Mohon tunggu...
Frey Immanuel
Frey Immanuel Mohon Tunggu... -

menulis dengan sederhana. \r\n var sc_project=11800296; var sc_invisible=0; var sc_security="c1965a9a"; var scJsHost = (("https:" == document.location.protocol) ? "https://secure." : "http://www."); document.write("");

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Papandayan Trip, Part 6: Di Balik Sebuah Cerita

5 April 2016   17:32 Diperbarui: 5 April 2016   18:07 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Papandayan dalam Imaji, Pic by AngelaChris"][/caption]"Hidup itu ga semudah kata kata para motivator ulung itu, hidup itu lebih variatif, tapi hidup juga ga sejelek takdir yang kamu kira juga,  banyak hal yang bisa dimaknai dalam hidup, ada juga hal-hal yang perlu kamu nikmati aja dalam hidup, ga perlu segitunya nyari hal-hal yang bersifat filosofis dalam hidup, kecuali kamu emang punya bakat terpendam.  Buat saya salah satu cara menikmatinya adalah dengan berimajinasi"

SUASANA GELAP, HUJAN TURUN DENGAN LEBATNYA

GMT+07, 16.30 LEVEL 1

Asap mengepul dari segala penjuru, tidak terlihat di mana posisi matahari saat itu, hitamnya asap mewarnai putihnya awan sore itu. Dedaunan berjatuhan, pepohonan banyak yang tumbang, percik api dan ledakan muncul dari segala arah. Desingan peluru berhamburan membabi buta. Ini medan perang!

"Sersan, Sersan! Sadarlah!! Kita masih butuh perintahmu!!" teriakan Pvt. Jo mencoba menyadarkan Sersan L.

Sersan L, tidak bergeming ia hanya terpaku melihat private Jo. S mencoba menyadarkannya. Tetesan hujan dan suara desingan peluru membasahi matanya yang penuh dengan ketakutan.

"Lihat Sersan, lihat tampang mereka, mereka butuh kamu untuk berdiri, mereka butuh pemimpin!"

Sersan melihat beberapa anggotanya bergetar ketakutan, beberapa terluka cukup parah, mereka memandang ke arah sersan dengan penuh harap dan takut luar biasa.

"Kalo sersan tidak bergerak, mereka kehilangan harapan, bahkan untuk berdiri saja mereka tidak mampu! Sersan!!"

"Bagaimana de-dengan Capt. Ferdy?"

"Kapten sudah pergi Sersan, dia dibutuhkan batalyon kelas cere yang terjebak di Lingkar Selada! Saat ini hanya Sersan yang memimpin kita!!"

"Kopral Aldo? Dia tau tempat ini, di mana dia???"

"Aldo tidak di sini Sersan, hanya kita dan anak-anak baru ini"

"Gimana dengan Sersan Andri? Jendral Rudy??? Kopral Paul??? Aku tidak bisa, kau saja Jo! Kau yang memimpin misi ini!"

"Sersan, saat ini mereka hanya butuh perintah darimu, pergi menghadapi musuh sampai titik darah penghabisan, atau kita harus mundur! Setidaknya jangan biarkan kami mati sia-sia di tempat ini! Sersan!!"

"Ti-ti-tidak adakah yang lain? Bantuan??"

"Sersan! Menunggu bantuan akan sia-sia, kita berada di gunung terjal, hutan hujan, dan musuh ada di mana-mana, kita tidak mungkin menunggu. WARHOG hanya 2 klik dari tempat ini, dan kita akan hancur berkeping-keping!"

"WARHOG?"

"Tank Sersan, tank!! Dengan dua moncong senjata berkaliber tinggi, bahkan mampu menghancurkan rumah berkeping-keping dalam jarak 1000 meter!"

Sersan L. tertunduk, ia memejamkan mata, ia berusaha membangunkan dirinya, di tengah-tengah kekacauan ini. Suara ledakan, desingan peluru, pepohonan yang rubuh teriakan tiba-tiba tenggelam, semakin lama semakin senyap. HENING. Semua yang ia lihat adalah hitam kelam. Ia berusaha menenangkan pikirannya. Ia melayang di antara kegelapan malam. Melayang menembus semesta.

Dalam kegelapan malam muncul titik-titik kecil berwarna-warni, perlahan-lahan menerangi. Semakin lama semakin banyak yang menyala. Seperti menari di kegelapan malam, cahaya itu semakin cepat menari! Cahaya bintang yang bertaburan di langit malam. Perlahan-lahan ia mendengarkan sebuah lagu menggema di telinganya, memberikan ia senyuman, memberikan sebuah harapan.

SOUNDTRACK: A SKY FULL OF STARS-COLDPLAY (Boyce Avenue accoustic cover)

##.....I don't care, go on and tear me apart
I don't care if you do, ooh
'Cause in a sky, 'cause in a sky full of stars
I think I saw you

'Cause you're a sky, 'cause you're a sky full of stars
I wanna die in your arms
'Cause you get lighter the more it gets dark
I'm gonna give you my heart .....##

Menyelam lebih dalam, ia kembali memejamkan matanya. Ia teringat akan sebuah memori yang tidak pernah hilang, memori akan masa depan.

 -PINUS-

(sebuah Planet yang hanya ditumbuhi dengan satu jenis pohon, yaitu pohon Pinus)

GPT+07, 16.00 Alternate LEVEL 2

Sore sungguh cerah, sinar mentari yang hendak tenggelam memberi arsiran khusus di sela-sela pepohonan pinus yang begitu rapat. Hijau, hampir semuanya hijau, bahkan batu besar tempat mereka berbaring pun dipenuhi dengan lumut-lumut hijau, melembutkan batu yang keras. Mereka saling pandang, tapi tak saling bicara. Mereka tahu mereka akan menghadapi perang. Perang mereka berbeda. Ini tentang cinta dan harapan.

"Bener kamu harus pergi?"

"Andai aku bisa memilih, aku akan tinggal"

"Aku khawatir, kamu ga akan kembali?" Air mata menetes pelan dari mata Yuja.

"Aku pasti kembali" Sersan mengatakan dengan tatapan mata yang tajam.

"Kapan?" Yuja mengelap matanya yang berair.

"Waktu itu relatif, aku tidak bisa menjanjikan tepatnya"

"Waktu di sini tidak sama dengan di tempat kamu pergi kelak?"

"Aku akan menjelajahi waktu yang benar-benar berbeda, sesuatu yang tidak pasti, dimensi yang berbeda"

"Untuk apa?"

"Untuk terus bersamamu. Kau tau planet ini akan segera berakhir, planet ini sekarat, jika aku tidak menghentikannya, kita tidak akan bisa bersama. Waktuku denganmu hanya seminggu, aku akan menjelajahi waktu untuk memperpanjang waktu. Paling tidak aku akan kembali sebelum planet ini lenyap, dan aku ingin kau menungguku di tempat ini"

"Aku tau, tetapi yang kubutuhkan bukan kita bisa hidup untuk selamanya, melainkan bersama denganmu di saat-saat terakhir, di saat seperti ini. Aku tidak peduli, Pinus akan berakhir selama aku tau kau di sisiku."

"Justru itu, aku tidak bisa kehilangan kamu. Aku akan mencoba segala cara. Menjelajahi waktu. Mengubah sejarah. Agar aku bisa bersamamu lebih lama lagi."

Yuja hanya terdiam. Air mata tidak berhenti mengalir. Sersan kemudian mengelap matanya, tetapi tidak berhasil, ia tidak bisa merasakan keberadaan Yuja. Semakin lama Yuja semakin hilang, semakin ia tidak bisa melihatnya.

"YUJA??? YUJAAAAAAAAA????"

Memori terakhir sersan hanyalah bayangan kesedihan Yuja.  HENING. GELAP.

 

KEGELAPAN MALAM, SEMESTA LUAR

Sersan membuka matanya, bintang-bintang itu semakin terang. Ia tahu, keputusannya meninggalkan seorang yang ia kasihi adalah sebuah kesalahan. Waktu memang relatif. Hidup itu singkat. Ia tahu bahwa keputusannya untuk pergi adalah kesalahannya. Namun, berharap waktu akan berpihak itu kebodohan yang berbeda.

"Mungkin Yuja sudah menduga, waktu yang kami miliki lebih singkat dari yang aku kira, dia tau waktunya sudah usai. tapi aku memilih untuk tidak di sisinya. Dan, sekarang aku menyia-nyiakan waktu yang ada dengan omong kosong, setidaknya, aku masih punya harapan. Aku masih bisa melakukan sesuatu untuk orang lain. Dan, jika hanya ada 0,0005 % kesempatan, aku akan gunakan sebaiknya, supaya aku bisa kembali ke Yuja, kali ini tidak untuk pergi lagi, melainkan menikmati waktu kami yang singkat ini, Yuja sekali lagi aku akan menjelajahi waktu untukmu."

Bintang itu bersinar cukup terang, membutakan. Sinarnya merenggut sukma, menghantam sersan melayang tanpa batas.

DUAAARRRRRRRRR.........

##...'Cause you're a sky, you're a sky full of stars
Such a heavenly view
You're such a heavenly view....##

GMT+07, 19.00 LEVEL 1

Ledakan cukup besar membakar hutan-hutan di gunung itu. Semua habis terbakar, menyisakan ruang kosong, hanya ada pohon-pohon mati terbakar dan patah. Semua porak poranda.

"SERSAANNN!!! Warhog disini, kita harus pergi!!"

Sersan kemudian berdiri, Pvt. Jo kemudian sedikit heran, ia kaget dengan reaksi sersan L.

"Sersan?"

"Kenapa? Bukannya kau minta aku untuk memimpin misi ini? Sekarang siapkan teman-teman. Kita tidak akan mati di sini. Sekarang kita harus hadapi Babi perang itu. Aku tidak akan diam, kita menang dan menaklukan gunung ini, atau kita mati dengan perjuangan mendapatkannya"

"Siap sersan! HOOORAAAHHH!!!!!" Pvt. Jo berkaca-kaca matanya, entah kelilipan atau dia terharu mau mati bareng.

Moncong Warhog berbelok, mengarah tepat di depan Sersan dan timnya. Muka Sersan berseri-seri.

"Hahahahahahahahah, huahahahahahaha....  MAJUUUUUUU....."

Moncong tersebut menembak dengan suara sangat keras, menghentikan jantung.

DEG.. DEG.. DEG.. DEG..

 

HENING. GELAP.

GMT+07, 19.00 WIB LEVEL 0

Di dalam sebuah tenda berwarna kuning, di Pondok Selada, Gn. Papandayan.

Suasana hujan setengah hati, sekitaran tenda penuh dengan lumpur dan tanah basah. Licin. Kegelapan malam hujan membuat malam itu kurang indah untuk dinikmati.

 "BABIK.... BABIK!!!!, ati-ati woy" orang di kejauhan.

"Di mana di mana?" orang di kejauhan 2 ikut menimpali

"Itu dia di sana" Bang Ferdy menunjuk sesuatu.

"Liat kemari dia" Andry kemudian terlihat mulai panik.

"Gede juga oi" Paul menimpali, sambil bersihin sepatu bootnya yang penuh dengan tanah, dan basah kena hujan.

"Sampah-sampah disingkirin, bawa masuk tenda!" Aldo kemudian memerintahkan anak-anak buat masukin sampah yang ada di sekitaran tenda.

"Gilak, babiknya gede banget! ati-ati woy" Miko ga sengaja ikutan nimbrung, sambil ngeliatin foto-foto di iPadnya.

"MANA BABIK? BAWA SINI, KITA MAKAN RAME RAME!!!!" Bang Rudi keluar tenda, dan bawa pisau lipet dengan gagahnya mau melawan itu babik.

"......................................................."

 

Saya, hanya membayangkan apa yang terjadi di luar. Masih menikmati hangatnya tidur di dalam tenda dipeluk oleh sleeping bag pinjeman. Semoga mereka berhasil memburu babinya dan dimakan bersama-sama. Saya akan keluar di saat yang tepat, seperti tidak tahu apa yang terjadi, dan hanya menikmati hasil masakan mereka.

"Itu ngapain anak-anak jam segini tiduran, ngapain kita ke gunung kalo cuma pindah tidur doank" Suara Bang Rudi masih terdengar.

Saya masih tetap di tempat, menikmati tidur dan berimajinasi....

imajinasi....

imajinasi....

imajinasi....

"ARGHHHHH"

Semuanya pudar ketika mereka semua masuk di tenda, dan saya merasa kepanasan karena sempitnya tenda yang kuota maksimalnya hanya empat orang diisi lima orang, berukuran raksasa. Belom lagi harus menghirup udara kaos kaki Paul.

Ah, Saya merindukan planet Pinus.

 

-bersambung-

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun