“maaf” lanjutnya
Melis tahu pasti sahabatnya akan kecewa terhadapnya, di tambah dialah yang selalu mengurus Melis mulai dari makan sampai jadwal kemoterapinya.
Fithro menghembuskan nafas gusar, gadis itu merasa gagal menjadi sahabat yang baik, dia menatap Melis lekat, perasaannya sekarang antara campur aduk ..marah, sedih, kecewa, semua bercampur jadi satu.
“Aku sudah menghubungi orangtuamu, besok mereka akan pulang dan datang menemuimu” tutup Fithro sambil keluar dari ruang inap Melis, dia butuh menenangkan dirinya sekarang.
Melis terdiam, benarkah orang tuanya akan datang?? di saat gadis itu dalam kondisi kacau seperti ini, namun dia menetupi raut keterkejutan itu dengan raut datarnya, berharap semua akan menjadi lebih baik dengan sendirinya.
*****
Benar yang di ucapkan Fithro, saat terbangun dari tidurnya gadis itu melihat kedua orang tuanya tengah tertidur di sofa dan dilantai beralas karpet yang entah didapat dari mana, namun sebisa mungkin gadis itu menjaga raut wajah datarnya, walaupun hatinya senang bukan kepalang. Kini gadis itu mencoba mengambil air yang ada di meja samping kasurnya, namun belum sempat gadis itu meminumnya gelas itu tiba-tiba jatuh, membuat kedua orang tuanya reflek terbangun karna mendengar suara tersebut.
“Melis, kamu gak papa?” tanya ibunya dengan raut khawatirnya.
Melis menggeleng, namun tak urung tersenyum, sudah lama tak di berikan perhatian manis seperti ini dari orang tuanya.
“kenapa kamu gak bilang sama kami kalo kamu sakit?” kini bukan ibunya yang berbicara, melainkan bapaknya.
“Melis gak mau nyusahin kalian, Melis gak mau kalian pulang ke indonesia karna kasihan sama Melis...” jawab gadis itu dengan mata yang memanas, namun sebisa mungkin dia menahan untuk tidak menangis.