Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dipahami bahwa akad adalah suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih berdasarkan keridhaan masing-masing pihak yang melakukan akad dan memiliki akibat hukum baru bagi mereka yang berakad.
Firman Allah dalam al-Qur'an Surat al-Maidah ( [5] : 1 ) Â "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya."[6]
Dalam surat Al-Maidah ayat 1, Allah menyuruh kepada seluruh kaum mukmin dengan memerintahkan untuk memenuhi perikatan maupun perjanjian yang telah terjalin diantara mereka maupun dengan Allah, kemudian Allah juga menyebutkan kebolehan untuk mengkonsumsi binatang ternak setelah disembelih.
Adapun yang dimaksud dengan "penuhilah aqad-aqad itu" adalah bahwa setiap mu'min berkewajiban menunaikan apa yang telah dia janjikan dan akadkan baik berupa perkataan maupun perbuatan, selagi tidak bersifat menghalalkan barang haram atau mengharamkan barang halal. Dan kalimat ini merupakan asas 'Uqud.[7]Â
Dasar kedua adalah firman Allah dalam al-Qur'an Surat an-Nisa' ( [4]: 29 ) yang berbunyi:"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jangan saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sungguh Allah Maha penyayang kepadamu".
Dari ayat di atas menegaskan diantaranya bahwa dalam transaksi perdagangan diharuskan adanya kerelaan kedua belah pihak, atau yang diistilahkannya dengan 'an taradhin minkum.Â
Walau kerelaan adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati, tetapi indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan kabul, atau apa saja yang dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan. keridlaan dalam transaksi ekonomi dan bisnis merupakan prinsip yang utama.Â
Oleh karena itu, transaksi dikatakan sah apabila didasarkan kepada keridlaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi.
Akad yang di adakan oleh para pihak harus sama ridho dan ada pilihan di dasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing pihak ridho/rela akan isi akad tersebut, atau dengan perkataan lain harus merupakan kehendak bebas masing-masing pihak.Â
Dalam hal ini berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain, dengan sendirinya akad yang diadakan tidak tidak didasarkan kepada mengadakan perjanjian.
Akad yang di adakan oleh para pihak harus jelas dan gamblang artinya terang tentang apa yang menjadi isi akad, sehingga tidak mengakibatkan terjadinya kesalahpahaman di antara para pihak tentang apa yang telah mereka perjanjikan di kemudian hari.Â