Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rapuh

26 Agustus 2017   11:39 Diperbarui: 29 Agustus 2017   08:23 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ku lirik sekilas  arloji ku.. sudah pukul 10.00 WIB.nomor antrian ku masih lama.. waah lumayan masih jauh. Kalau saja tak ingat rumah ku jauh, aku sudah enggan menunggu deretan antrian di Rumah Sakit ini.

Untuk mengatasi kejenuhan, ku alihkan konsentrasi ku ke ponsel. Aku buka-buka secara acak,  WA hanya penuh pesan dari grup yang makin menjamur, ratusan pesan yang belum terbaca, tak tertarik aku membacanya, langsung bersihkan chat, beres.

Aku beralih ke Fb, ah.. sama saja tak ada berita yang menarik, status-status anak muda yang hanya berisi keluhan, atau postingan gambar yang sama sekali gak menimbulkan gairah untuk menikmatinya.

Instagram menjadi sasaran berikutnya, kiriman-kiriman gokil membuat aku tertawa dan sedikit mengalihkan konsentrasiku terhadap rasa yang ku rasakan.Aku makin asyik dan makin tertarik membuka --buka terus.

Ku buka kiriman lama, aku tertawa lirih... mentertawai foto-foto jadul ku, saat aku masih berstatus sebagai mahasiswa, oh... tapi asyik juga menikmati masa lalu,

Satu per satu ku nikmati , tiba-tiba mataku tertumbuk pada seraut wajah, wajah itu yang pernah dekat di hati, yah Hans...  Hans... . Aku hela napas dalam-dalam.

Tiba-tiba bayangan masa lalu  menari-nari di mata ku, Hans.. kenapa tiba-tiba aku ingat kamu, seakan kau sangat dekat dengan ku. Bayangan masa lalu itu benar-benar menenggelamkan ku,Aku , Imas, dan Hans adalah tiga sahabat  karib. Imas sosok gadis sederhana dan penyabar, sedangkan Hans pemuda yang cerdas , pendiam tapi sangat kharismatik meskipun terkesan cuek. . kami selalu jalan bertiga. Setelah lulus, kami jarang sekali bersua, maklum saat itu belum ada HP, hanya surat yang menghubungkan kami,sampai suatu saat aku mendapat kabar Hans dan Imas tlah menikah. Sejak saat itu kami tenggelam pada kesibukan masing-masing, apalagi setelah aku menikah, kami benar-benar tidak pernah saling bertukar kabar.

Beberapa tahun yang lalu, aku terima surat dari Imas. Dia menanyakan kabar sekaligus memberi no HP, kami sempat saling mengabarkan, Imas dikaruniai satu anak setelah cukup lama mereka bersabar menunggu, sedangkan aku sudah memiliki lima orang anak.Beberapa bulan kami intens saling mengabarkan, sampai suatu saat Imas menceritakan ada perubahan pada diri Hans.

Hans mulai berubah sejak bertemu dengan Meysa,gadis yang pernah ada dalam hati Hans saat dia masih SMA. Meysa yang sudah memiliki keluarga bahagia , ternyata masih bersemangat untuk mengejar dan memperjuangkan cintanya, yang diyakini merupakan cinta sucinya, bahkan dia rela melakukan apapun termasuk meninggalkan suaminya ,seorang yang penyabar, mapan dan sangat sholeh.Benar-benar tidak rasional. Benar-benar memprihatinkan, nyata benar manusia memang kurang pandai bersyukur dan selalu mengejar mimpi dan obsesinya yang diyakini benar.

Beberapa kali sempat aku ingatkan Hans, aku selalu mengirim melalui WA, namun sekalipun Hans tak pernah membalas.

" Hans,banyak orang terlalu cepat merasa tidak puas dalam kehidupan perkawinan yang  dijalani beberapa saat. Seringkali mereka tidak sadar, bahwa mereka sendiri lah yang membuka peluang bagi ketidakpuasan tersebut karena sejak awal mereka sudah menaruh harapan dan impian yang terlalu tinggi baik terhadap pasangan maupun terhadap kehidupan perkawinan itu sendiri. Setelah mereka menghadapi kenyataan hidup yang sebenarnya, mereka lantas merasa kecewa dan mulai menyalahkan pasangannya. Tapi kau dan Imas lain Hans, kalian sudah saling mengenal luar dalam, kalian sudah bersama dalam suka duka dan saling memahami, sampai saat kalian harus bersabar menunggu buah hati kalian, kalian tetap bisa bertahan dan saling menguatkan, tapi kenapa Hans,dalam usia mu yang makin matang seperti ini justru kau tumbang.

Hans, mungkin engkau  lupa, bahwa ketidakmatangan pribadi itu sendiri lah yang ikut mempengaruhi dinamika yang terjadi dalam menghadapi setiap persoalan rumah tangga. Lama kelamaan, karena masing-masing tidak berusaha untuk memperbaiki diri malah mencari hiburan dan kompensasinya sendiri, maka cinta yang menjadi pengikat di antara mereka semakin pudar. Bagaimana pun juga, jika dalam sebuah keluarga atau pun perkawinan sudah tidak diwarnai oleh perasaan cinta  terhadap pasangan, mudah sekali timbul kebosanan di antara mereka. Jika kebosanan itu tidak segera ditanggulangi, maka lambat laun akan mempengaruhi sikap dan perilaku interaksi serta komunikasi antara pasangan tersebut. Sikap apatis, pasif atau bahkan pasif-agresif bisa menjadi indikasi adanya masalah dalam kehidupan perkawinan seseorang Hans. Dan mestinya ini tidak terjadi pada mu, karena kau sosok pribadi yang matang.

 Perselingkuhan yang terjadi antara suami istri sebenarnya tidak lepas dari urusan pribadi masing-masing. Tentu kita menyadari  bahwa dalam perkawinan terdapat dua orang yang punya karakter dan kepribadian yang sangat berbeda satu sama lain namun dalam hal ini sangat aneh ,apa yang kurang dari istri mu sehingga kau menduakannya dengan masa lalu mu? Apakah kesabarannya itu kau artilkan sebagai sikap pasif yang menjemukan? Kau butuh tantangan baru yang lebih menggairahkan? Ingatlah Hans , istri mu itu sosok yang luar biasa dalam memahami mu, belum pernah aku tahu dia protes ketika kau terlalu sibuk diluar rumah, bahkan saat kau harus dinas  ke luar kota berminggu-minggu, dia juga tak pernah mengeluh. Dia selalu sabar dan ikhlas berbakti untuk mu. Bahkan di saat-saat sulit sekalipun dia tak pernah mengeluh. Apa yang kau cari Hans ?Jangan kau hanya menuntut kesempurnaan dari dia, kalau mau jujur, kau juga banyak kekurangan, hanya Imas bisa lebih bijak menyikapinya, karna memang tak ada manusia yang sempurna.Kita harus belajar menerima kekurangan dari pasangan kita.

Hans... ku mohon kembalilah pada Imas, jangan turutkan gejolak bathin mu yang mengharapkan kepuasan dari ganasnya ombak dan pekik camar yang menggairahkan, semua itu hanyalah kenikmatan dunia sesaat.  ingatalah, perceraian adalah perbuatan yang diperbolehkan Alloh dengan alasan yang kuat, namun sekaligus merupakan perbuatan yang dibenci Alloh. Hans..ku mohon pikirkan kembali keputusan mu.

Perceraian itu akan mengubah kehidupan kalian, dan juga anak-anak kalian. Konsekuensi perceraian yang menyentuh berbagai macam aspek kehidupan dan akan dihadapi oleh pasangan yang bercerai.Jangan kau pikir perceraian bisa mengakhiri semua masalah , sebaliknya kau akan dihadapkan pada permasalahan baru, apalagi kalian sama-sama mempunyai anak, belum tentu apa yang kau rasakan dari Meysa saat ini akan bertahan manis,hal itu akan pudar dengan berjalannya waktu,setelah dia tahu keseharian mu, ku jamin Meysa tak akan dapat sebaik dan sesabar Imas.

Seperti biasa kau hanya diam, tak mau berkomentar, sehingga aku jadi ilfil untuk mengingatkan mu lagi, tak ada manfaatnya dan ternyata tak ada perubahan. Sejak saat itu aku tak pernah lagi menghubungi Imas dan Hans.

Ti ba-tiba terdengar suara dari pengeras mengejutkanku.

" Keluarga Bapak Handoko". Oh ..aku tersenyum, aku mungkin terobsesi  dengan Hans sehingga, semua yang ku dengar semua mengarah ke Handoko. Hans..Hans.. di mana kau saat ini.

 " Keluarga Bapak Handoko" , terdengar kembali , tapi kali ini benar, nama Handoko benar-benar dipanggil, berarti aku tidak mimpi.  Belum sempat aku berfikir , tiba-tiba terdengar panggilan yang ke tiga.

" Mohon perhatian,Bapak/Ibu , mana Keluarga pasien yang bernama Handoko yang di kamar Melati 3 , mohon direspon pasien dalam kondisi kritis".

Aku tersentak, ku layangkan pandangan ku ke sekitar ruang tunggu. Tak ada yang merespon, semua hanya saling berpandangan. Aku berdiri, pandangan petugas langsung mengarah kepada ku.

" Walah...Mbak..Mbak, dipanggil dari tadi kog nggak berdiri, ini penting, lho kog  bisa, ini darurat !" Aku ingin menjelaskan, namun tiba-tiba seorang perawat menarik tangan ku dengan wajah yang masam. Semua orang di ruang itu juga memandang sinis pada ku, bahkan beberapa berbisik-bisik sambil menunjuk-nunjuk ke arah ku. Aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku seperti pesakitan yang digiring ke ruang sidang.

Beberapa petugas berjalan cepat mendahului ku, ekspresi  tegang  menghiasi wajah mereka. Aku ditinggalkan mereka, di belokan kami berpapasan dengan dokter yang baru saja keluar dari sebuah kamar, ku baca tulisan yang tertera , Melati 3.

Hati ku tiba-tiba berdegub kencang.

" Dok, ini keluarga pasien", seorang perawat menarik tangan ku.

Dokter memandangku, langsung menyampaikan, " Mari ikut saya".

" Tapi dok.. saya bukan keluarga pasien".

Dokter kembali menatap ku dengan tajam, "  Kalau Anda bukan keluarga pasien lalu kenapa Anda nurut saja dibawa ke sini?":

" Maaf dok.. saya juga tidak tahu, saat perawat mengumumkan saya berdiri dengan maksud ingin membantu mencari keluarga pasien, namun tiba-tiba tangan saya ditarik tanpa diberi kesempatan menjelaskan".

Tanpa berkata apapun dokter langsung melangkah meninggalkan aku dengan wajah kesal, para perawat langsung mengikuti tanpa memandang ku.

Aku tetap bengong, tapi tiba-tiba aku menjadi penasaran, kasihanan pasien ini, gumam ku dalam hati. Kondisi sedang kritis, tapi tak seorangpun keluarganya yang hadir. Aku berniat untuk menengok kondisi pasien.Perlahan ku buka pintu kamar Melati 3. Suhu kamar terasa dingin dan senyap, tak ada tanda-tanda kehidupan di sana, terbujur seorang laki-laki , tampak wajahnya pucat pasi, aku mundur dan ingin berbalik, perasaan ku menjadi tak enak, aku ingin segera keluar, tapi celaka lengan baju ku tersangkut dan ponselku jatuh. Ponselku terpental melesat jauh dan masuk ke bawah kolong tempat tidur pasien.

Tiba-tiba aku merasa amat ketakutan, kaki ku gemetar,aku khawatir hal ini akan mengganggu pasien sehingga makin memperburuk kondisinya. Aku merunduk.. mengambil ponsel, tiba-tiba ku dengar suara erangan pasien. Aku makin ketakutan, aku segera berbalik dan segera berlari menuju pintu, ku tutup pintu dengan pelan, sebelum pintu tertutup sempurna, langkah ku tertahan, ku amati dengan seksama. Wajah lelaki itu..aku terkejut, wajah itu pernah ku kenal.. ku amati dengan seksama ternyata....

Hans... betulkah kau Hans..bisikku pelan. Aku masuk kembali... mengendap perlahan. Dengan hati-hati aku makin mendekat.Meskipun sudah banyak perubahan dalam dirinya, namun aku masih mengenalinya.

" Hans... Ya Alloh... Handoko, benarkah ini kau ? Hans... " Aku mendekat. Wajah itu tampak kuyu . Ku singkap selimut yang menutup tubuh Hans. Ku genggam erat tangan Hans, terasa dingin dan tak berdaya.

" Hans...ini aku Hans, kau dengar aku? Kau masih ingat suara ku Hans?"

Hans tak bereaksi sedikitpun, aku benar-benar cemas dengan kondisinya. Wajahnya makin pucat, bibirnya nampak mulai membiru,dalam kepanikan itu aku langsung memencet bel untuk memanggil perawat. Tak seberapa lama beberapa perawat datang diikuti dokter. Mereka tampak kaget dan kesal melihat aku berada di dalam kamar pasien.

" Hai.. kenapa kau ada di kamar ini? Apa yang kau lakukan !, keluar! "  Bentak seorang perawat dengan garang. Aku langsung menghindar tanpa menjawab sepatah katapun.

Aku memperhatikan  dari luar kamar. Ku lihat mereka dengan cekatan menangani Hans yang makin  kritis,  ya Alloh..lindungi Hans, doa ku .

Tak terasa pipi ku basah dengan air mata, aku tak pernah merasa sesedih ini. Aku melihat sahabat ku dalam penderitaan , sementara aku tak mampu berbuat apapun. Sejenak ku lihat mereka tetap berupaya menyelamatkan Hans. Namun tiba-tiba dokter berhenti dan memberikan isyarat menggelengkan kepala. Aku terkejut, spontan aku berlari menedekati dokter.

"Dokter, bagaimana kondisi teman saya dok? Tolonglah dok, tolonglah dia".

Dokter hanya diam, pandangannya lekat pada ku, ada sesuatu yang dicermati, tiba-tiba dokter membuka suara.

"Apa yang Anda mau, tadi disaat kami membutuhkan persetujuan keluarga, Anda mengatakan tidak mengenali pasien, saat ini Anda minta untuk menyelamatkan setelah semuanya terlambat, Anda bisa saya tuntut telah melakukan tindakan untuk mencelakai pasien kami". Dokter menunjuk padaku dengan ekspresi sangat marah.

" Dokter ,Hans  ini sahabat saya, mana mungkin saya mencelakainya, saya tadi benar-benar tidak tahu kalau pasien ini teman saya dok, saya berasal dari luar daerah, dan saya tidak pernah tahu kalau dia juga sedang dirawat di sini dok. "

Dokter sama sekali tak mendengarkan ucapan ku, dia mengisaratkan pada perawat untuk segera memindahkan pasien ke ruang ICU..

Aku mengikuti Hans dari belakang, sampai di ruang ICU, perawat melarang ku untuk masuk. Ku pandangi tubuh Hans sampai menghilang di balik pintu. Hanya doa ku menyertai mu Hans, aku benar-benar takut kehilangan mu.

Aku terduduk di lantai, air mataku tak terbendung lagi.

Ya Alloh..kenapa Engkau pertemukan kami dalam kondisi seperti ini?Tapi aku yakin, rencana-Mu pasti indah dan yang terbaik.  Namun aku  benar-benar menyesal tidak mampu berbuat apa-apa, sementara Hans sangat membutuhkan pertolongan ku. Andai sejak tadi aku tahu, pasien itu engkau Hans....

Tangis ku kembali meledak, aku benar-benar tak mampu menguasai diri, tiba-tiba sentuhan lembut di pundak ku, mata ku masih basah dengan air mata, ku tatap wajah manis seorang gadis remaja.

" Maaf mengganggu Bu, apakah ada pasien yang baru masuk ke ICU ?

" Ya, ada, Hans..." jawab ku terbata.

" Ibu mengenal Pak Hans ? Apakah ibu Ratih?"

" Ya, betul, kog kalian mengenal Ibu?"

" Iya Bu, Bapak pernah bercerita , hanya tiga wanita yang memanggil dengan panggilan itu, Bu Imas, Bu Ratih dan mama kami Bu Meysa".

Oh... rupanya Hans akhirnya menikah dengan Meysa? Ada rasa tak nyaman dalam hati ku, rasa tak rela dan kesal atas sikap Hans, kecewa pasti, tapi saat ini bukan waktunya mengikuti ego pribadi.Aku berusaha sekuat tenaga memperbaiki ekspresi ku, ku paksa tersenyum dan bersikap ramah , ku salami mereka , ku peluk dengan penuh kasih sayang.ada rasa sendu dan pilu menusuk sanubari ku.Tangis kami pecah kembali.

" Kalian putra-putri Maysa?, di mana Mama kalian, kenapa Hans ditinggalkan sendiri?"

" Ibu...maafkan Mama kami, Kami juga sangat menyayangkan sikap Mama. Kami sekeluarga merasa malu sekaligus kesal, Sejak Papa masih bersama Mama, Mama sudah sering bersikap kaku dan ingin menang sendiri, Mama orangnya bersifat  keras, ambisius dan egoisnya bukan main. Papa sering mengalahdan selalu memenangkan Mama, maksudnya biar Mama tidak makin merajuk sehingga Mama bisa lebih lunak. Namun ternyata Mama makin menggila, apalagi semenjak bertemu Pak Hans, Mama makin berani , bahkan sering Mama berani berbohong kepada Papa mengikuti beberapa kegiatan di Jakarta, padahal hanya ingin menemui Pak Hans. Papa mengetahui semuanya, tapi Papa berusaha menutupindan pura-pura tidak tahu, untuk menjaga nama baik keluarga. Kami anak-anak juga merasa malu, Mama sering memberi nasihat kepada orang lain namun ternyata sepak terjangnya makin menggila, apalagi saat mereka kasmaran, benar-benar terasa menganggu, bahkan mereka sudah kebal dengan rasa malu, mereka tidak sadar semua orang bisa membaca, termasuk anak-anak dan pasangan mereka."

Aku terdiam, aku bisa merasakan kekecewaan mereka.Mereka telah kehilangan segalanya, keutuhan keluarga, kebahagiaan, keharmonisan, ibu yang seharusnya penuh perhatian ke pada anak-anaknya justr u mengejar obsesi dirinya sendiri, membagi kasih sayang dengan orang lain. Mungkin inilah yang disebut emansipasi yang kebablasan. Seorang istri yang diberikan kebebasan oleh suami berkarier namun ternyatan justru disalahgunakan dengan alasasan menemukan kembali cinta sucinya. Lalu bagaimana dia memandang mahligai perkawinan yang mestinya lebih diagungkan? Bukankah sebuah perkawinan merupakan pengikraran janji suci di hadapan Alloh?Begitu mudah manusia membuat dalil sendiri untuk menutupi kekilafannya. Seharusnya tak ada yang dapat diragukan dari ketentuan Alloh, dan tak ada jodoh yang tertukar. Kalau kita tahu kelak akan mempertanggungjawabkan , tak mungkin kita berani melampaui batas.

