Menurut Imam Abu Hanifah, anak zina tetap dinasabkan kepada suami ibunya (bapaknya) tanpa mempertimbangkan waktu masa kehamilan si ibu.
5. Analisis hukum menikahkan anak diluar nikah menurut pandangan syafi'i
Anak luar nikah adalah anak yang dilahirkan dari hubungan kelamin tanpa pernikahan. Anak zina adalah anak yang dilahirkan dari hubungan kelamin tanpa pernikahan. Pendapat syafi'i yang paling akurat tentang arti nikah secara syafi'i adalah bahwa, dalam arti denotatif, kata itu berarti perkawinan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. undang-undang yang membuat hubungan kelamin antara pria dan wanita dianggap halal.
Dalam hal nasab anak luar nikah ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya. Sebagian ulama menyatakan anak itu di nasab kepada keduanya sedangkan sebagian menyatakan anak itu di nasabkan kepada ibinya saja. Dan juga dalam hal menikahi anak luar nikah dengan laki-laki yang berzina ibunya sebagian mengatakan boleh dan sebagian mengatakan tidak boleh. Dan menurut mazhab Syafii adalah "Makhluk atau manusia yang terjadi dari hasil perzinaan. Halal baginya dan haram bagi seorang perempuan anaknya dari hasil perzinaan". Dari ayat diatas dapat difahamkan bahwa anak yang lahir dari hasil perzinaan itu dinasabkan kepada ibunya saja. Maka hasil bagi ayahnya (laki-laki yang berzina dengan ibunya) dan laki-laki dari keturunan ayah yang berzina dengan ibunya menikahi anak perempuan dari hasil perzinaannya dengan sebab itu adalah ajanabinya karena tidak merupakan anak baginya, tidak mewarisi ( ahli waris ) dan tdak selainnya hukum-hukum nasab. Dan pula haram bagi ibunya yang berzina menikahi dengan anak lelaki dari hasil perzinaan karena ibu adalah orang melahirkan anak itu dan sebagai ahli waris bagi ibunya. Maka seorang perempuan haram menikahi anaknya dari hasil perzinaan.
Dalam kitab Al-Majmu Imam Syafii menyatakan apabila seorang lakilaki berzina dengan seorang perempuan lalu dapat seorang anak perempuan maka makruh menikahnya.
Seorang laki-laki yang melakukan zina dengan anak perempuan, cucu, saudara perempuan, dan keponakan perempuannya boleh mengawini mereka karena mereka tidak memiliki hubungan nasab syar'i dengannya, menurut Fiqh Syafi'i. Selain itu, zina tidak mengharamkan mushaharah, atau menjalin hubungan pernikahan, sehingga seseorang yang berzina dapat menikahi ibu dan anak wanita yang berzinanya.
Dilihat dari pernyataan di atas, anak yang menikah dengan ibunya secara haram menikah karena dia melahirkan dan bertanggung jawab sebagai ahli waris ibunya, dan anak perempuan yang menikah dengan bapaknya secara halal. Anak yang dilahirkan karena perzinaan disebut anak zina atau anak haram. Anak yang dilahirkan oleh perempuan yang tidak bersuami dan dianggap tidak sah menurut hukum disebut anak haram. Namun, menurut agama Islam, anak itu suci. Oleh karena itu, anak-anak yang dilahirkan dari zina harus diperlakukan secara manusiawi, dididik, dan diajarkan keterampilan yang berguna untuk membantu mereka hidup di masa depan.
D. Rencana skripsi dan argument nya
Rencana dalam penulisaan skripsi dengan judul "hukum menikahkan anak diluar nikah oleh ayah biologisnya" karena tingginya angka pernikahan yang disebabkan oleh kehamilan diluar nikah. Pada akhirnya banyak orang tua yang tidak mengerti hukum anak yang lahir dari pernikahaan diluar nikah tersebut. Jika anak yang dilahirkan itu perempuan maka tidak akan mendapatkan nasab ayahnya begitupun jika anak tersebut menikah maka tidak akan bisa menggunakan wali ayahnya. Asal usul anak merupakan dasar untuk menujukkan adanya hubungan kemahraman (nasab). Demikian yang diyakini dalam fiqh sunni. Karena para ulama sepakat bahawa anak zina, hanya mempunyai hubungan nasab kepada ibu dan saudara ibunya. Mengenai status anak zina ini ada tiga pendapat, yaitu : Menurut Imam Malik dan Syafii, anak zina yang lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu bapanya, anak itu dinasabkan kepada bapanya. Jika anak itu di lahirkan sebelum enam bulan, maka dinasabkan kepada ibunya, karena diduga ibunya itu telah melakukan hubungan seks dengan orang lain. Sedang batas waktu hamil, paling kurang enam bulan. Menurut Imam Abu Hanifah anak zina tetap dinasabkan kepada suami ibunya (bapanya) tanpa mempertimbangkan waktu masa kehamilan si ibu. Jadi menurut Imam Abu Hanifah, anak zina tetap dinasabkan kepada bapaknya. Maka bapaknya tidak boleh menikah dengan anak zina itu. Berbeda dengan pendapat Imam Syafii bahwa anak zina yang lahir sebelum enam bulan dari pernikahan ibu bapanya anak itu dinasab kepada ibunya saja. Fuqaha sependapat bahwa wanita yang diharamkan untuk dikawin dari segi nasab ada tujuh kesemua ada tersebut dalam al-quran, yaitu ibu, anak perempuan, saudara perempuan, saudara perempuan ayah, saudara perempuan ibu, anak perempuan saudara perempuan, dan anak perempuan saudara laki-laki. kita dapat mengambil kesimpulan bahwa anak yang berasal dari hubungan diluar nikah tersebut tidak bisa di bangsakan kepada ayahnya. Jadi anak tersebut hanya dinasabkan kepada ibunya saja sehingga hal ini berimplikasi kepada tidak bisanya lelaki yang dianggap sebagai ayahnya tersebut menjadi wali nikah baginya. Namun demikian, ketika anak tersebut hanya dinasabkan kepada ibunya maka siapakah yang akan menjadi wali nikah bagi anak perempuan yang lahir sebab hubungan di luar nikah tersebut. Dalam kondisi seperti ini maka yang akan menjadi wali bagi anak tersebut adalah sulthan atau wali hakim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H