" Oh iya, kata ustad Ilham teman teman disini selalu mengumpulkan infaq di setiap pertemuan untuk kas kegiatan ? apakah hari ini sudah terkumpul ? "
" He he he . " mereka serempak bertatapan sambil tersenyum.
" Loh, kok ketawa bareng bareng. Ada apa ? "
" Tadi, kami kira tidak akan ada ustad yang datang kesini. Jadi dari pada mubadzir, kita belikan saja uang infaq itu untuk membeli minuman minuman tadi tadz "
" Semuanya ? "
" Iya lah tadz, itu aja cuma dapet 4 botol aja he he he "
" wah.. lain kali jangan di ulangi ya. Kan bisa di alokasikan untuk tambahan kas, dari pada dibelikan minuman kaya gitu lagi. Gapapa untuk kali ini, lain kali jangan he he he " karena aku faham, hati mereka sangat lembut oleh karena itu aku harus mengimbangi dari cara ku menyampaikan.
Mereka mengangguk dan  tersenyum. Saya minta mereka mengambil air wudhu dan memulai hafalan surat-surat pendek. Hudi tampak fasih, namun beberapa yang lain juga belum hafal. Aku merasa sangat bersyukur bisa diterima di antara mereka. Bahkan mereka akan mengusulkan kepada Ustadz  Ilham agar aku menjadi ustadz tetap mereka.
Usai shalat Dhuhur, Aku diajak makan siang. Di tengah makan tiba-tiba aku teringat peristiwa pada saat dikeroyok preman bersama Pak Hamid. Saat aku ceritakan , Khohan tiba-tiba berdiri menghampiriku. Â Dia menarik tanganku untuk berdiri. Pandangannya garang, ekspresinya tiba-tiba berubah. Dia menjambak bajuku. Aku benar-benar tak bernapas.
" Â Apakah Anda diperlakukan seperti ini? " Â Aku mengangguk pelan, tak mampu berkata-kata.
" Oh jadi malam itu Anda? Maafkan kami Ustadz, kami sangat berdosa."