Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pendar

13 Februari 2018   10:03 Diperbarui: 13 Februari 2018   10:59 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Oh.. dari Jawa Timur, selamat datang di Gorontalo, ternyata kita sama-sama pendatang,

  saya dari Jawa Tengah."

Kami langsung terlibat pembicaraan akrap, seolah kami sudah berteman lama. Pak Hamid ternyata seorang guru agama . Beliau sudah dua puluh tahun bertugas di sini, bahkan sejak masih lajang. 

Pak Hamid dipertemukan jodoh gadis asli Gorontalo. Seorang wanita sholihah, aktifis masjid, yang selalu mendukung perjuangan  Pak Hamid. Beliau dikaruniai dua orang putra. Yang sulung seorang anak lelaki usia 10 tahun kelas 4 SD,  sedangkan adiknya usia 8 tahun kelas dua SD. Satu jam kami berbincang, Pak Hamid berpamitan karena akan mengajar TPQ di Mushala sekitar tempat beliau, tak lupa beliau memberikan alamat rumah dan mempersilahkan saya untuk mampir berkunjung.

Malam minggu ini aku memenuhi janji kepada Pak Hamid, alhamdulillah rumah beliau tidak sulit ditemukan, aku diperkenalkan dengan kedua putranya. Suasana sederhana tapi nyaman, kami mengobrol dengan sangat asyik, kesempatan ini aku manfaatkan untuk mencari jawaban akan rasa penasaranku tentang julukan " Serambi Madinah" untuk Kota Gorontalo ini.

Pak Hamid dengan penuh semangat mulai bercerita. Gorontalo mendapat julukan istimewa sebagai serambi Madinah, Serambi Madinah sendiri diambil dari nama sebuah daerah Suci di Negara Arab yakni Kota Madinah yang kita kenal dengan Kota tempat pertama kali dibangunnya tempat Ibadah Umat Islam bernama Masjid Nabawi. Maka dapat disimpulkan bahwa  di Gorontalo masyarakatnya sangat religius. Julukan ini muncul sebagai manifestasi nilai adat, nilai kesopanan dan nilai norma Agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Gorontalo. Masyarakat Gorontalo terkenal dengan filosofi adatnya yakni "Adat bersendikan Syara', Syara' bersendikan Kitabullah".

Hal ini menunjukkan betapa perjuangan ulama kala itu sampai merambah menembus sungai lembah gunung dan hutan. Ibaratnya dimana tanah masih terkena sinar mentari disitulah  islam datang mewarnai. Maka dari itu, kita harus  menghormati jasa para ulama itu.  Meskipun kita  bukan masyarakat asli Gorontalo, namun semua itu karena tanggung jawab kita sebagai umat Islam.

Tantangan Islam terhadap perkembangan zaman tidak ringan. Perkembangan media sosial yang tak terbendung apalagi bercampur dengan budaya luar yang membawa dampak kurang positif.  Filtrasi kebudayaan yang kurang diperhatikan  membuat generasi muda mulai mengenal vcd porno dan obat obatan terlarang, semangat untuk menghidupkan masjid mushola menjadi menurun sementara kafe dan tempat hiburan mulai rame dengan penggemarnya. Tampak Pak Hamid menghela napas, kemudian beliau melanjutkan penjelasannya.  Di jalan-jalan sekarang banyak kita temui gadis remaja dengan pakaian minim dikenal istilah "Cadeko", mengumbar aurat. Sering juga kita jumpai para pemuda dengan santainya meneguk minuman keras. Berawal dari inilah para dai, ulama ,penceramah, dan tokoh agama mulai merapikan barisan membentengi umat dari penyakit masyarakat supaya tidak kian merajalela.

Aku menghela napas. Benar-benar suatu kondisi yang tidak boleh dianggap remeh. Entah mengapa tiba-tiba ada magnet yang kuat menarikku. Aku ingin sekali bergabung berjuang dengan Pak Hamid.  Aku teringat nasihat Bapak, di manapun kita berada, kita harus selalu memperjuangkan agama Allah, maka saat itu juga aku sampaikan niatku untuk bergabung dengan para ulama yang menjalankan tugas mulia itu.

Minggu depan ada jadwal memberikan materi agama di daerah pelosok.  Pak Idrus seharusnya yang bertugas dengan Pak Hamid. Namun karena ada keperluan keluarga Pak Idrus izin. Maka jadilah aku bergabung dengan mereka untuk pertama kalinya.

Lepas ashar aku sudah berada di rumah Pak Hamid. Suasana masih sepi, ternyata Pak Hamid masih mengajar di TPQ.  Empat puluh menit aku menunggu, tiba-tiba terdengar deru motor yang sangat keras. Motor Honda Astra warna merah memasuki halaman rumah. Tampak pengendaranya tersenyum sambil melepas helm, dua putranya turun dan langsung menyalamiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun