Dalam bukunya, Sayyid Sabiq menggambarkan wali sebagai aturan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya. Ada wali umum dan wali khusus. Berkenan dengan manusia adalah yang umum, sedangkan berkenan dengan harta benda dan manusia adalah yang khusus. Ini adalah tentang wali terhadap manusia, yaitu wali pernikahan. Dalam kitabnya, Imam Malik ibn Anas menyatakan bahwa seorang janda memiliki hak yang lebih besar atas dirinya daripada walinya, dan seorang gadis menunjukkan dukungannya.
Anak luar nikah adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin luar nikah. Dalam hukum Islam anak tersebut dapat dianggap anak di luar nikah adalah:
Anak zina, adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin tanpa pernikahan, karena perbuatan yang dilakukan oleh orang yang menyebabkan kelahiran anak tersebut.
Anak mulaanah, adalah anak yang dilahirkan oleh seorang istri yang mana keberadaan anak itu dibantah oleh suami sebagai anaknya dan menuduh istrinya telah berbuat zina dengan pria lain dengan cara melakukan sumpah lian terhadap istrinya.
Anak shubhat, adalah anak yang dilahirkan dari seorang wanita yang digauli dengan cara shubhat, yang dimaksud dengan shubhat dalam hal ini, menurut jawad mughaniyah yaitu seorang laki-laki menggauli seorang wanita yang haram atasnya karena tidak tahu dengan keharaman itu.
Anak luar nikah artinya kehamilan yang terjadi pada wanita tersebut tidak melalui pernikahan yang sah, yang hanya menyebabkan terhalangnya pembahagian harta pusaka menurut hukum faraid. Jika orang yang berzina tersebut menikah setelah kehamilan, istrinya melahirkan anak kurang dari tempoh enam bulan menurut mazhab Imam Syafii anak tersebut tidak boleh di bin kan kepada bapa terlibat sebaliknya di bin kan dengan kepada ibunya. Begitu juga jika, melebihi enam bulan istrinya melahirkan anaknya tadi maka anak tersebut tetap tidak boleh di bin kan kepada bapanya. Ini karena ibu itu tahu anak dalam kandungan ujud sebelum pernikahan.
Ulama berbeda pendapat tentang hukum nasab anak luar nikah. Sebagian ulama berpendapat bahwa anak itu dinasabkan kepada keduanya, sedangkan sebagian lainnya berpendapat bahwa anak itu dinasabkan hanya kepada ibunya. Ada juga pendapat bahwa ibu boleh menikahi anak luar nikah dengan pria yang berzina, tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa tidak boleh.
Tampaknya fikih Islam menganut pemahaman yang cukup tegas berkenaan dengan anak yang sah. Kendatipun tidak di temukan defenisi yang jelas dan tegas berkenaan dengan anak yang sah, namun berangkat dari defenisi ayatayat al-Quran dan hadis, dapat diberikan batasan, anak yang sah adalah anak yang lahir oleh sebab dan didalam perkawinan yang sah. Selain itu, disebut sebagai anak zina yang hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya.
Mengenai status anak zina ini ada tiga pendapat, yaitu:
Menurut Imam Maliki dan Syafii, anak yang lahir setelah enam bulan dari perkawinan ibu bapaknya, anak itu dinasabkan kepada bapaknya.
Jika anak itu dilahirkan sebelum enam bulan, maka dinasapkan kepada ibunya, karena diduga ibunya itubtelah melakukan hubungan seks dengan orang lain. Sedang batas waktu hamil, paling kurang enam bulan.