Pratik penghindaran dalam hal hibah seperti hibahan rumah dan bangunan dari seorang kakek kepada cucunya, dimana hibahan tersebut merupakan objek pajak sesuai Pasal 4 ayat 3 huruf a no 36 tahun 2008 bahwa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dikecualikan dari objek Pajak. akan tetapi untuk menghindari agar tidak dikenakan pph, sang kakek tersebut memberikan ke Tn. Y (anak si kakek) kemudian Tn. Y memberikan hibahan kepada sang anak (cucu sang kakek).
d. Memanfaatkan Aturan PP Nomor 23 tahun 2008
Pada PP nomor 23 tahun2008 menjelaskan bahwa pengusaha atau UMKM yang penghasilannya kurang dari 4,8 Miliar dalam satu tahun masa pajak, maka dikenakan tarif pajak final sebesar 0,5%. Aturan ini sering dimanfaatkan untuk melakukan penghindaran pajak oleh sebagian wajib pajak dengan cara memecah-mecah laporan keuangan dari semua usaha wajib pajak tersebut.
Fenomema penghindaran pajak juga dapat ditemui di Amerika. Paling tidak terdapat seperempat dari jumlah perusahaan di Amerika telah melakukan penghindaran pajak yaitu dengan membayar pajak kurang dari 20 persen padahal rata-rata pajak yang harus dibayarkan perusahaan mendekati 30 persen (Dyreng et al., 2008). Begitu pula di Indonesia, pada tahun 2005 terdapat 750 perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang diduga melakukan penghindaran pajak dengan cara melaporkan kerugian perusahaan selama lima tahun berturut-turut dan tidak membayar pajak kepada negara (Bapennas, 2005). Tahun 2012 ada 4000 perusahaan PMA melaporkan pajaknya nihil yang dikarenakan adanya kerugian selama tujuh tahun berturut-turut. Umumnya perusahaan tersebut bergerak di bidang manufaktur dan pengolahan bahan baku (Direktorat Jendral Pajak, 2013).
Pajak bagi perusahaan merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih sehingga perusahaan selalu menginginkan pembayaran pajak seminimal mungkin . Adanya beban pajak yang memberatkan perusahaan dan pemiliknya maka ada upaya untuk penghindaran pajak (Chen, 2010). Perusahaan memanfaatkan regulasi yang tidak jelas dalam rangka penghindaran pajak untuk memperoleh out come pajak yang menguntungkan .
Penghindaran pajak merupakan pengurangan tarif pajak eksplisit yang merepresentasikan serangkaian strategi perencanaan pajak yang berawal dari manajemen pajak (tax management), perencanaan pajak (tax planning), pajak agresif (tax aggressive), tax evasion, dan tax sheltering (Hanlon & Heitzman, 2010).
Penghindaran pajak dapat menyebabkan konflik kepentingan antara manajemen dan kreditur karena adanya asimetri informasi dan masalah moral hazard. Penghindaran pajak dapat juga memberikan reaksi positif maupun negatif bagi pasar. Ketika pasar berekspektasi bahwa beban perusahaan naik, maka akan timbul reaksi negatif. Jika pasar berekspektasi bahwa pengungkapan meningkat maka timbul reaksi positif (Frischman, Shevlin, & Wilson, 2008).
Kegiatan penghindaran pajak akhir-akhir ini diperkirakan akan menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh fiskus. Fenomena penghindaran pajak di Indonesia pada tahun 2005 terdapat 750 perusahaan Penanam Modal Asing yang ditengarai melakukan penghindaran pajak dengan melaporkan rugi dalam waktu 5 tahun berturut-turut (Prakosa, 2014; Fadhilah, 2014).
”Fenomena penghindaran pajak dapat dilihat dari rasio pajak (tax ratio) negara Indonesia. Rasio pajak menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak atau menyerap kembali Produk Domestik Bruto dari masyarakat dalam bentuk pajak.
Badan usaha di Indonesia disinyalir juga melakukan praktek penghindaran pajak. Hasil survey pada tahun 2016 oleh penyidik IMF Ernesto Crivelly, dan dianalisa kembali menggunakan database International Center for Policy and Research (ICTD), dan International Center for Taxation and Development (ICTD) pada badan usaha di 30 negara. Peringkat 11 dari 30 negara ditempati oleh Indonesia yang mengakibatkan pendapatan negara berkurang ± U$6,48 milliar akibat adanya praktek penghindaran pajak, (tribun, 2017).
KASUS-KASUS PENGHINDARAN PAJAK