Aku menunjukan gestur kesakitan dan tidak bisa berkata-kata. Lantas dia kembali menonjok perutku dan bertanya, "Kamu mau ngomong apa?"
"Selamat ulang tahun."
Aku mengeluarkan kado yang sedari tadi aku simpan di dalam tas. Kuberikan kado tersebut sambil memegangi perutku yang masih sakit ini.
"Kamu masih ingat?" tanyanya,
"Buka saja." Jawabku ketus sambil memegangi perut yang sakit.
Jatuh sepucuk kertas ketika dia berusaha membuka kertas kado pertama. Vela menatapku pelan sambil memberikan isyarat bertanya apa ini. Aku hanya memainkan alis mata dan menyuruhnya untuk membaca.
Dear Vela,
4 tahun sudah lamanya kita tidak ada komunikasi. Terakhir kali kita berkomunikasi itu kelas 3 SMA. Aku mengatakan bahwa aku harus kembali ke kampung halaman, sebab disana aku ingin membangun desaku.
 Akhirnya keinginanku itu tercapai, aku sukses bekerja bersama kakakku sendiri dalam pembangunan jalur transportasi cepat. Yah seperti yang kamu tahu, itu termasuk proyek pemerintah dan aku dipercaya untuk mengemban tugas yang lumayan berat kala itu. Aku tidak pernah lupa sedikitpun mengenai tanggal ini, 22 Juli.
 Ini merupakan tanggal dimana terlahir seseorang yang aku janjikan kebahagiaan di masa depan. Tahukah kamu bahwa aku selalu ingin datang ke desamu dan berbicara panjang lebar mengenai dunia ini bersama keluargamu? Tapi mungkin itu hanya khayalanku, karena aku sendiri tidak tahu apakah masih dapat diterima oleh keluargamu atau tidak. Tapi, orang tuaku selalu menerimamu.
 Mereka bahkan kerap kali bertanya mengenai keseharianmu, dan yaaaaaa.. aku hanya menjawab sesuai apa yang aku rasakan kala itu. Ketika aku lagi sedih, aku pasti berpikir bahwa kamu juga lagi sedih. Jadi aku bilang ke orangtuaku bahwa dirimu sedang bersedih, walaupun aku tidak sedikitpun tahu kabarmu di hari itu.