Kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang atau pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain agar bekerja secara sadar dan terarah dalam menjalankan tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Syahril, 2019).
Menurut Sarros dan Butchatsky dalam Rahmat (2021, hal. 1), “leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good”. Menurut definisi tersebut, kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.
Menurut Usman (2019), kepemimpinan merupakan proses yang mempengaruhi terhadap sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Hutahaean (2021, hal. 2) mengemukakan bahwa kepemimpinan diartikan sebagai keterampilan dan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain, baik yang kedudukannya berada di atasnya maupun di bawah daripadanya dalam berpikir dan bertindak. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengubah perilaku yang semula mungkin individualistik dan egosentrik berubah menjadi perilaku organisasional.
Wijono (2018:4), menyatakan bahwa kepemimpinan didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk mencapai tujuan, baik tujuan individu maupun tujuan organisasi. Oleh sebab itu, pemimpin diharapkan bisa mempengaruhi, mendukung, dan memberikan motivasi agar para pengikutnya mau melaksanakan secara antusias dalam mencapai tujuan yang diinginkan baik secara individu maupun organisasi.
Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Kepemimpinan tidak hanya terfokus pada pencapaian tujuan organisasi saja, namun juga pada tujuan individu. Oleh karena itu, pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu menyeimbangkan tujuan organisasi dengan tujuan individu.
Ketika seseorang pemimpin dalam menjalankan proses kepemimpinannya, terdapat perbedaan antara pemimpin yang satu dengan pemimpin lainnya. Sebagaimana menurut Terry (2015:132) dalam Prayudi, Warsani, dan Anindya (2022, hal. 26) mengemukakan bahwa tipe-tipe kepemimpinan terbagi menjadi 6 (enam) bagian, yaitu:
- Tipe Kepemimpinan Pribadi (Personal Leadership). Pada kepemimpinan ini dicirikan oleh interaksi langsung antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin memberikan petunjuk dan perintah secara lisan atau tatap muka kepada bawahannya.
- Tipe Kepemimpinan Non Pribadi (Non Personal Leadership). Pada kepemimpinan ini semua keputusan yang dilaksanakan oleh bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah dan juga pengawasan.
- Tipe Kepemimpinan Otoriter (Authoritorian Leadership). Pada kepemimpinan ini pemimpin otoriter umumnya memiliki etos kerja yang tinggi, tekun, cermat, dan teratur. Mereka tegas dalam menerapkan peraturan dan memerintahkan bawahannya untuk mentaati instruksi mereka.
- Tipe Kepemimpinan Demokratis (Democratis Leadership). Pada kepemimpinan ini pemimpin menganggap dirinya sebagai bagian dari tim dan bekerja sama dengan semua anggota untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini dilakukan dengan memberikan tanggung jawab kepada setiap anggota untuk berpartisipasi dalam semua kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga penilaian. Setiap anggota dihargai sebagai potensi berharga dalam mencapai tujuan organisasi.
- Tipe Kepemimpinan Paternalistik. Pada kepemimpinan ini, kepemimpinan berakar pada pengaruh yang berasal dari sifat kebapakan. Pemimpin memiliki hubungan dengan bawahannya seperti seorang ayah dengan anak-anaknya. Tujuan pemimpin adalah untuk melindungi dan memberikan arahan kepada bawahannya.
- Tipe Kepemimpinan Menurut Bakat (Indogenious Leadership). Pada kepemimpinan ini seringkali muncul dari kelompok informal di mana anggota kelompok saling berkompetisi. Hal ini meningkatkan daya saing kelompok dan memunculkan pemimpin yang berbakat dari dalam kelompok tersebut.
Kepemimpinan dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Menurut Mutamimah (2011:3) dalam Prayudi, Warsani, dan Anindya (2022, hal. 28), menjelaskan bahwa seorang pemimpin akan dapat mentransformasikan para bawahannya melalui 4 (empat) komponen yang terdiri dari:
1. Charismatic Leadership
Kepemimpinan karismatik ditandai dengan kepemilikan kekuatan dan pengaruh oleh pemimpinnya. Pemimpin ini mampu membina dan menumbuhkan rasa percaya diri dan keyakinan diri pada karyawannya. Mereka memiliki kemampuan untuk membangkitkan semangat dan memberikan rasa senang kepada karyawan, sekaligus meyakinkan mereka bahwa mereka mampu dan akan mencapai hal-hal yang lebih besar dengan usaha yang lebih keras.
2.Inspirational Motivation
Motivasi inspirasional merupakan gaya kepemimpinan yang selalu memberikan motivasi dan dorongan kepada bawahannya untuk menyiapkan dan menyelesaikan pekerjaan yang bermakna dan menantang. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan antusiasme dan optimisme mereka.
3.Intellectual Stimulation
Pemimpin yang menerapkan gaya stimulasi intelektual selalu memberikan rangsangan intelektual kepada bawahannya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam berinovasi dan berkreasi dalam menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru. Selain itu, pemimpin ini juga mengajarkan bawahannya cara menganalisis masalah dengan melihat kesulitan yang ada dan memberikan panduan untuk menemukan solusi yang lebih rasional.
4.Individualized Consideration
Pemimpin yang menerapkan gaya perhatian individual selalu memperhatikan kebutuhan dan aspirasi setiap karyawannya secara individual. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mereka untuk berprestasi dan memberikan dukungan yang optimal. Dukungan tersebut dapat berupa gaji yang kompetitif, nasehat yang konstruktif, dan peluang pengembangan diri yang sesuai dengan potensi setiap karyawan. Tujuannya adalah untuk membantu karyawan perusahaan mencapai potensi terbaiknya dan berkembang secara profesional maupun personal.
Adapun karakteristik kepemimpinan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin menurut Davis yang dikutip oleh Reksohadiprojo dan Hantodo dalam (Situmeang, 2016) adalah sebagai berikut:
1. Kecerdasan, yaitu seorang pemimpin yang mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari pada pengikutnya, tetapi tidak sangat berbeda.
2. Kedewasaan hubungan sosial dan sosial yang luas, pemimpin pada umumnya mempunyai tingkat emosi yang stabil dan yang dewasa atau matang serta mempunyai aktivitas dan perhatian yang luas.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi, pemimpin secara relatif mempunyai motivasi dan keinginan yang relatif tinggi untuk mencapai prestasi, mereka berusaha lebih kers untuk mencapai nilai intrinsik.
4. Sikap hubungan manusiawi, seorang pemimpin yang suka akan mengakui harga diri dan martabat pengikut pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada bawahannya.
Menurut Hutahaean (2021, hal. 4), terdapat beberapa fungsi dari kepemimpinan, antara lain yaitu:
1. Memprakarsai struktur organisasi.
2. Menjaga adanya koordinasi dan integrasi supaya semuanya beroperasi secara efektif.
3. Merumuskan tujuan institusional atau organisasional dan menentukan sarana serta cara-cara yang efisien untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Mengatasi pertentangan serta konflik-konflik yang muncul dan mengadakan evaluasi serta evaluasi ulang.
5. Mengadakan revisi, perubahan, inovasi pengembangan dan juga penyempurnaan dalam organisasi.
Menurut Kartono (2017) yang dikutip oleh Harahap dan Hazmanan (2019), terdapat beberapa indikator yang menunjukkan kualitas kepemimpinan seseorang, yaitu:
1. Kemampuan mengambil keputusan
2. Kemampuan memotivasi
3. Kemampuan komunikasi
4. Kemampuan mengendalikan bawahan
5. Tanggung jawab
6. Kemampuan mengendalikan emosional
Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Menurut pendapat Sianturi dan Hamid (2021), “penggunaan kata kinerja sendiri pun terkadang disamaartikan dengan prestasi kerja, efektivitas kerja, hasil kerja, pencapaian tujuan dan produktivitas kerja”.
Kinerja adalah hasil dari suatu proses atau tingkat keberhasilan secara keseluruhan selama satu jangka waktu dalam menyelesaikannya tugasnya, yang dilakukan baik secara kualitas maupun kuantitas (Ramadhani dan Kamilah, 2021). Oleh karena itu, kinerja biasanya diukur dari perspektif hasil, yaitu seberapa baik seseorang melakukan tugasnya.
Menurut Simanjuntak, (2005:1) dalam Massora (2019) kinerja suatu organisasi atau perusahaan adalah akumulasi kinerja semua individu yang bekerja di dalamnya. Dengan kata lain, upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi dilakukan melalui peningkatan kinerja karyawan secara keseluruhan.
Menurut Nabawi (2019), kinerja pegawai didefinisikan sebagai hasil pekerjaan yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang yang dibebankan kepadanya untuk mencapai target kerja yang telah ditetapkan. Konsep kinerja lainnya juga dikemukakan oleh Mangkunegara (2000:66) dalam Suwarto (2020), yang ditugaskan kepadanya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang telah ditetapkan dan mencapai target kerja yang telah ditentukan.
Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya untuk mencapai target kerja. Kinerja karyawan dapat diukur dari sudut pandang hasil, yaitu seberapa baik seseorang melaksanakan tugasnya. Kinerja pegawai juga merupakan akumulasi kinerja semua orang yang bekerja dalam organisasi.
Penilaian kinerja karyawan merupakan elemen penting dalam pengelolaan sumber daya manusia di suatu organisasi. Hal ini dikarenakan penilaian kinerja memberikan berbagai manfaat positif bagi individu karyawan maupun organisasi secara keseluruhan.
Berdasarkan pendapat Mangkunegara (2005:13-14) yang dikutip dalam Suwarto (2020), terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja karyawan, yaitu:
1. Faktor Kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pemimpin dan karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110 – 120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang mampu untuk posisinya dan terampil dalam mengerjakan tugas sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
2. Faktor Motivasi (Motivation)
Sifat pimpinan dan karyawan terhadap suatu kondisi kerja di organisasi mereka dikenal sebagai motivasi. Karyawan yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya cenderung memiliki motivasi kerja yang tinggi. Sebaliknya, karyawan yang memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya cenderung memiliki motivasi kerja yang rendah.
Menurut Budihardjo (2015:11), terdapat beberapa dampak positif yang diharapkan tumbuh pada diri karyawan seiring dengan adanya penilaian atas kinerja kerja yang dilakukan, yaitu:
1. Lahirnya motivasi kerja yang lebih baik pada setiap karyawan. Hal ini menimbulkan peluang bagi meningkatkan etos kerja karyawan, sehingga akan besar dampaknya bagi peningkatan credit point atau track record para karyawan di mata perusahaan.
2. Lahirnya semangat berkompetisi secara sehat antar para karyawan. Hal ini mendorong para karyawan untuk semakin banyak belajar dalam upaya meningkatkan kemampuan dirinya. Hasil yang diharapkan adalah adanya peningkatan kualitas kerja serta profesionalisme dari para karyawan itu sendiri.
Menurut Silaen, et al., (2021:6), terdapat lima indikator untuk mengukur kinerja pegawai yaitu:
1. Kualitas kerja
2. Kuantitas kerja
3. Ketepatan waktu
4. Efektifitas
5. Komitmen
Referensi:
Budihardjo, M. (2015). Panduan Praktis Penilaian Kinerja Karyawan. Jakarta: Raih Asa Sukses.
Harahap, D. S., & Hazmanan. K. (2019). Pengaruh Kepemimpinan Dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja Melalui Motivasi Kerja. Jurnal Ilmiah Magister Manajemen, 2(1), 69-88.
Hutahaean, W. S. (2021). Filsafat dan Teori Kepemimpinan. Malang: Ahlimedia Press.
Massora, A. (2019). Pengaruh Etika Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Kementerian Pariwisata. Jurnal Manajemen FE-UB, 14-28.
Nabawi, R. (2019). Pengaruh Lingkungan Kerja, Kepuasan Kerja dan Beban Kerja. Maneggio: Jurnal Ilmiah Magister Manajemen, 2(2), 170-183.
Prayudi, A., Warsani. P., & Anindya, D. A. (2022). Kepemimpinan. Sumatera Utara: UMA Press.
Rahmat, A. (2021). Kepemimpinan Pendidikan. Yogyakarta: Zahir Publishing.
Syahril, S. (2019). Teori-teori Kepemimpinan. Jurnal Sosial dan Keagamaan, 208-215.
Sianturi, E. I., H. H., & Handayani, S. (2021). Pengaruh Penerapan Budaya Kerja (Corporate Culture) Terhadap Kinerja Pegawai pada PT Bank Perkreditan Rakyat Puskopat Palembang. Jurnal Nasional Manajemen Pemasaran & SDM, 2(1), 43-59.
Silaen, N. R., C. R., Sari, M. R., M. E., R. T., & T. R. (2021). KINERJA KARYAWAN. Widina Bhakti Persada Bandung.
Situmeang. (2016). Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suwarto. (2020). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai. Eksis: Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis, 11(1), 15-24.
Usman, H. (2019). Kepemimpinan Efektif: Teori Penelitian dan Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wijono, S. (2018). Kepemimpinan Dalam Perspektif Organisasi. Jakarta: Prenadamedia Group.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H