Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pendar

13 Februari 2018   10:03 Diperbarui: 13 Februari 2018   10:59 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sampai di rumah Pak Hamid agak tergesa-gesa, karena ketiduran.  Kami segera berangkat, bahkan Pak Hamid belum sempat makan sore. Kami takut mengecewakan jamaah, jangan sampai mereka terlalu lama menunggu. Tiga puluh menit kami tempuh, sampailah di tempat tujuan. Suasana tampak lengang.  Seorang pemuda menghampiri kami.

" Assalamu alaikum Ustadz, saya mendapat tugas untuk menyampaikan kabar bahwa hari ini kajian ditunda minggu depan, karena salah satu kerabat kami di desa sebelah meninggal dunia. Semua ta'ziah ke sana. Kami mohon maaf tidak bisa mengirim kabar ini karena mendadak."

" Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun, kami ikut berbela sungkawa. Tidak apa-apa Dek, kita berjamaah shalat isya saja, kemudian kami akan berpamitan."

Usai shalat isya, kami meninggalkan masjid itu. Saat melintas di sebuah toko Pak Hamid memintaku berhenti, untuk membelikan roti putranya . Mesin motor tidak aku matikan, karena takut nanti kesulitan menghidupkan kembali. Tiba-tiba aku dikejutkan teriakan seseorang.

" Hai Kunyuk... kurang ajar kau, nantang ya !" Seorang laki-laki berperawakan tinggi besar  membentak dan menarik kerah bajuku.

" Maaf Bang, apa salah saya?"

" Hei... masih tanya apa salah mu, habisin aja Bang!" Teriak temannya .

" Matamu ... kau tak tahu siapa kami ha ?! Berani betul kau sorotkan lampu motor butut  itu. Matikan  ! "

Pak Hamid tergopoh-gopoh, " Maaf Saudara, ada apa ini?"

" Ini temanmu sengaja menantang kami dengan menyorot muka kami!"

" Oh maaf, kami tidak sengaja." Aku segera memberi isyarat kepada Pak Hamid untuk segera kabur, saat ku lihat beberapa teman mereka bangkit dan mendekat. Segera ku tancap gas, diikuti sumpah serapah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun