Laki-laki itu menatapku selama beberapa saat, sebelum kembali memasukkan kalung ke saku jaket hitamnya.
"Mengapa kau menyimpannya?" heranku. "Benda itu seharusnya dibuang." Bersama segala kenangan pemberinya.
Dia menyunggingkan senyum tipis yang bahkan nyaris tak terlihat. "Anggap saja demikian."
Aku tidak mengerti dengan apa yang dilakukannya saat ini. Dan tidak berniat mempermasalahkannya. Sebelum langit benar-benar gelap, aku dan Devi sudah harus sampai ke basecamp.
"Terserah." Â
Sampai empat hari berselang, kejadian tersebut tak pernah lepas dari kepala. Setiap kali aku bertanya pada Devi akan tingkahku kala itu, gadis itu hanya mengedikkan bahu.
"Tanyakan pada dirimu sendiri."Â
Hanya itu yang diucapkannya pagi tadi. Ibu kepala desa sudah terburu memberiku setumpuk data balita yang akan diimunisasi sebelum kutanyai Devi untuk terakhir kali.
Pada akhirnya, kuberanikan diri mendekati persemayamannya usai membersihkan pantai. Sepertinya kedatanganku mengejutkannya, sehingga dia sontak berdiri dengan tampang andalannya.Â
Apa hanya ekspresi itu yang dimilikinya?
"Aku hanya ingin meminta maaf."