"Apa jangan-jangan dia piara tuyul?"
"Hmmm, bisa jadi."
"Ih, amit-amit."
Bella makin frustasi. Semakin ia dewasa, kehidupan terasa makin kejam. Percuma telinga ditutup rapat-rapat. Omongan orang tidak akan pernah berhenti menusuk telinganya hingga menjadi luka di dalam dada. Siapa yang peduli? Tidak ada orang yang benar-benar mencintai. Pada akhirnya, setiap orang akan mencintai dirinya sendiri. Oleh sebab itu, percuma meminta pengakuan dari orang lain karena setiap orang terlahir untuk menjadi egois.Â
"Apa yang salah dengan diriku?" rutuknya sambil memandang boneka voodoo dalam genggamannya.Â
"Hey, hey! Tidak ada yang salah denganmu. Kau cantik, sangat cantik. Lihatlah! Kau sangat sempurna."
"Aku sudah berusaha untuk menjadi diriku yang seperti dulu, tetapi mengapa teman-temanku tak mau menerimaku?!"Â
"Ah, mereka memang bodoh! Mereka hanya tak pantas berkawan denganmu. Mereka iri dengan kecantikanmu"
Bella terisak. Matanya merah sembab. Air mata di mana-mana. Seketika itu, ia melirik ke cermin. Kecantikannya tidak pudar sedikit pun. Ia sempurna. Ia menjadi seorang perempuan yang diinginkan semua lelaki. Namun, kecantikan tidak menjamin semuanya. Kecantikannya menjadi mala petaka. Hari-harinya menjadi koyak moyak. Ia menjadi kecil di mata orang-orang sebab isu-isu keji membuatnya demikian. Ia merasa sangat kesepian.Â
"Aku hanya ingin seorang teman. Aku hanya ingin dicintai dalam wujudku yang apa adanya."
"Akulah temanmu, Bella. Aku akan terus berada di sampingmu dan membuatmu cantik. Hapus air matamu. Kau tak pantas menangis."