Mohon tunggu...
Fina Ahriana
Fina Ahriana Mohon Tunggu... Perawat - Ibu dua anak

Alumnus Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur. Saat ini sedang mengemban amanah menjadi Panwaslu Kelurahan Desa. Suka Menulis dan tergabung dalam Forum Lingkar Pena Kutai Kartanegara

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Fragmen Dua Cincin

8 Maret 2024   11:17 Diperbarui: 8 Maret 2024   11:41 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


11 Januari 2023
Dua perempuan duduk bersama disebuah sofa yang berada dalam sebuah kafe. Alunan lagu akustik yang mengudara terdengar begitu hangat. Setelah memesan dua porsi roti bakar mozarella dan dua gelas teh hangat, Kalila mulai membuka percakapan.


"Saya rasa Ibu sudah tau maksud pertemuan kita" ujar Kalila pada perempuan yang berusia empat puluh enam tahun itu.


Sesaat perempuan yang bernama Yunita itu  menarik nafas dalam, kemudian ia menggeleng "Maaf, aku tidak bisa mengabulkannya"


"Bu, aku mohon" pinta Kalila.


"Kenapa kalian hadir untuk mengusikku kembali?" tanya Yunita. Kekecewaan masih tersirat diwajahnya, bayangan masa lalu seperti hadir kembali.


"Bu, aku tidak tega melihat Papa terus menanggung rasa bersalah" terang Kalila.


"Kalila, itu adalah permasalahan Papamu bukan Aku" ujar Yunita.


"Aku tau ibu orang baik, jadi..."


"Jangan salah menduga, aku bukanlah seperti apa yang ada dalam pikiranmu" potong Yunita cepat. Yunita segera bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan Kalila yang terus berusaha menahannya untuk tetap tinggal.

20 April 2003
"Kamu itu pewaris tunggal Soni, kamu harus punya keturunan" ujar Sulasih.


"Tapi, aku tidak mungkin menikah lagi bu" kata Soni pada Sulasih.


"Kenapa? kenapa tidak bisa?" apa istrimu ini yang tidak mengizinkamu untuk menikah lagi?" tanya Sulasih.


"Perempuan mana yang sudi bu" sela Yunita dengan suara gemetar.


Sulasih menoleh pada Yunita "Hasil tes mu menunjukkan bahwa kau tak bisa mengandung, jadi sebaiknya kau sadar diri".


Yunita tercengang, ia tidak menyangka bahwa Ibu Mertuanya akan berbicara ketus seperti ini. Soni mencoba menenangkan Yunita yang mulai menangis.


"Bu, sudahlah jangan bicarakan masalah ini dulu" pinta Soni "Hasil tes ini saja sudah cukup membuat kami bersedih, jadi Ibu jangan menambahnya lagi".


" Baik, Ibu akan pergi dari sini" ujar Sulasih "Tapi, keputusan Ibu barusan harus kamu pikirkan, ini semua demi masa depan kamu dan perusahaan mendiang Ayahmu".


"Aku mengerti Bu, tolong beri kami waktu" ucap Soni.


26 Juni 2003
Tangan Yunita bergetar ketika mengusapkan blush on di pipi Rika. Padahal selama hampir dua tahun menjalani pekerjaannya sebagai MUA, ia tidak pernah mengalami rasa gugup yang kuat seperti saat sekarang.


"Mbak Yunita baik-baik saja?" tanya Rika yang sedari tadi merasakan getaran dari tangan Yunita.


"Tenang saja, aku tidak akan membuat wajah klienku hancur seperti hatiku"jawab Yunita getir sambil tetap memperindah wajah mulus Yunita dengan kuas make up nya.


Sejam kemudian Sulasih muncul. Rambutnya yang sudah beruban dikonde dengan anggun sangat serasi dengan kebaya merah maroon yang ia kenakan.


"Calon mantuku cantik sekali" pujinya ketika melihat Rika yang sudah selesai dirias.


Rika tersenyum "Makasih, bu"


"Baiklah yuk kita ke depan,  Soni dan yang lainnya  sudah menunggu" ujar Sulasih.


Rika mengangguk dan segera bangkit.


"Apa kau mau ikut?" tanya Sulasih pada Yunita.


"Tidak bu, aku disini saja" jawab Yunita.


"Baiklah, kalau begitu kami berangkat dulu" ujar Sulasih.


"Aku izin, Mbak" pamit Rika calon istri kedua Soni. Yunita mengangguk dengan senyum yang dipaksa. 

Setelah kepergian mereka, Yunita memandang cincin yang tersemat di jari manisnya. Kini tinggal beberapa menit lagi cincin serupa akan tersemat juga di jari manis perempuan lain. Pandangannya terasa kabur karena air mata, meskipun ia mengizinkan suaminya menikah lagi namun lubuk hatinya masih belum siap untuk berbagi.

"Aku mengizinkanmu untuk menikah dan berjanji akan merias calon istrimu saat  menikah nanti." Ujar Yunita pada Soni  "Tapi, aku tidak akan pernah sanggup menyaksikan ijab kabulmu bang" kata Yunita pada Soni.


"Maafkan aku, sayang" ucap Soni sambil meraih kepala Yunita dan memeluk istri yang sudah lima tahun dinikahinya itu.

6 Agustus 2005
Setahun sejak kelahiran Kalila, Soni semakin jarang berada di rumah Yunita. Jika sebelumnya dalam seminggu ia bisa menghabiskan waktunya selama tiga sampai empat hari, kini sehari pun jarang. Jika tidak diminta oleh Yunita, kemungkina Soni lupa pulang.


"Sepertinya kau sudah mulai jarang pulang bang" keluh Yunita pada Soni.


"Kau harus ngerti, Rika itu punya anak kecil dan aku harus lebih banyak menemaninya" kata Soni memberi alasan.


"Iya aku mengerti. tapi kau juga harus bijak mengatur waktunya" kata  Yunita "Bukankah kau berjanji akan berlaku adil"


"Keadilan apalagi yang kamu mau?" tanya Soni wajahnya terlihat gusar "Bukankah selama ini aku sudah memberikanmu materi yang sama seperti Rika?"


"Ini semua bukan tentang materi bang" jawab Yunita "Aku ini juga istrimu, aku juga butuh waktu dan perhatianmu".


"Kalau kau ingin waktu dan perhatianku lebih banyak ke kamu, maka jadilah seperti Rika yang memberiku keturunan".


"Astagfirullah, bang" ujar Yunita kaget, ia tidak menyangka jika Soni yang sebelumnya selalu berkata lembut kepadanya berbicara tajam  "Kenapa Abang bicara seperti itu, bagaimana mungkin aku memaksa apa yang  tidak Allah takdirkan untukku"


"Kalau begitu kamu jangan banyak menuntut" ujar Soni.


"Aku tidak menuntut, aku hanya mengingatkan" ujar Yunita "Tidak mudah rasanya berada di posisi seperti ini bang, wajar jika aku sedikit cemburu".


"Kalau  kau tidak suka keadaan ini, lebih baik kau gugat cerai saja"  kata Soni cuek sambil keluar rumah menuju mobilnya.

10 Januari 2023
Yunita menatap dedaunan yang bergerak ringan diluar jendela kamar, sudah delapan belas tahun ia berpisah dengan Soni dan memutuskan untuk pindah keluar kota. Delapan belas tahun ia mencoba melupakan kehidupannya bersama Soni dengan membuka usaha dekorasi pernikahan bersama adiknya di kota ini.

Namun, belum kering ingatannya tentang Soni, seseorang yang bernama Kalila tiba-tiba menghubunginya dan menjelaskan kalau selama ini ia dan Ibunya sudah lama mencari Yunita. Mereka berdua berharap agar Yunita yang masih belum menikah lagi bisa merajut  kehidupan kembali bersama Soni.


"Mama sudah meninggal enam bulan yang lalu karena penyakit tiroid" ujar Kalila.


"Aku turut berduka cita" ucap Yunita. Ia masih tidak menyangka Rika yang usianya lebih muda ternyata lebih dulu pergi mendahuluinya.


"Sejak bercerai dengan Ibu Yunita, Papa lebih banyak diam dan berbicara seperlunya saja. Mama jadi merasa sangat bersalah" ujar Kalila panjang lebar "Papa sangat mencintaimu bu dan ia menyesal karena tidak mampu mempertahankan rumah tangga kalian"


Yunita hanya diam mendengar pembicaraan Kalila dari seberang sana.


"Bu, aku sekarang sudah berada dikota ini" ujar Kalila "Bolehkah kita bertemu?"
Yunita masih hening, namun suara lembut remaja berusia sembilan belas tahun yang terus memelas itu membuatnya tidak berdaya untuk menolak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun