"Sssttt...yapamaz byk sylemek... (Sssttt... jangan keras-keras...)" bisik Boma sambil mengatupkan telunjuknya dan memajukan bibirnya, sementara tangan lainnya menunjuk ke arah Narenciye yang masih tertidur pulas.
"Hadi... biz dnda srf konumak... (Ayo...kita bicara di luar saja...)" sahut Boma masih dalam keadaan berbisik dan beranjak pelan-pelan dari tempat tidur lalu mengamit sebelah lengan Mona menuju ke luar ruangan. Mereka pun kemudian menuju ke teras belakang rumah disambut belaian lembut angin pagi.
Boma yang masih merasa linglung itu kemudian duduk di teras dengan memangku Mona di kedua pahanya sementara kedua telapak kakinya menggantung dari tanah yang lebih rendah dari teras yang ia duduki. Sambil memantapkan posisi duduk nyamannya, ia mulai menanyakan Mona pada keadaan dan suasana yang tertinggal dari memorinya itu pelan-pelan. Ia benar-benar tidak ingat bagaimana ia bisa tertidur di rumah Turuncu bersaudara ditambah lagi Narenciye turut tidur disampingnya. Namun, sepertinya Mona tidak memberitahukannya begitu saja dengan mengalihkan pikirannya atas permintaannya itu sambil mengeluarkan sekantung plastik dari saku gaunnya. Ia menanyakan pada Boma apakah plastik itu bisa membawanya terbang bersama ke angkasa. Boma tersenyum mendengarnya lalu mengajak Mona untuk bereksperimen dengan plastik itu. Bahan pendukung pun dikumpulkan.
Kini, Mona berteriak kegirangan sambil berloncat-loncatan dan melambaikan kedua tangannya ke atas ketika balon plastik buatan mereka mulai membumbung ke angkasa lebih tinggi dari bumbungan plastik yang ditiup angin ketika Boma datang kemarin. Boma pun ikut tersenyum lega sambil berjongkok dan menawarkan Mona naik di kedua pundaknya. Mona menyambutkan sambil menaiki kedua pundak Boma dan mengulangi lambaian tangannya memandang kepergian balon plastik itu sambil kedua kakinya di tahan oleh Boma yang kemudian membawanya berlarian mengitari sisi lapang belakang rumah mengikuti arah terbang balon plastik itu. Di antara peristiwa itu, tidak tertampak oleh mereka beberapa sosok yang sedang mengawasi penuh arti dari balik tirai jendela serta rerimbunan tanaman jeruk yang berdekatan dengan area tersebut. Perlahan, takdir Boma mulai terikat dengan mereka.
***
"Hey... give us places, move out...!! (Hei... beri kami tempat, menyingkirlah...!!)"
Suatu ketika di tempat Boma bekerja diributkan oleh sekelompok orang-orang berperawakan sangar dan garang meminta tempat duduk bagi mereka dengan paksa. Memang, saat itu kondisi di tempat itu sedang ramai oleh para konsumen yang memadati ruangan bagian dalam gedung bahkan di bagian luar ruang dengan tenda terbuka pun penuh pengunjung dalam waktu yang bersamaan. Mereka menembakkan senjata laras pendek ke udara untuk mengusir dan bahkan ada yang menendangi para konsumen Boma yang tidak segera beranjak dari situ.
Boma yang sedang berada di ruang lain pun mendengar kegaduhan dari ruang depan itu. baru saja ia hendak mencari tahu gerangannya, salah seorang bartender yang sedang bertugas menghampirinya dan memberitahu perihal yang terjadi. Ternyata ada segerombolan calon konsumen yang menempati ruangan dengan paksa dan meminta bon untuk hak komsumsi mereka. Bersamanya, Boma pun bergegas menyambangi tempat kejadian perkara. Didapatinya ruangan konsumen itu kini penuh dengan orang-orang berpenampilan sangar dan seragam mendominasi tempat itu. Kemudian Boma mendekati beberapa di antara mereka yang sedang berada di meja lobi sambil berteriak-teriak memaki karyawan lainnya yang sedang menghadapi mereka.
" You unknow we...haaah...?!!" (Kalian tidak tahu kami....haaah..?!!)
"This we exclusively customer to you...servicing we by good...!! (Kami ini pelanggan terhormat kalian...layani kami dengan baik...!!)" bentak mereka hendak melayangkan tinju dan tendangan pada para karyawan yang semakin pucat dan berusaha menahan diri, namun keburu dicegah Boma yang segera menyeruak menengahi.
" Ah excuse me...before I'm sorry for coming late, help Mister's calm please... (Ah permisi...sebelumnya saya minta maaf karena datang terlambat, tolong tuan-tuan harap tenang...)" tukas Boma menengahi.