Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Prasangka

10 April 2019   10:18 Diperbarui: 10 April 2019   10:34 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabut masih menyelimuti lereng Gunung Loreng. Udara dingin menusuk sampai ke tulang. Sinar mentari masih enggan menerobos tebalnya kabut pagi. Para pekerja di peternakan masih duduk berbalut kain sarung sambil asyik menikmati rokok di tangannya. Kepulan asap rokok mereka membentuk bulatan-bulatan bak awan menari-nari di langit. Mereka berlomba mencari kehangatan ditemani cecangkir kopi yang sesekali diseruput di antara hisapan rokok. Tanpa bicara, namun kenikmatan mereka rasa bersama.

 Ustad Adi tampak memasuki area peternakan. Langkah tegap memulai aktivitas rutinnya. Sarung dan peci masih melekat, menemani selepas jamaah shalat Subuh. Pandangannya menyapu ke semua penjuru peternakan yang masih sepi. Tangannya dengan terampil merapikan tanaman di sepanjang jalan masuk. Terkadang beliau berhenti, mengamati sejenak. Matanya jeli menyelidik ke berbagai sudut peternakan. Kepulan asap membumbung ke udara bagai cerobong asap pabrik menyita perhatiannya. Dia keryitkan dahi, saat matanya menyelidik. Langkahnya menyeruak rumput gajah yang rimbun melacaknya.

 "Assalamu alaikum." Senyum Ustad Adi terkembang.

 Sekumpulan pekerja terperanjat, spontan membuang putung rokok di tangannya. " Wa'alaikum salam Abah." Serempak mereka menjawab salam Ustad Adi. Satu per satu mereka menyalami Ustad Adi dengan sangat sopan. Beberapa orang segera merapikan cangkir kosong dan putung rokok yang berserakan.

"Maaf Abah, kami tidak mendengar kehadiran Abah. Udara pagi ini sangat dingin, makanya kami kembali menghisap rokok." Pak Wagiman menjelaskan sambil tersipu.

 Ustad Adi tersenyum," Memang perlu pembiasaan Bapak, tapi niat yang kuat itu yang lebih penting. Mari kita kuatkan niat kembali."

 Ustad Adi selalu mengawali pagi dengan menyambung silaturahim dengan para karyawan sekaligus memberikan pencerahan. Selesai memeriksa kondisi ternak dan lingkungannya, beliau bergegas pulang dengan mengendarai motor sederhananya. Tampak Zulaiha istrinya setia menunggu di halaman. Sudah tiga bulan mereka memulai hidup baru di daerah lereng Gunung Loreng ini. Setelah sarapan, seperti biasa mereka berjalan-jalan ke pasar untuk berbelanja kebutuhan  harian.

"Mas, njenengan merasakan keganjilan?"

 "Keganjilan apa? Positif thinking saja Dik."

 "Iya Mas. Tapi coba lihatlah pandangan mereka tak seperti biasa. Biasanya setiap aku menyapa mereka menyambut dengan ramah, kali ini mereka tampak sinis dan menghindar dari kita."

"Mas juga lihat. Gak usah terlalu dipikirkan, mungkin mereka sedang ada masalah. Kalau Dinda merasa tidak nyaman dengan pandangan mereka, percepat belanjanya agar kita bisa segera pulang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun