"Abi Boma art eve gelip, yleyse hayr Ben hangi arzulamak abi konuk olan... Ben bekleyi...!! (Pokoknya kakak harus datang, kalau tidak aku yang akan mendatangi kakak...aku tunggu lho...!!)" Mona memanfaatkan rajukannya itu untuk membuat Boma datang padanya dengan gayanya yang seolah-olah jadi mengancam Boma.
"Abi yleyse bir sre sonra, hoa kal...hihihi... (Kalau gitu sudah dulu ya kak, dah...hihihi...)"
"Eh...eh... izgi tutun ltfen...Mona...Mona... (Eh....eh...tunggu dulu...Mona...Mona...?)" Boma sontak bangkit dari tempat tidurnya sambil tetap paten posisi smartphone-nya.
"tut...tut...tut..."
Mona rupanya segera menutup telepon diiringi cekikikanya tampa menghiraukan cegahan Boma mengakhirinya seperti itu. Kini giliran Boma yang jadi gregetan dan seperti mendapat suatu firasat anehnya kembali dari tawa Mona di akhir panggilannya yang sepertinya merencanakan sesuatu. Alasannya yang telodor itu menjadi akil-balik dari tujuan awal Mona. Malam itu, Boma mengalami insomnia saking kalutnya menghalau bayangan anehnya itu.
***
"Hihihi... what you too will be imagined me in night later...hhmm...? hihihi... (Hihihi...Apa kau juga akan terbayangi diriku malam nanti..hhmm..? hihihi...)" kini malah tawa jahil Muze kembali membuyarkan kisah Boma sambil terbungkuk menahan geli.
"Ah you damn it...if me that as primer prominent figure in the your dreams, you will know of taste..hehehe... (Ah sialan kau...kalau aku yang menjadi tokoh utama dalam mimpimu, baru tahu rasa kau...hehehe...)"ujar Boma membalas ledekan Muze sambil tersenyum menyeringai dan memainkan kedua alisnya naik-turun. Tawa Muze terhenti sejenak menatap Boma jenaka, kemudian kembali tertawa cekikikan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Waktu terus bergulir, tanpa terasa sudah berjam-jam kedua insan itu bercengkrama di antara hingar-bingarnya tempat wisata itu yang seolah-olah semakin tidak terhiraukan suasananya.
***
Boma akhirnya kembali mendatangi Turuncu bersaudara dan kakek Cekim di waktu libur berikutnya. Ia dengan gerobak motor kakek Cekim yang kini digunakannya untuk berjualan itu membawa mereka ke wahana wisata balon Zeppelin di Kapadokya yang sekarang juga sedang menjadi pangkalan dagang kelilingnya saat ini. Mereka begitu gembira sekali, terutama Mona yang begitu bergairah dan takjub dapat menikmati pemandangan dari atas. Saking senangnya, sambil didekap oleh Boma ia menanyakan segala hal yang terlintas di benaknya terkait momentum mereka berada di sana. Pertanyaannya yang begitu polos dan lugu itu menjadi juga pengisi keceriaan para penumpang di wadah balon yang mereka naiki.