Mohon tunggu...
Fini RosyidatunNisa
Fini RosyidatunNisa Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Hobby saya adalah membaca, menulis, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hembusan Nafas Tak Akan Abadi

10 Januari 2023   13:13 Diperbarui: 10 Januari 2023   13:25 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku adalah anak ke-2 umiku dan anak ke 7 abiku. Abiku punya 2 istri dan umilah istri ke-2nya. Jadi istri pertama abiku punya 5 anak dan umiku 5 juga. Bedanya kalau umiku 5 perempuan semua. Sedang bunda hanya 1 yang perempuan. Tapi tak lama setelah masa iddah umiku selesai, ada seorang ikhwan yang ingin membantu kita, dengan menikahi umiku. Tapi ia sudah beristri dan istrinya tidak bisa punya anak. Akhirnya umiku pun jadi istri ke 2 lagi.

Dari pernikahan ini, lahirlah ketiga adikku. Lengkap sudah keluargaku, aku punya ibu tiri, ayah tiri, saudara kandung, saudara seayah, juga saudara seibu. Hal ini pun memudahkanku dalam memahami perihal hukum Mahram maupun Warisan.

##

Aku punya sahabat yang sangat dekat dari kecil, bahkan sejak Abiku masih ada, karena orangtuanya termasuk orang yang suka ikut pengajian abiku. Sampai menginjak bangku SMP pun kami mendapat job yang sama saat menjadi bagian IST, yaitu bagian bahasa.

Kami sempat renggang sementara saat kelas enam SD, Ayah sahabatku merasa kehilangan orang yang membantunya ke jalan hidayah, beliau tak mau berguru dengan selain abiku. Sampai akhirnya memilih masuk jamaah ISIS yang sedang naik daun. Sahabatku pun hampir saja dipindah dari sekolahku, karena sekolahku tak sejalan dengan ISIS, tetapi ayahnya tetap mempertahankannya karena ada aku. "Enggak apa-apa kamu disini, berkawan dengan Khonsa' saja, tak usah yang lain." Sepertinya ayahnya sudah Taklid buta dengan abiku.

Sahabatku Rahma sering mengeluhkan tentang teman-temanku yang semakin menjauhinya. "Sa' kenapa sih mereka nggak suka sama aku, memang ISIS beneran sesat ya? Kata ayahku enggak kog. Kalau enggak masuk ISIS kapan Daulah bisa ditegakkan?" aku bingung menjawabnya. Yang kutahu memang sesat, berdasarkan majalah-majalah politik yang kubaca. Tapi aku tak berani menyanggahnya.

Menginjak bangku SMP, aku berhasil membujuknya supaya bersekolah di Ma'had yang sama denganku. Tak apalah orangtuanya ISIS, asal sahabatku bisa kuselamatkan Aqidahnya. Dengan harapan semoga ia bisa membawa perubahan yang baik pada keluarganya.

##

Saat menjadi bagian Bahasa, penggunaan Bahasa resmi di Ma'hadku kurang berjalan bahkan sangat minim. Hal inilah yang menjadi beban pikiran sahabatku selaku ketua bagian bahasa. Ia adalah anak yang selalu berlarut-larut dengan masalahnya. "Sa' amanah ini berat banget, aku nggak sanggup! gimana nanti pertanggungjawaban kita di hadapan Allah?" hampir setiap hari ia menangis di depanku. Hanya aku yang tahu, karena ia tak bisa menampakkannya pada orang lain. Aku hanya bisa menguatkannya. "Sabar Rahma, kita harus kuat! Yang penting kita sudah berusaha, yang Allah nilai itu usahanya, bukan hasilnya" 

Aku selalu diingatkan akhirat jika bersamanya. "Sa' besok kalau di surga kamu nggak ketemu aku, tolong cari ya? Aku ingin kita masuk surga sama-sama" ia selalu berkaca-kaca ketika mengucapkan kalimat itu.

Ia juga mudah sakit, sama sepertiku. Bedanya Aku Asma, dan ia pusing. Tiap menumpuk masalahnya ia selalu mengeluhkan pusing padaku. Kukira hanya pusing biasa, tapi pernah ia pusing sampai pingsan berjam jam di kasur. Semua orang mengira ia tidur. Tapi baru tersadar saat sudah melewati tiga waktu sholat dan ia tak bisa dibangunkan. Sempat terbesit dalam hatiku, jangan-jangan pusingnya ini nggak biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun