Linar tersenyum pahit dan mengusap pipinya yang mulai terasa beku. "Sudahlah, kalau kau tak bersedia. Aku takkan pernah menunggumu lagi. Aku menemuimu untuk mengatakan itu."
"Mengapa kau tiba-tiba berkata begitu? Kau marah?"
Linar menggeleng dan berdiri cepat. "Aku harus pergi sekarang. Malam ini aku akan kembali ke Tanah Air."
"Jangan pergi! seru Lingkar gusar. "Tunggu dulu, mengapa kau bersikap begini?"
"Aku juga tak memiliki alasan, sama sepertimu." Linar melambaikan tangan, lalu meninggalkan Lingkar. Pemuda itu memanggil-manggil namanya, tapi ia malah mempercepat langkah sambil membawa secangkir gerimis.
Saat menyusuri Prince Albert Road, gerimis turun semakin deras. Udara mulai terasa menusuk. Linar memasukkan kedua tangannya ke dalam saku mantelnya. Kemarin, saat mengunjungi Queen Mary's Garden seorang diri, ia melihat seorang pemuda sedang duduk bersama seorang gadis berambut cokelat di bangku taman tempat ia dan Lingkar dipertemukan. Senyum yang mekar di bibir keduanya mengisyaratkan cinta.Â
Bagaimana mungkin sepasang kekasih yang sedang larut dalam kebahagiaan menyadari kehadirannya? Linar tertawa getir. Ia menatap langit sore dengan pilu. Secangkir gerimis menjelma menjadi hujan di pipinya.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI