Mohon tunggu...
Fitri Hidayati
Fitri Hidayati Mohon Tunggu... Pendidik -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rapuh

26 Agustus 2017   11:39 Diperbarui: 29 Agustus 2017   08:23 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hans, mungkin engkau  lupa, bahwa ketidakmatangan pribadi itu sendiri lah yang ikut mempengaruhi dinamika yang terjadi dalam menghadapi setiap persoalan rumah tangga. Lama kelamaan, karena masing-masing tidak berusaha untuk memperbaiki diri malah mencari hiburan dan kompensasinya sendiri, maka cinta yang menjadi pengikat di antara mereka semakin pudar. Bagaimana pun juga, jika dalam sebuah keluarga atau pun perkawinan sudah tidak diwarnai oleh perasaan cinta  terhadap pasangan, mudah sekali timbul kebosanan di antara mereka. Jika kebosanan itu tidak segera ditanggulangi, maka lambat laun akan mempengaruhi sikap dan perilaku interaksi serta komunikasi antara pasangan tersebut. Sikap apatis, pasif atau bahkan pasif-agresif bisa menjadi indikasi adanya masalah dalam kehidupan perkawinan seseorang Hans. Dan mestinya ini tidak terjadi pada mu, karena kau sosok pribadi yang matang.

 Perselingkuhan yang terjadi antara suami istri sebenarnya tidak lepas dari urusan pribadi masing-masing. Tentu kita menyadari  bahwa dalam perkawinan terdapat dua orang yang punya karakter dan kepribadian yang sangat berbeda satu sama lain namun dalam hal ini sangat aneh ,apa yang kurang dari istri mu sehingga kau menduakannya dengan masa lalu mu? Apakah kesabarannya itu kau artilkan sebagai sikap pasif yang menjemukan? Kau butuh tantangan baru yang lebih menggairahkan? Ingatlah Hans , istri mu itu sosok yang luar biasa dalam memahami mu, belum pernah aku tahu dia protes ketika kau terlalu sibuk diluar rumah, bahkan saat kau harus dinas  ke luar kota berminggu-minggu, dia juga tak pernah mengeluh. Dia selalu sabar dan ikhlas berbakti untuk mu. Bahkan di saat-saat sulit sekalipun dia tak pernah mengeluh. Apa yang kau cari Hans ?Jangan kau hanya menuntut kesempurnaan dari dia, kalau mau jujur, kau juga banyak kekurangan, hanya Imas bisa lebih bijak menyikapinya, karna memang tak ada manusia yang sempurna.Kita harus belajar menerima kekurangan dari pasangan kita.

Hans... ku mohon kembalilah pada Imas, jangan turutkan gejolak bathin mu yang mengharapkan kepuasan dari ganasnya ombak dan pekik camar yang menggairahkan, semua itu hanyalah kenikmatan dunia sesaat.  ingatalah, perceraian adalah perbuatan yang diperbolehkan Alloh dengan alasan yang kuat, namun sekaligus merupakan perbuatan yang dibenci Alloh. Hans..ku mohon pikirkan kembali keputusan mu.

Perceraian itu akan mengubah kehidupan kalian, dan juga anak-anak kalian. Konsekuensi perceraian yang menyentuh berbagai macam aspek kehidupan dan akan dihadapi oleh pasangan yang bercerai.Jangan kau pikir perceraian bisa mengakhiri semua masalah , sebaliknya kau akan dihadapkan pada permasalahan baru, apalagi kalian sama-sama mempunyai anak, belum tentu apa yang kau rasakan dari Meysa saat ini akan bertahan manis,hal itu akan pudar dengan berjalannya waktu,setelah dia tahu keseharian mu, ku jamin Meysa tak akan dapat sebaik dan sesabar Imas.

Seperti biasa kau hanya diam, tak mau berkomentar, sehingga aku jadi ilfil untuk mengingatkan mu lagi, tak ada manfaatnya dan ternyata tak ada perubahan. Sejak saat itu aku tak pernah lagi menghubungi Imas dan Hans.

Ti ba-tiba terdengar suara dari pengeras mengejutkanku.

" Keluarga Bapak Handoko". Oh ..aku tersenyum, aku mungkin terobsesi  dengan Hans sehingga, semua yang ku dengar semua mengarah ke Handoko. Hans..Hans.. di mana kau saat ini.

 " Keluarga Bapak Handoko" , terdengar kembali , tapi kali ini benar, nama Handoko benar-benar dipanggil, berarti aku tidak mimpi.  Belum sempat aku berfikir , tiba-tiba terdengar panggilan yang ke tiga.

" Mohon perhatian,Bapak/Ibu , mana Keluarga pasien yang bernama Handoko yang di kamar Melati 3 , mohon direspon pasien dalam kondisi kritis".

Aku tersentak, ku layangkan pandangan ku ke sekitar ruang tunggu. Tak ada yang merespon, semua hanya saling berpandangan. Aku berdiri, pandangan petugas langsung mengarah kepada ku.

" Walah...Mbak..Mbak, dipanggil dari tadi kog nggak berdiri, ini penting, lho kog  bisa, ini darurat !" Aku ingin menjelaskan, namun tiba-tiba seorang perawat menarik tangan ku dengan wajah yang masam. Semua orang di ruang itu juga memandang sinis pada ku, bahkan beberapa berbisik-bisik sambil menunjuk-nunjuk ke arah ku. Aku tak mampu berbuat apa-apa. Aku seperti pesakitan yang digiring ke ruang sidang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun