukum, legal standing lebih dilandasi oleh suatu pengertian kerugian yang bersifat publik.

Selanjutnya Stone berpendapat, organisasi lingkungan yang memiliki data dan alasan untuk menduga bahwa suatu proyek/kegiatan bakal merusak lingkungan, kelompok tersebut dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan agar mereka ditunjuk sebagai wali (guardian) dari objek alam tersebut untuk melakukan pengawasan maupun pengurusan terhadap objek alam terhadap indikasi pelanggaran atas hak hukum.

E. Penutup

Dari paparan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah cara berfikir rasio, maka setiap orang yang belajar tentang hukum harus memiliki pandangan filsafat rasionalisme hukum. Adapun tujuan filsafat hukum itu sendiri untuk mencari kebenaran demi mencapai keadilan. Legal standing sudah memenuhi unsur didalam filsafat hukum, dikarenakan legal standing yang memberikan hak individu atau kelompok untuk mengedepankan keadilan demi terwujudnya tujuan filsafat hukum itu sendiri.

Masyarakat di Indonesia diberikan hak-haknya untuk mengajukan gugatan atau permohonan di pengadilan, hak-hak yang dimaksud adalah hak individu/seseorang, hak kelompok orang atau hak organisasi untuk tampil di depan pengadilan sebagai penggugat.

Karena itu, dalam tulisan ini istilah filsafat hukum digunakan dalam arti kegiatan akal budi manusia secara ilmiah mempelajari hukum yang berlaku di suatu negara atau masyarakat tertentu dengan tujuan untuk menemukan dan menawarkan penyelesaian terhadap masalah hukum konkret. Jadi pada dasarnya filsafat hukum sebagai suatu sistem aturan-aturan hukum adalah antisipasi terhadap kemungkinan peristiwa-peristiwa yang dapat terjadi dikemudian hari dengan merumuskan model-model perilaku yang sekaligus merupakan tipe-tipe konflik, karena jika terdapat perilaku yang menyimpang dari model perilaku itu dengan sendirinya tercipta situasi konflik, dan terkait padanya tesertakan pula standarisasi pola-pola penyelesaian sesuai dengan legal standing itu sendiri.

Masyarakat di Indonesia yang merasa haknya dirugikan secara materil maupun inmateril, memiliki legal standing untuk mengajukan hak-haknya melalui gugatan. Masyarakat manapun, untuk dapat menjadi masyarakat yang didalamnya tiap manusia individual dalam kebebasan sejati dapat menjalani kehidupan yang bermartabat manusiawi tanpa harus tergantung pada kekuatan fisil maupun finansial, membutuhkan ketertiban berkeadilan. Hukum dalam tujuan filsafat hukum memberikan hak-hak dan kewajiban itu sendiri sesuai dengan filsafat hukum agar terlaksana keadilan demi kepastian hukum.

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer, PT Raja Grafindo Persada, jakarta, 2014.
Ahmad Syahrizal, Peradilan Konstitusi .Cet I, Pradnya Paramit, Jakarta, 2006.
Bernard Arief Sidartha, Ilmu Hukum Indonesia, Genta, Yogyakarta, 2013.
Bernard Arief Sidartha, Moralitas Profesi Hukum: suatu Tawaran Kerangka Berfikir, Refika Aditama, Bandung, 2006.
Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum (Problematika Ketertiban Yang Adil), Grasindo, Jakarta, 2004.
Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa Pemikiran Hukum, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2008.
Muhamad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia cet. ke-3, Liberty, Yogyakarta, 1981.

B. Undang-Undang
Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun