“Pak Basuki penjual warung Hik di depan pabrik gula melihat sepedamu tergeletak di halaman pabrik. Dia merasa curiga melihat ada sepeda hias tergeletak di halaman pabrik gula yang terbengkalai lama. Pak Basuki lalu mengajak beberapa pelanggannya memeriksa ke dalam pabrik dan ternyata mereka menemukanmu dalam keadaan pingsan di dalam pabrik. Nah sekarang Bapak ingin tahu, apa yang kamu lakukan di sana? Bukankah Bapak sudah bilang jangan mampir-mampir.”
Santi tertunduk, dia bingung harus bercerita bagaimana, dan jika dia bercerita orangtuanya pasti tak kan percaya.
“Kalau aku cerita Bapak percaya tidak?”
Bapaknya mengerutkan kening
“Ceritakan saja semuanya sama Bapak dan Ibu.”
Santi lalu menceritakan semua kejadian yang dialaminya sore itu termasuk pertemuannya dengan Mirah dan teman-temannya. Kedua orangtuanya juga merasa aneh dengan kejadian itu tapi merekapun tidak bisa menemukan penyebabnya.
“Kamu tidak bohong kan?”
“Tentu saja tidak Pak, lagian buat apa aku mampir ke pabrik gula tua yang katanya banyak setannya.”
Mendadak Santi teringat kalung yang diberikan Mirah. Dia meraba lehernya, ternyata kalung itu sudah tidak ada lagi di lehernya.
“Kalungku…dimana kalungku?”
Ibunya seperti teringat sesuatu