Kami terbenam dalam pikiran masing-masing. Dalam keheningan itu tiba-tiba kami dikejutkan langkahseseorang yang semakin mendekat.

" Assalamu alaikum", seorang pemuda mendekat, wajahnya mirip Hans, apakah ini Al anak Hans semata wayang?

" Wa alaikum salam", serentak kami menjawab.

Ternyata benar , dia anak Hans, setelah berkenalan dia menanyakan kondisi bapaknya.

" Kita doakan saja Mas,semoga Alloh memberikan kesembuhan. ManaIbu mu kog gak ikut?" tanya ku berusaha mengalihkan  ketegangan.

Mata Al  tampak berkaca-kaca. Ada titipan dari Ibu untuk Tante Ratih. Sebuah surat disodorkan, Tak sabar segera aku buka surat itu,

" Assalamu alaikum. Apa kabar sahabat ku, Saat kau baca surat ini mungkin aku sudah pergi jauh.Aku hanya ingin menyampaikan kabar, bahwa akhirnya kami berpisah.Dia lebih memilihuntuk  menuruti kata hatinya bersama Meysa. Tapi bukan itu yang akan aku bahas, aku akan menyampaikan rahasia yang sudah lama aku pendam.

Ratih sahabat ku, ketahuilah, Hans selama ini tak pernah mencintai ku. Dia pernah menyampaikah hal itu pada ku. Sebenarnya kau lah cinta matinya, namun tiap kau diajak berbincang, kau sudah menutup peluang untuk bersama karena kau telah bersuami.Selama ini aku sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik,aku berusaha memenuhi semua kemauannya,meskipun aku dalam kondisi sakit, namun ternyata dia tidak bisa menerimaku seutuhnya,sampai akhirnya datanglah Meysa dalam kehidupan kami. Jujur aku tidak rela. Kesedihan ku makin memperburuk kesehatan ku. Bila Alloh mempertemukan kalian kelak, aku iklas Hans untuk mu, aku titip Al ya, anggaplah dia seperti anak mu sendiri. Salam hangat persahabatan. Terima kasih"

Wassalam... Sahabat karib mu, Imas.

Ku tatap Al dengan derai air mata, ku peluk dia,dalam hati ku aku berjanji untuk menerima Al menjadi anak ku, sesuai dengan harapan Imas,tetapi Hans ? tak mungkin ..aku masih bersuami, biarlah perasaan ini tetap menjadi rahasia , dia akan tetap menjadi kakak ku, selamanya.

Tiba-tiba pintu ICU terbuka, dokter yang menangani Hans keluar diikuti dua orang perawat, saat aku tanyakan keadaan Hans, mereka tak menjawab dan segera berlalu. Perasaan ku menjadi makin khawatir, kuabaikan peraturan yang terpampang di pintu ICU, aku berlari masuk diikuti anak-anak.

Langkah ku terpaku, terbujur jasad di hadapan ku yang telah tertutup kain putih.

Hans..kau kah itu? Bisikku dalam hati. Perlahan ku buka kain penutup itu.

Hans.... . Tanpa komando anak-anak berlari memeluk jasad Hans dengan jerit pilu.

Aku tak mampu bergeming... ku tatap dalam-dalam wajah Hans, ternyata melepaskan orang yang pernah dicintai memang sungguh menyakitkan, meskipun aku tahu tak semua yang dicintai harus dimiliki. Tapi ini merupakanketentuan-Nya, aku harus rela.

 Aku bisikkan dalam hati,

 " Hans.. selamat jalan.. kami telah ikhlas  melepas mu, semoga Alloh menerima semua amal baik mu dan mengampuni semua kesalahan mu,Semoga sakit mu bisa menghapus dosa mu dan kelak  kau akan  mendapat tempat yang baik di sisi-Nya. . Selamat jalan Hans.."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun