"Bohong loe!"
"Hehehe.. Maksudnya, cuma gue aja yang nggak keliatan naksir dia. Gue tutupi lah. Gengsi tau."
"Yaelah, anak bocah udah kenal gengsi. Nah trus, trus?" Diana penasaran.
"Ya, gue berusaha keras untuk nggak ketahuan bahwa gue suka sama dia. Gue ngga mau dicap sebagai salah satu cewek yang suka juga sama dia. Gue musti beda dong, Dien. Makanya gue tetep mempertahankan status sahabat dengan dia waktu itu," tutur Agni.
Diana menggeleng-gelengkan kepalanya, "Bodoh ya elo."
"Iyaaaa.. Gue bodoh..." Agni pura-pura menangis di bahu Diana. Tangan Diana berpura-pura menepuk-nepuk punggung Agni. Kemudian mereka nyengir kuda.
"Tapi asli, gue nyesel. Kenapa gue ngga nyatain aja waktu itu ya. Kenapa nggak jadian aja ya gue ama dia. Biarin deh ngerusak persahabatan, yang penting gue bisa jadian ama dia gitu. Hiks.. Eh, tapi gue juga waktu itu takut sih. Takut dia ngga suka sama gue."
"Elo kebanyakan mikirnya deh. Padahal mah tembak, tembak aja. Soal ditolak atau nggak, itu kan urusan belakangan," Diana bersungut.
"Itu dia.. Dulu gue pemalu."
"Jiaaah, bohong banget!"
"Hahahaha.. Ketahuan bohongnya ya gue?" Agni menjulurkan lidahnya. "Ya waktu itu pokoknya gue nggak tau deh dia suka ama gue apa nggak. Tapi harusnya sih gue nekat aja ya dulu tuh?"