Setelah tahun ke tiga di SMP, ia memilih untuk melanjutkan di Ma'had lain yang ada di Bekasi, tempat kakaknya akan Wiyata Bhakti di sana. Tetapi aku memilih untuk menambah setahun lagi di Ma'had ini untuk menyelesaikan hafalanku.
Suatu sore ibunda dari Rahma datang ke Ma'had. Memanggil aku dan teman-temanku. Wajahnya menyimpan mimik  serius. "Tolong yaa jenguk Mbak Rahma, Mbak Rahmanya sedang koma, kemarin sempat menggigau, manggil-manggil Mbak Khonsa' dan teman-temannya, sepertinya ia kangen dengan teman-temannya disini. Sekarang dirawat di Rumah Sakit Sultan Agung."
Akhirnya kami berhasil mendapat izin untuk menjenguk Rahma di Rumah sakit. Rupanya pusing yang dideritanya semakin hebat. Beberapa kali ia didapati pingsan mendadak saat sedang berjalan. Bahkan ia pernah Sholat tanpa mengenakan jilbab. Ia tidak bisa membedakan kenyataan dan imajinasinya.Â
##
Menjelang maghrib kami sudah kembali ke Ma'had. Malam harinya, aku begadang dengan kedua orang temanku untuk melanjutkan menghafal. Karena kami kelas sepuluh hanya sembilan orang, kami ditempatkan dalam satu kamar. Jam setengah dua saat kami hampir tertidur, Ustadzah mengetuk pintu. Ustadzah mengabarkan kalau Rahma sahabatku baru saja meninggal. Hampir saja aku berteriak. "Innalillahi..."
Baru saja beberapa jam yang lalu kami menjenguknya di Rumah Sakit. Meski dalam keadaan koma, aku masih bisa melihat naik turun nafasnya pada kantong oksigennya. Kali ini aku benar-benar tak bisa menangis.
Tiba-tiba pikiranku kosong. Kematian itu begitu dekat! Bagaimana kalau yang mati itu aku? Teringat aku pernah berdo'a berkali-kali aku ingin diwafatkan setelah abiku, seperti Fathimah yang wafat tak lama setelah Rasulullah. Bagaimana kalau do'aku terkabul? Aku belum siap. Aku belum banyak beramal. Aku masih belum menyelesaikan hafalanku. aku takut mati. Â Akupun tetap dalam posisi duduk di atas kasur dengan pikiran yang berkecamuk sampai menjelang azan shubuh. "Sa' sadar!" temanku mengguncangkanku. "Sudah, Tahajud, Berdo'a sana. Jangan melamun terus!" Astaghfirullah! Aku lupa ada Allah yang bisa menjadi tempatku mengadu.
##
Ketika Asmaku kambuh, aku selalu teringat kematian. Dalam derau nafasku yang berat, aku terbayang abiku, sahabatku, keluargaku, dan orang-orang baik di sekelilingku. Bagaimana jika ini nafas terakhirku? Siapkah aku meninggalkan mereka semua? Siapkah aku menyusul abi dan sahabat terbaikku? Orang sholeh selalu disegerakan wafatnya.
Banyak hal yang terjadi kepadaku, hal itupun membuatku tumbuh menjadi lebih kuat dan tahan menghadapi masalah. Kita tidak pernah tahu darimana masalah itu datang, karena dimanapun kita, dalam kondisi apapun kita, masalah akan selalu berhasil mendatangi kita. Maka yang harus kita lakukan adalah menghadapinya dengan hati-hati dan tetap sabar. Bahkan dengan masalah itu akan menempa jiwa kita menjadi lebih bijak.
Karena hidup ini hanyalah sebuah pengembaraan. Saking singkatnya seperti beristirahat di bawah pohon, lalu melanjutkan lagi ke pengembaraan berikutnya. Pada empat fase kehidupan manusia yaitu Alam Rahim, Alam Dunia, Alam Barzakh, dan Alam Akhirat. Kita masih punya dua tempat yang harus dituju. Maka seperti pengembara, ambil sekedarnya untuk perbekalan, dan tinggalkan yang memberatkan perjalanan. Wallahu A'lam