Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Prasangka

10 April 2019   10:18 Diperbarui: 10 April 2019   10:34 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         "Betul Mas, kalau tidak, Dinda tak mampu membayangkan apa yang terjadi."

         "Hidup dan mati merupakan ketentuan Allah. Cepat atau lambat pasti terjadi. Tak perlu terlalu dirisaukan. Kewajiban kita hanya mempersiapkan bekal pulang dengan sebaik-baiknya. Mas mohon Dinda, mengikhlaskan semuanya dan memaafkan atas kejadian tadi, bahkan apabila hari ini Mas harus berpulang, Dinda harus ikhlas."

         Tangis Zulaiha meledak, dipeluknya suaminya dengan erat, "Jangan berbicara seperti itu Kang Mas, aku tidak bisa hidup tanpa Kang Mas."

         "Istighfar Dinda, istighfar... Kita syukuri semua nikmat Allah! Nanti akan kita klarifikasi  dengan masyarakat, dan pasti masyarakat akan mengerti. Bersabarlah."

         Seharian Ustad Adi tidak berjamaah di masjid. Beliau shalat berjamaah di rumah dengan istri dan para pembantu. Baru saja selesai shalat Mahgrib, terdengar suara gaduh di luar rumah.

         "Keluar! Keluar manusia laknat! "Teriakan itu disambut dengan ejekan yang menyakitkan.

         Ustad Adi tetap duduk bibirnya tak henti berdzikir. Seolah tak mendengar teriakan dan suara ribut di luar rumahnya. Tak lama kemudian, hujan batu menyerang rumahnya, itu juga sama sekali tak mempengaruhinya. Istrinya tak berani mengganggu kekhusyukan suaminya. Dia merapat pada suaminya, kemudian ikut tenggelam dalam dzikir. Para pembantu, Darjo, Ginah, dan Warti berkumpul di pojok ruang tengah, tak berani keluar.

          Tiba-tiba terdengar riuh warga mendobrak rumahnya dan beberapa orang masuk rumah dengan marahnya, sebagian mendapati Ustadz Adi di ruang shalat. Mereka pun menyeret Ustad Adi ke halaman. Langsung mendapat sambutan keroyokan warga. Pukulan dan pentungan menghujani tubuhnya tanpa mampu melawan.

Zulaiha yang  berusaha menyelamatkan suaminya justru ikut menjadi korban pengeroyokan. Setelah keduanya terkapar tak berdaya, salah seorang di antara mereka  memberikan intruksi untuk menghentikan.

         " Sudah cukup! Ini merupakan peringatan pertama untuk kalian! Kami tidak sudi di desa kami  ada manusia laknat seperti kalian! Pemabuk, penzina yang memakai kedok ustad. Kalian harus keluar dari desa kami, sebelum azab Allah menimpa kami. Apabila besuk pagi kalian belum meninggalkan desa ini , kami akan bertindak lebih kejam dan rumah Anda akan kami bakar!"

         Sesaat halaman rumah Ustad  Adi sepi senyap.  Ustad Adi pingsan dalam pelukan istrinya. Para pembantu baru berani keluar untuk menyelamatkan mereka berdua. Baru saja Darjo akan mencari pertolongan dua buah mobil memasuki pekarangan. Pak Rahman, Pak Amin, Kyai Maksum, dan beberapa tokoh masyarakat turun  dari mobil. Mereka sangat terkejut atas kejadian yang menimpa Ustadz Adi. Mereka kecolongan, rupanya masyarakat mendahului bertindak sebelum para tokoh meminta klarifikasi  kepada Ustad Adi. Mereka membawa mereka ke rumah sakit dan langsung mendapat penanganan di IGD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun