Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Prasangka

10 April 2019   10:18 Diperbarui: 10 April 2019   10:34 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesaat kemudian seorang perawat menyampaikan bahwa Ustadz Adi siuman dan memohon Pak Rahman, Pak Amin, dan Kyai Maksum menemui Ustad Adi. Mereka segera mengikuti langkah perawat yang memanggil. Dia terlihat sangat payah.Beberapa alat menempel di dadanya. Sementara istrinya mendampinginya dengan wajah penuh luka dan sangat sedih. Petugas IGD membisikkan kepada Pak Rahman agar tidak terlalu lama berbincang. Kondisi pasien sedang kritis.

         " Assalamu alaikum." Salam dan lambaian tangan Ustad Adi membuat mereka makin terharu.

         " Wa alaikum salam." Serempak mereka menjawab dan segera merapat.

         Kyai Maksum mengelus rambut Ustad Adi dengan penuh kasih, " Alhamdulillah Ustad sudah siuman, semoga Allah memberikan kesembuhan dan kesabaran. Semoga menjadi penebus dosa."

         " Aamiin. Bapak-bapak, saya mohon maaf atas kejadian ini. Semua ini dikarenakan karena saya punya cara sendiri dalam berda'wah, maka menimbulkan kecurigaan dari masyarakat. Saya mohon maaf karena kehadiran saya di desa ini membuat masyarakat menjadi resah. Mohon sampaikan permohonan maaf saya kepada masyarakat di sini."

         " Ustad tidak bersalah, justru masyarakat di sini yang salah. Mereka terlalu membabi buta sebelum mengetahui kebenarannya. Saya selaku kepala desa meminta maaf atas kejadian ini. Semoga Ustad  sudi memaafkan dan semoga lekas diberikan kesembuhan."

         " Aamiin. Terimakasih Bapak-bapak atas perhatian dan doanya, semoga Allah membalas dengan limpahan kebaikan untuk Penjenengan bertiga." Pandangan Ustad Adi beralih menatap istrinya." Dinda maafkan Mas yang selama ini belum bisa membahagiakan Dinda. Selama ini Mas selalu memberikan beban dan selalu mengajak  berjuang tanpa kenal waktu. Hari ini Mas masih minta bantuan kepada Dinda untuk menjelaskan semua perjuangan kita selama ini. Semoga bisa memberikan pemahaman dan menghilangkan prasangka yang kurang baik. " Napas Ustad Adi tersengal.

         " Insha Allah Mas, semua akan Dinda laksanakan. Sekarang Mas istirahat, jangan diforsir."

         " Tidak Dinda, Mas tidak apa-apa. Namun bila sesuatu terjadi pada Mas , tolong Dinda ikhlaskan. Jangan ditangisi, semua sudah kehendak-Nya. Mas tunggu di Surga Allah."

          Zulaiha tak mampu berkata apa-apa. Dia hanya mengangguk sendu. Tak terasa air matanya meleleh di pipi. Ustad Adi mengelap dengan penuh kasih. Diraih pundak istrinya , didekap di dadanya dengan erat. Tiba-tiba perawat menegakkan tubuh Zulaiha. Ternyata Ustad Adi sudah tiada.

" Innalillahi wa innailaihi rojiun." Mereka mengucapkan serempak .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun