Persetujuan pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan oleh pihak pertama. Perjanjian tersebut harus sesuai dengan janji pihak pertama.
Tujuan akad merupakan pilar terbangunnya sebuah akad, sehingga dengan adanya akad yang dilakukan tujuan tersebut tercapai. Oleh karena itu, tujuan merupakan hal yang penting karena ini akan berpengaruh terhadap implikasi tertentu. Tujuan akad akan berbeda untuk masing-masing akan yang berbeda.Â
Untuk akad jual beli, tujuan akadnya adalah pindahnya kepemilikan barang kepada pembeli dengan adanya penyerahan harga jual. Dalam akad ijarah(sewa-menyewa), tujuannya adalah pemindahan kepemilikan nilai manfaat barang dengan adanya upah sewa. Motifyang dimiliki oleh seorang tidak berpengaruh terhadap bangunan akad.Â
Akad akan tetap sah sepanjang motif yang bertentangan dengan syara' tidak diungkapkan secara verbal dalam prosesi akad. Misalnya, seseorang menyewa sebuah gedung atau rumah, akad sewa tetap sah dan penyewa berhak untuk memiliki nilai manfaat sewa serta berkewajiban untuk membayar upah. Walaupun mungkin, ia memiliki motif akan menggunakan gedung atau rumah tersebut untuk memproduksi narkoba.
Dengan demikian, motif dengan tujuan sangatlah berbeda karena motif tidak bisa membatalkan akad. Kalau melihat contoh di atas, maka secara dzahir akad tersebut tetap sah tanpa melihat yang tidak sesuai dengan syara'. Motif seperti ini dihukumi makruh tahrim karena adanya motif yang tidak sesuai dengan syara'.Â
Dari penjelasan mengenai rukun dan syarat akad di atas. Maka bisa dipahami bahwa rukun dan syarat akad merupakan unsur yang penting dalam pembentukan sebuah akad.Â
Oleh karena itu, ulama merumuskan hal tersebut dalam rangka untuk mempermudah pihak yang akad dalam menyelesaikan perselisihan yang akan muncul dikemudian hari.
Menurut Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Hirsanuddin, penerapan prinsip-prinsip pembuatan akad syariah di perbankan syariah sebagai berikut:[8]
Dari segi subjek hukum atau para pihak yang membuat perjanjian
Para pihak harus cakap melakukan perbuatan hukum, artinya orang dewasa dan bukan mereka yang secara hukum berada di bawah pengampun atau perwalian. Seseorang yang belum dewasa atau berada dibawah perwalian, di dalam melakukan perjanjian wajib diwakili oleh wakil atau pengampunya.
Identitas para pihak dan kedudukannya masing-masing pihak dalam perjanjian harus jelas, apakah bertindak untuk dirinya sendiri atau mewakili sebuah badan hukum