Mohon tunggu...
fikri syah
fikri syah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menari Dengan Literasi

Pemerhati Ekonomi, Penulis, Penikmat Makanan Lezat dan Pembelajar Ilmu Pemberdayaan Diri. Mantan Pegawai Bank dan Finance. Saat ini sedang menuntut ilmu di Program Studi Ekonomi Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Menyukai seni musik dan sulap, khusus untuk sulap saya menyukai ilusi dan kecepatan tangan. Menulis bagi saya untuk meningkatkan sebuah kesadaran dalam berkehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Horor

Mati Penasaran, Teror Pocong Pinjol Part III

15 Juli 2024   23:21 Diperbarui: 15 Juli 2024   23:38 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah pribadi dari https://www.tiktok.com/@ghostdmarketing/video/7380033288808975662

Hari Keempat Tahlilan

Pagi harinya, Fikri mengajak Roby menuju rumahnya yang kemarin ia tinggalkan begitu saja untuk mengecek keadaan rumah. Dengan sinar matahari pagi yang cerah dan burung-burung berkicau merdu di pepohonan, ketakutan semalam terasa tidak begitu menakutkan lagi. Mereka bertemu dengan orang tua Fikri yang baru saja pulang dari perjalanan healing.

"Emak, Bapak, kapan sampai rumah?" tanya Fikri sesampainya di rumah, melihat kedua orang tuanya sedang duduk sambil minum teh ditemani singkong rebus di teras.

"Semalam, Nak," jawab Emaknya singkat.

Lalu Bapak Fikri melanjutkan bertanya, "Kenapa pintu depan dalam kondisi terbuka saat Emak dan Bapak sampai rumah, Fik?"

Dengan sedikit bingung, Fikri mencoba menjelaskan, "Gini, Pak, semalam Fikri ditakuti sama pocong pas magrib di kamar, pas Fikri mau salat ke masjid."

Fikri pun menceritakan semuanya, mulai dari bau busuk, ketukan pintu, hingga penampakan pocong pinjol. Orang tua Fikri mendengarkan dengan seksama, wajah mereka menunjukkan kekhawatiran yang mendalam.

"Ada baiknya kita konsultasi ke orang yang paham soal begini, Bu, Pak," usul Roby.

"Ya sudah, kita ke Ustaz Arif aja kalau gitu, Rob," seru Bapak Fikri.

"Aku setuju. Kita harus cari tahu apa yang sebenarnya terjadi," tambah Fikri.

Dengan keputusan itu, mereka berencana untuk berkonsultasi dengan seseorang yang bisa memberikan jawaban dan solusi. Mereka berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan keluarga mereka bisa hidup tenang tanpa gangguan yang tidak diinginkan.

Pagi itu, setelah sarapan, Fikri, Roby, dan orang tua Fikri memutuskan untuk menemui Pak Ustaz Arif, seorang tokoh masyarakat yang dikenal memiliki pengetahuan mendalam tentang hal-hal gaib dan spiritual. Mereka berharap bisa mendapatkan penjelasan mengenai kejadian aneh yang mereka alami. Dalam perjalanan, mereka berpapasan dengan Adam yang tampak gelisah. Kebetulan, rumah Pak Ustaz sejalan dengan rumah Adam.

"Eh, Adam! Kamu baik-baik saja?" tanya Fikri sambil menghampiri Adam yang sedang duduk di teras rumahnya dengan wajah galau.

Adam mengangguk, meski wajahnya pucat. "Gue masih kepikiran kejadian semalam, Fik. Serius, itu benar-benar menakutkan. Gue jadi mikir, mungkin ada sesuatu yang belum kita ketahui."

"Adam kena ganggu juga?" tanya Bapak Fikri.

"Iya, Pak, semalam," jawab Adam.

"Wah, sama kayak Fikri berarti," timpal Ibu Fikri.

"Makanya, kita mau ke rumah Pak Ustaz Arif. Kamu ikut aja," ajak Roby.

"Oke, gue ikut, Bro," jawab Adam dengan mantap.

Sesampainya di rumah Pak Ustaz, mereka disambut dengan ramah. Setelah menceritakan semua kejadian yang mereka alami, termasuk yang dialami Adam, Pak Ustaz tampak merenung sejenak sebelum akhirnya berbicara.

"Anak-anak, apa yang kalian alami ini bisa jadi adalah gangguan dari makhluk halus yang merasa terganggu atau memiliki urusan yang belum selesai," ujar Pak Ustaz dengan suara lembut namun tegas. "Bau busuk, suara aneh, dan penampakan pocong bisa jadi tanda-tanda kehadiran mereka."

"Urusan apa ya, Pak Ustaz?" tanya Fikri. "Budi sudah melunasi semua utang pinjol ibunya. Kenapa pocong pinjol masih mengganggu?"

"Kadang, makhluk halus ini bisa terikat dengan tempat atau situasi tertentu," jawab Pak Ustaz. "Bisa jadi ada hal lain yang menarik mereka ke sini. Bisa karena sejarah tempat, atau sesuatu yang belum kalian ketahui."

Pak Ustaz kemudian mengajak mereka untuk melakukan doa bersama dan menyarankan beberapa langkah pembersihan spiritual yang bisa dilakukan di rumah Fikri. Mereka setuju untuk mencoba langkah-langkah tersebut demi mengembalikan ketenangan di rumah mereka.

Sore harinya, Pak Ustaz datang ke rumah Fikri dengan membawa beberapa perlengkapan untuk ritual pembersihan. Ia memulai dengan membaca doa-doa dan membakar kemenyan, sambil berjalan mengelilingi setiap sudut rumah. Sementara itu, Fikri, Roby, Adam, dan orang tua Fikri ikut berdoa bersama dengan khusyuk.

Saat malam tiba, suasana di rumah Fikri mulai terasa lebih tenang. Bau busuk yang sebelumnya tercium sudah tidak ada lagi, dan tidak ada lagi suara aneh yang mengganggu. Namun, Fikri dan Adam tetap waspada dan berusaha tidak memikirkan kejadian aneh yang mereka alami.

Malam itu, Adam dan Roby memutuskan untuk tetap tinggal di rumah Fikri, tapi kali ini dengan perasaan yang lebih tenang dan yakin. Mereka sadar bahwa kejadian aneh yang mereka alami adalah ujian yang harus mereka hadapi bersama.

Mereka bersyukur malam itu tidak ada gangguan sedikit pun dari pocong pinjol.

Hari Kelima Tahlilan

Fikri, Adam, dan Roby memutuskan untuk berbicara lebih banyak dengan Pak Ustaz mengenai utang pinjol dan dampaknya. Mereka ingin memastikan bahwa masalah tersebut benar-benar sudah selesai.

"Pak Ustaz, apakah mungkin masih ada sisa utang atau sesuatu yang belum kami ketahui?" tanya Fikri.

"Mungkin saja," jawab Pak Ustaz. "Tapi yang lebih penting adalah bagaimana kalian menyikapi masalah ini. Jangan biarkan rasa takut dan kekhawatiran menguasai kalian."

Fikri, Roby, dan Adam mengangguk, memahami nasihat tersebut. Mereka merasa lebih tenang dan yakin bahwa mereka bisa menghadapi apa pun yang terjadi, selama mereka tetap berdoa dan berusaha dengan sungguh-sungguh.

Sore harinya, Adam, Fikri, dan Roby bertemu dengan Budi di warung kopi tempat mereka biasa nongkrong. Budi mendengar kisah mereka dengan penuh minat dan penasaran.

"Wah, kalian beneran ketemu pocong pinjol kemarin? Serem juga ya," kata Budi sambil menyeruput kopi.

"Iya, Bud. Pocong itu masih neror kita malam-malam," jawab Fikri.

"Gue sama Fikri minta maaf, Bud, beberapa hari ini kita nggak ikut tahlilan di rumah lu," ucap Roby.

"Gak apa-apa, Bro. Santai aja, gue paham kok kondisinya," jawab Budi.

"Kalian harus lebih hati-hati. Gue punya teman yang bisa bantu kalian lebih jauh soal ini. Namanya Kang Asep. Dia bisa bantu cari tahu lebih banyak soal gangguan ini," usul Budi.

"Kenapa enggak? Kita coba aja," kata Roby dengan semangat.

"Kang Asep nanti gue minta hadir di tahlilan ibu gue nanti malam biar kalian juga nggak takut lagi," ucap Budi.

"Nah, gitu dong. Kalau ada orang dewasanya enak, kita berasa ada yang bimbing," saut Adam yang dari tadi sibuk ngopi tanpa sepatah kata pun.

"Oke, nanti kita kumpul di masjid aja ya. Habis itu langsung ke rumah Budi," usul Roby.

"Oke, setuju," jawab Adam, Fikri, dan Budi serentak.

Malam pun tiba. Adam, Fikri, dan Roby sudah berkumpul di rumah Budi sesuai janji. Sementara itu, Kang Asep sedang mempersiapkan beberapa jimat dan membawa keris andalannya yang disinyalir memiliki khodam macan putih di dalamnya.

"Kring, kring, kring," terdengar HP Kang Asep berbunyi, tertulis Budi memanggil.

"Halo, Bud?"

"Kang, jadi kesini kan?" tanya Roby dalam saluran teleponnya.

"Jadi, Bud. Ini lagi siap-siap," jawab Kang Asep.

"Oke, Kang, ditunggu," saut Budi sambil menutup teleponnya.

Sementara Kang Asep dalam perjalanan, mereka mengobrol perihal kesaktian Kang Asep.

"Bud, Kang Asep beneran sakti?" tanya Fikri.

"Infonya sih sakti, Fik. Kita buktikan malam ini," jawab Budi.

"Semoga aja beneran sakti," saut Adam sambil mengunyah kue hidangan tahlilan.

"Tenang, guys. Kang Asep itu orangnya baik dan sangat berpengalaman. Gue yakin dia bisa bantu kita," kata Budi mencoba meyakinkan teman-temannya.

Bunyi sepeda motor dari kejauhan terdengar, dan tepat berhenti di depan rumah Budi.

"Guys, itu Kang Asep datang," seru Budi.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam," serentak mereka menjawab salam dari Kang Asep.

"Kang, ini teman-teman saya," Budi memperkenalkan Fikri, Adam, dan Roby.

Budi menceritakan semua kejadian yang terjadi dari awal hingga akhir kepada Kang Asep, dibantu teman-temannya yang menambahkan cerita yang Budi lewati.

"Kalian ngaji aja dulu ya, nanti setelah kalian semua ngaji kita ke makam," ucap Kang Asep.

"Hah, ke makam?" ucap mereka berempat terkaget-kaget.

"Apa nggak terlalu ekstrem, Kang, kita langsung ke makam?" ucap Roby.

"Kita langsung ke tempat kejadian pertama, biar tahu sumber asalnya," ujar Kang Asep.

Mereka berempat memasang muka pucat dan ketakutan karena ajakan Kang Asep langsung menuju pemakaman. Kang Asep mengeluarkan beberapa jimat dan keris yang ia bawa.

Setelah menunggu, sekitar pukul 11 malam, mereka siap untuk menuju makam ibunya Budi, tempat pertama kali pocong itu muncul.

"Ini bener nih, Kang, kita ke makam?" tanya Adam.

"Iya, Dam, kita ke makam," tegas Kang Asep.

Sesampainya di gerbang makam, Kang Asep membakar sedikit menyan untuk mengundang pocong pinjol muncul.

"Bud, di mana makam ibumu?" tanya Kang Asep.

Dengan sedikit bingung dan mencari-cari dalam kegelapan suasana makam, Budi menunjukkan makam ibunya.

"Di sana, Kang," jawab Budi sambil menunjuk ke arah makam ibunya.

"Oke, kalian tunggu saja di sini ya," ucap Kang Asep.

Mereka berempat menunggu tepat di gerbang makam dan duduk di saung yang hanya berjarak tiga meter dari gerbang makam.

"Kang Asep berani juga ya, guys," ucap Fikri.

"Iya, berani banget," saut Adam

Mereka berempat melihat Kang Asep sedang melakukan ritual yang mereka tidak pahami, dengan duduk sila yang Kang Asep sedang lakukan. Cukup lama mereka memperhatikan, lalu tiba-tiba....

"Eh, guys, kalian nyium nggak sih? Kok, kaya bau busuk ya?" ucap Roby.

"Iya bener, baunya busuk banget ini," saut Fikri.

"Jangan-jangan...." ucap Roby sambil menatap mereka.

"Waduh, gimana ini, pasti itu pocong ada di sekitar kita," ucap Fikri sambil gemetar ketakutan.

Lalu Adam berusaha mengucapkan sesuatu dengan nada berat.

"Guys, maaf, tadi bau kentut gue, habis makan jengkol banyak, kiriman nenek gue," ucap Adam dengan malu-malu.

"Beuh, sue, gue udah merinding, taunya bau kentut elu, Dam," ucap Budi.

"Hehehe, maaf, Bud."

"Gila, kentutnya Adam bisa nyaingin baunya setan," nyindir Fikri sambil tertawa halus diikuti tawa dari Budi dan Roby.

Sementara itu, Kang Asep masih fokus dengan ritualnya. Jam menunjukkan sudah pukul 12 malam dan Kang Asep belum beranjak pergi. Sepuluh menit kemudian, Adam melihat Kang Asep bergerak menuju mereka. Di sisi lain, Roby, Fikri, dan Budi tak terasa tertidur di saung pemakaman.

"Guys, guys, Kang Asep udah beres tuh," membangunkan mereka yang tertidur.

"Maaf, Dam, ketiduran," ucap Roby diikuti bangunnya Budi dan Fikri.

"Gimana, Kang Asep?" tanya Budi.

"Belum ada tanda-tanda, cuma ada suara-suara aneh tadi," ucap Kang Asep.

"Kita pulang aja ke rumah Budi," ajak Kang Asep.

Mereka berlima menuju rumah Budi dan tidak menemui penampakan pocong pinjol malam itu, namun Kang Asep akan tetap berusaha memecahkan masalah yang sedang mereka alami dengan pocong pinjol ini. Roby, Adam, Fikri, dan Kang Asep menginap di rumah Budi sambil melanjutkan langkah dan rencana berikutnya.

Sori guys, kali ini pocong pinjolnya libur dulu nakutin Adam dan teman-temannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun